logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Aku Bisa Hidup Tanpamu Mas!

Seperti berangkat tadi, dokter Himawan menggendong Rara ke dalam mobil. Hanya bedanya kalo pulang, Lina ikut serta menemani di dalam mobil.
Sepanjang perjalanan pulang, dokter Himawan menanyakan awal mula Rara gegar otak. Kemudian juga menanyakan Lina dan diriku.
Aku berusaha tidak banyak bercerita tentang rumah tanggaku. Aku mencoba untuk lebih menceritakan perjuangan Lina hingga dapat menjadi perawat. Dokter Himawan terkesan.
Beliau berjanji akan membantu Lina agar setelah magang dapat mendaftar sebagai PTT di rumah sakit. Alhamdulillah.
Perjalanan pulang serasa cepat sekali. Namun, aku merasa gusar karena motor mas Jono terlihat di jalan depan rumah.
Saat melihat dokter Himawan menggendong Rara, mas Jono salah tingkah. Di depan dokter Himawan, sikap mas Jono berubah.
Mas Jono berlaku sopan dan menjaga ucapannya. Seperti halnya mas Jono menghadapi calon customernya dulu saat masih bekerja di kantor pemasaran mobil. Penuh basa basi.
Namun, aku masih bisa menangkap sorot matanya yang pura-pura. Setelah dokter Himawan dan Lina pamit pulang, dugaanku ternyata benar.
“Siapa dia?”
“Itu dokter yang rawat Rara.”
“Dokter? Baru kali ini aku lihat dokter mau masuk ke rumah pasiennya?”
“Memang orangnya suka nolong pasien.”
“Alah, alasan! Kamu pasti punya hubungan dengan dokter itu, kan?”
“Hubungan apa maksud Mas?”
“Nggak usah berlagak blo *n!”
“Terus saya harus bilang ada gitu? Biar mas Jono puas?”
“Berarti benar kan dugaanku? Sudah kuduga dari dulu bahwa kamu tidak serius mau menikah denganku. Pasti Lina yang mengenalkan dokter itu padamu, kan?”
“Astagfirullah, Mas! Mbok ya sadar! Saya itu tidak berpendidikan tinggi, mana mungkin dokter mau. Toh dokter itu juga sudah punya istri dokter juga.
“Baik, kita lihat nanti. Kalo dugaanku benar, kamu pasti akan menyesal.”
“Emangnya mas Jono mau apa?”
“Akan kubuat hidupmu merana.”
“Nggak usah nunggu besok-besok, sejak menikah saja sudah lama merana.”
“Dasar istri tak pernah bersyukur. Menyesal aku menikah denganmu.”
“Emang Mas aja yang menyesal?”
“Oke, kalo gitu kita cerai!”
“Nggak mau!”
“Napa takut, hah? Takut kelaparan di luar ya? Dasar orang miskin!”
“Udah cukup mas! Saya mau istirahat capek!”
Mas Jono melengos. Lalu ia nyalakan rokoknya sambil menyeruput kopi di atas meja. Aku merasa aneh melihat banyak buah, roti dan susu di meja makan.
“ Ini siapa yang ngasih Mas?”
“ Hari gini masih ada yang ngasih gratisan? Mimpi kali ya?”
“Terus?”
“Itu aku yang beli.”
“Oh, makasih kalo begitu.”
“Pake uangmu yang di dompet.”
“Apa? Tega sekali Mas ngambil uang tanpa izin.”
“Kamu dapat uang banyak dari mana hah? Katanya kemarin nggak pegang uang. “Kok terus ada uang dua juta. Dari dokter itu ya?”
“Kembalikan uangku mas!”
“Nggak bisa. Udah mas belikan makanan dan buat bayar iuran BPJS.”
“Astagfirullah!”
“Lho bukannya kamu pake BPJS ? Tunggakannya harus lunas dulu baru bisa diurus. Masih belum bayar , kan?”
Aku diam saja. Aku nggak mau jujur karena bisa-bisa mas Jono tambah marah.
“Sekarang mana dompetku, Mas?”
“Tuh di atas rak tivi.”
Aku langsung memeriksa dompet. Kuhitung uang yang tersisa. Hanya tinggal tiga ratus ribu.
“Kembalikan sisa uangku mas!”
“Dah habis.”
“Satu juta tujuh ratus habis semua?”
“Sisanya buat pegangan. Mas mau keluar kota cari kerja. Mas diminta menghadap Rani besok. Ada lowongan kerja. Kalo kamu nggak suka atau melarang, sekarang juga akan mas ceraikan. Ngerti, Kamu?”
Aku hanya diam. Aku nggak boleh cerai. Aku nggak mau membuat hati bu Rini hancur dan kambuh sakit jantungnya.
Aku sudah berjanji kepada bu Rini, apa pun yang terjadi akan tetap mempertahankan pernikahan ini. Bu Rini telah kuanggap seperti ibuku sendiri.
Bu Rinilah pengganti ibu kandungku. Ibuku meninggal karena melawan preman jalanan. Ibuku berani melawan ketika hendak diperkosa. Ibuku meninggal tepat setahun kepergian ayah yang meninggal karena tabrak lari orang tak dikenal.
Saat aku merindukan kasih sayang seorang ibu, bu Rini datang dengan kasih sayangnya. Entah mengapa beliau sangat sayang padaku.
Bu Rini kemudian menjodohkanku dengan mas Jono, putra semata wayangnya.
Aku sempat menolak karena mas Jono lulusan S1 ekonomi, sedangkan aku hanya lulusan SMK tata boga.
Namun, akhirnya aku luluh dengan bujukan bu Rini. Aku menikah dengan mas Jono.
Tanpa pernah kutahu sebelumnya, bahwa mas Jono sudah punya kekasih yang bernama Rani, seorang publik relation sebuah hotel terkenal di kota provinsi.
Kini setelah sepuluh tahun pernikahanku dengan mas Jono, perempuan itu datang lagi, sebagai penolong. Aku tidak bisa menahan mas Jono karena memang butuh pekerjaan.
Tanpa kusadari mas Jono telah siap pergi. Kulihat di punggungnya tas ransel besar. Tangan kanannya telah memegang gagang koper besar. Ia pergi tanpa pamit, melewatiku dengan senyum sinis dan tatapan sadis.
Tapi kali ini aku berani menatap sorot matanya itu. Tak kulepaskan sedikit pun. Beberapa saat mas Jono agak ngeper juga dengan keberanianku menatapnya balik.
Akan kubuktikan, mas. Aku bisa hidup tanpamu, meski itu baru sebatas emosiku yang memuncak sesaat sebelum kamu bertemu dengan mantan kekasihmu dulu.
****

Bình Luận Sách (70)

  • avatar
    RiswantiRini

    ceritanya menarik seru dan ending nya bikin penasaran. bagus lah.. jd pengen cepet ada kelanjutannya

    19/05/2022

      0
  • avatar
    helmizaid

    good

    10d

      0
  • avatar
    John WayneZahorine

    👍🏼👍🏼👍🏼

    27d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất