logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Bab 4

Keesokan harinya ayah pergi ke kota lagi. Namun aku tidak ikut. Aku berencana untuk menyiapkan lahan untuk berkebun. Ada sedikit lahan di halaman belakang dan samping rumah.
Setelah membersihkan rumah, aku mengajak Yin mei mencabuti rumput dan membersihkan lahan dari sampah. Sebenarnya adik perempuanku itu tidak akan banyak membantu, aku hanya ingin dia memiliki sedikit kesibukan.
Yin mei memang lain dari anak seumurannya. Perkembangannya agak terlambat, setelah tahun lalu dia menderita demam tinggi dan kejang-kejang
Aku ingat saat itu ayah memohon pada nenek dan paman-pamanku untuk meminjam uang. Namun tidak ada satu pun yang bersedia. Padahal aku tahu saat itu paman ketiga habis menjual biri-birinya.
Pada saat itu hanya paman pertamaku yang bergerak cepat. Tanpa banyak bicara dia membawa Yin mei ke rumah adik kepala desa yang merupakan dokter desa.
Padahal saat itu ayah mau pun paman pertama hanya memiliki sedikit uang. Namun paman tak segan memberikan semua uangnya untuk biaya pengobatan Yin mei.
Dalam ingatanku paman pertama sangat pendiam namun dia satu-satunya paman yang menyayangi ayahku dan putri-putrinya. Sayang paman meninggal dunia tak lama setelah ayah meninggal.
Sedangkan bibi sudah meninggal 3 tahun lalu. Kini paman tinggal dengan dua putranya. Sepupu-sepupuku yang ini sangat baik padaku. Mereka berdua bekerja di kota lain. Mereka hanya akan pulang setiap bulan sekali. Setiap kali pulang mereka selalu membawakanku buku bekas.
Aku dan Yin mei senang sekali. Meski bekas itu masih layak dibaca. Bermacam-macam buku yang mereka bawakan untuk kami.
Dari buku cerita, buku pelajaran, majalah bahkan kamus. Ada yang berbahasa mandarin, inggris, jepang bahkan jerman dan perancis.
Dari buku-buku itulah aku belajar banyak hal. Terutama dari majalah Readers Deagest, aku sangat menyukai membaca artikel-artikel di majalah itu. Selain menarik, banyak artikel yang dapat menambah wawasan dan pengetahuanku.
Mungkin itu bisa disamakan dengan Google di abad 21. Hanya berbeda media dan kecanggihan saja. Pada masa ini buku merupakan barang mahal. Apalagi televisi. Di desaku hanya keluarga kepala desa saja yang memilikinya.
Dari buku-buku itu juga aku mempunyai keinginan kuat untuk mempelajari bahasa asing. Meski di kehidupan sebelumnya, aku hanya lulusan sekolah menengah, namun sambil bekerja aku kursus bahasa asing, musik dan memasak.
Aku melakukan itu agar bisa sejajar dengan Ding yuan. Aku selalu dianggap tidak pantas bersuamikan Ding yuan yang seorang dokter. Keluarga mau pun masyarakat selalu membanding-bandingkanku dengan Tang Zhiyin.
Aku sangat sedih dan kecewa waktu itu. Kedua sepupuku dapat melanjutkan sekolah karena nenek merampas uang kompensasi dari proyek atas kecelakaan yang menimpa ayah. Bahkan saat ayah meninggal, uang duka dari militer pun diambil nenek untuk mereka juga.
Seharusnya dengan tunjangan milik ayahku itu cukup untuk membiayai kehidupan keluargaku. Meski tidak berlebih, setidaknya aku dan Yin mei tidak perlu putus sekolah dan bekerja.
Ah, mengingat semua itu menimbulkan kemarahanku. Aku sudah berjanji untuk tidak membalas dendam, aku hanya ingin mencegah itu semua terulang lagi.
"Jiejie, lihat sudah bersih. Tidak ada rumput dan sampah. Ayo kita main." Yin mei menarik tanganku dan menyadarkanku dari lamunanku.
"Baiklah, ayo kita main di hutan belakang rumah. Jiejie akan memetikkan buah-buahan untukmu."
Aku membawa Yin mei ke hutan di belakang rumah. Kami berdua menyusuri jalan setapak berliku. Sebenarnya itu bukanlah hutan yang lebat. Itu hanya sebidang lahan tak bertuan. Lahan tak terurus itu ditumbuhi pepohonan dan semak belukar sehingga kami menganggapnya hutan.
Ada pohon jujube, plum dan banyak anggur liar dan jenis beri-berian liar yang tumbuh di situ. Aku dan Yin mememetik buah-buahan liar itu. Kami juga anak-anak desa lainnya sangat menyukai buah-buahan liar itu.
"Jiejie, aku mau itu." Yin mei menunjuk ke atas. Tampak buah plum dan jujube yang sudah masak bergantungan. Aku cukup pandai memanjat dan lagi pula pohon itu tidak terlalu tinggi.
"Oke, jiejie akan memanjat. Yin mei tunggu di bawah. Jangan kemana-mana."
Aku pun mulai memanjat pohon plum itu. Yin mei menunggu di bawah dengan patuh. Sampai di atas aku mulai memetik buah plum dan memenuhi kantong bajuku dengan buah itu. Setelah penuh aku melemparkan buah yang kupetik pada Yin mei.
Yin mei mulai sibuk memunguti buah-buah itu. Dia tertawa riang. Aku senang setiap melihat Yin mei tertawa. Yin mei sangatlah cantik namun karena perkembangan mentalnya tidak bagus adikku ini mudah marah dan tersinggung.
Aku asyik memetiki buah dan Yin mei mengumpulkannya. Tiba-tiba aku melihat seseorang di atas pohon di seberangku. Tak begitu jauh. Namun aku tidak bisa mengenalinya.
Saat aku hendak turun, orang itu pun turun juga. Tunggu, dia bukannya turun namun tergelincir dan meluncur dari pohon dengan cepat.
Aku bergegas turun dan berlari kearah orang itu. Yin mei pun melihat itu, sehingga dia mengikutiku meski terseok-seok.
Setelah dekat aku baru tahu siapa orang yang jatuh dari pohon itu. Ya Tuhan, itu Ding yuan. Aku baru teringat, mestinya ini menjadi hari saat aku menyelamatkannya dari gigitan ular.
Aku tertegun sejenak. Haruskah aku menolongnya? Jika aku menolongnya bukankah itu mengulangi takdir yang sama?
Namun jika aku tidak menolongnya nyawa Ding yuan dalam bahaya.
Namun pentingkah nyawa pria tidak setia dan kejam itu bagiku? Kupejamkan mataku sejenak. Aku telah berjanji untuk tidak dibutakan oleh cinta dan mengemis cinta padanya. Namun aku juga berjanji untuk tidak membalas dendam.
Aku menghela napas perlahan. Ternyata takdir memang tidak bisa diubah. Aku tetaplah penyelamat nyawa Ding yuan. Lelaki yang dalam kehidupan laluku menjadi suamiku. Namun akhirnya dia mengkhianatiku dan menjadi penyebab terbesar pedihnya hidupku waktu itu.
Ding yuan kali ini aku menyelamatkanmu bukan untuk mendapatkan cintamu. Namun karena aku, Tang ming yue memang ditakdirkan sebagai penyelamatmu.
Entah apa yang berlaku setelah ini, aku hanya bisa teguh pada keyakinanku bahwa kali ini hidupku akan lebih bahagia. Dengan atau tanpa cinta.
Setelah meyakinkan diri, tanpa ragu aku berlari mendekati tempat Ding yuan jatuh dari pohon. Dia tampak kesakitan. Sepertinya tangannya juga terkilir.
"Yuan gege apa kau baik-baik saja?" Aku langsung memeriksa kakinya. Dia mengenakan sandal biasa, dan sandal itu pun terlepas saat dia jatuh.
Aku menarik kakinya dan menggulung celana panjangnya. Tampak di betisnya ada gigitan ular. Persis seperti dalam kehidupan lalu.
"Cepat panggil ayahku. Ular yang menggigitku sangat berbisa." Dia meringis kesakitan.
"Tidak akan sempat." Aku memeriksa kakinya sekali lagi.
Tanpa ragu kuhisap bekas gigitan ular. Setelah itu kumuntahkan darah yang terhisap. Darah hitam tersembur dari mulutku, tanda ada racun di luka Ding yuan.
Setelah beberapa hisapan, darah yang kuhisap mulai berwarna merah normal. Aku lega, setidaknya racun belum menjalar sampai jantung.
Setelah itu kurobek renda bajuku dan kupakai sebagai tali untuk mengikat betis Ding yuan. Itu penting agar racun yang tersisa tidak naik ke pembuluh darah.
Yin mei duduk di sebelahku ketakutan. Dia melihat setiap langkah yang kulakukan. Dia menyentuh dahi Ding yuan. Mungkin dia khawatir Ding yuan akan demam.
"Yuan gege bagaimana perasaanmu? Kita harus segera kembali ke desa agar kau mendapat pertolongan pertama." Aku menatap wajahnya yang tampak pucat.
"Sudah lebih baik. Terimakasih Ming yue." Dia berusaha berdiri, namun gagal.
Aku dan Yin mei segera membantunya. Kami berdua mendukungnya untuk berdiri.
"Apa yang terjadi?" tiba-tiba sesosok pria muncul di depan kami. Dia mengenakan seragam militer hijau. Sosoknya tinggi dan tegap.
Ding xie, tuan muda pertama keluarga Ding. Kakak Ding yuan. Kenapa dia ada di sini? Dalam kehidupan lalu pria ini sama sekali tidak muncul di depan kami.
"Yuan gege digigit ular berbisa dan kemudian jatuh dari pohon.
Tangannya juga terkilir," aku menjelaskan padanya.
"Aku akan memeriksanya dulu." Ding xie berjongkok di depan Ding yuan dan memeriksa kakinya. Aku memperhatikan sosoknya. Dia masih terlihat tinggi dan tegap meski sedang berjongkok.
Ding xie sangat tampan dan terkesan dingin dan angkuh. Sangat berbeda dengan Ding yuan yang ramah dan hangat.
Dia putra kebanggaan keluarga Ding. Dia memiliki karir militer yang bagus. Namun hingga aku bercerai dengan Ding yuan dan tinggal di panti, dia masih melajang.
Meski pernah menjadi adik iparnya dalam kehidupan lalu, aku tak pernah dekat dengannya. Aku juga tak mengetahui alasannya untuk tetap melajang.
Dalam kehidupan lalu, aku hampir tidak pernah bersinggungan dengannya. Hanya sekali aku pernah melihatnya berdiri di depan perkebunan anggur tempatku bekerja. Saat itu aku belum menikah dengan Ding yuan.
Kemudian saat nenek Ding mengusirku dari kediaman utama, dia membawaku untuk tinggal di paviliun miliknya. Dengan alasan agar aku bisa merawat ibunya, yang juga ibu mertuaku.
Hanya dua kali itu aku berinteraksi dengannya. Setelah itu dia tidak pernah kembali ke desa. Dia sibuk di militer. Saat aku tinggal di panti, aku mendengar tentang karirnya yang hebat.
"Lukanya baik-baik saja, tapi tetap saja harus segera diobati. Sisa bisa ular mungkin masih ada. Biar aku yang memapahnya. Kalian berdua ikut ke rumah kami."
Tanpa menunggu jawaban kami, dia mengambil alih memapah Ding yuan. Aku dan Yin mei berjalan di belakang mereka.
Aku menatap sosok Ding xie dari belakang. Dia benar-benar pria yang dibesarkan di area militer. Meski tidak sekekar binaragawan, sosoknya itu tampak kokoh dan kuat.
Ding yuan juga tinggi namun tidak setegap Ding xie. Kalau aku tidak salah mengingat seharusnya saat ini usia Ding xie sekitar 20 atau 21 tahun. Sedangkan Ding yuan baru berusia 15 tahun.
Kami berjalan dengan lambat karena mengikuti Ding xie yang memapah Ding yuan dan membuatnya berjalan dengan pelan. Sepanjang perjalanan kami tidak berbicara sama sekali.
Tak terasa kami tiba di rumah kepala desa. Melihat Ding xie memapah Ding yuan, pak kepala desa dan istrinya segera menyambut kami.
"Xie'er, Yuan'er apa yang terjadi?" Istri kepala desa tampak panik. Sedangkan kepala desa segera membantu Ding xie memapah putra keduanya itu untuk memasuki rumah.
"Ding xie panggillah bibimu kemari!" kepala desa menyuruh putranya untuk memanggil Nyonya Ding rou yang merupakan dokter desa.
Ding xie segera pergi untuk memanggil bibinya. Saat itu dia melewatiku dan Yin mei yang tidak ikut masuk ke rumah kepala desa. Kami berdua hanya berdiri di pintu gerbang.
"Ming yue jika ayahku menawarkan untuk mengambilmu sebagai menantu masa depannya sebagai rasa terima kasihnya untuk menyelamatkan Yuan'er, apakah kau akan menerimanya?"
Tiba-tiba dia berhenti di depanku dan menatapku dengan tajam. Aku terkejut mendengar pertanyaannya. Bagaimana dia tahu bahwa ayahnya akan mengambilku sebagai menantunya?
"Xie gege aku tidak pernah bermimpi menjadi menantu keluargamu, terutama menjadi istri adikmu. Aku tidak akan pernah."
Aku menjawabnya dengan tegas.
Aku balas menatapnya dengan tajam. Ada banyak hal yang tidak sama dengan kehidupan yang lalu. Salah satunya adalah hadirnya Ding xie dalam peristiwa ini.
"Bagus kalau begitu. Ming yue ingat baik-baik kata-kataku ini, kau memang harus menjadi menantu keluarga Ding tapi bukan sebagai istri Yuan'er."
Ding xie mencubit daguku dan menatapku dengan tatapan yang entah apakah hanya imajinasiku, itu lembut dan penuh kasih sayang.
"Xie gege, aku tidak mengerti maksudmu. Lebih baik kau cepat memanggil dokter." Aku mendongakkan kepalaku dan tidak berani menatapnya. Aku malu, bingung juga gelisah.
"Kembalilah kerumahmu sekarang!"
Setelah melepaskan cubitannya dia pergi meninggalkan kami. Aku menghela napas lega. Kulihat Yin mei sudah ketakutan dengan tindakan impulsif Ding xie.
Aku mengajak Yin mei kembali ke rumah. Ini baru tengah hari. Ibu sepertinya telah selesai memasak. Namun ayah nampaknya belum kembali. Suasana rumah sangat sepi.
Aku duduk di kamarku dengan perasaan tak menentu. Aku tak mengerti kenapa Ding xie ada di tempat Ding yuan mengalami kecelakaan? Dia masih berseragam militer yang menandakan dia baru kembali dari pangkalan dan belum sampai di rumahnya.
Apakah dia sengaja datang kehutan lebih dahulu? Ataukah dia telah menebak apa yang akan terjadi?
Dan kenapa dia juga mengatakan ucapan seperti itu? Apa hubungan Ding xie dalam kehidupanku dulu? Aku coba mengingat-ingatnya. Namun aku tak ingat memiliki hubungan apa pun dengan Ding xie.
Mungkinkah takdir akan berubah karena ada beberapa hal yang juga berubah?

Bình Luận Sách (73)

  • avatar
    Patricia Lanase

    🙏🙏 Tolong di update cepat ceritanya. ceritanya sangat menarik tidak sabar apa kelanjutannya.

    20/12/2021

      0
  • avatar
    lailaninurul

    bagus banget, nggak sabar nunggu update selanjutnya 😆

    15/07

      0
  • avatar
    NasibZainon

    I love read rhis story

    19/05

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất