logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Bab 2

Setelah menunggu lama, ayah menghampiriku. Sepertinya ayah berhasil menjual biri-biri itu dengan harga yang bagus. Mukanya terlihat berseri-seri.
"Ming yue ayo kita berbelanja, ayah akan membelikan apa saja yang kau mau." Ayah tersenyum lebar sambil menggandeng tanganku.
"Benarkah ayah? Kalau begitu ayo beli anak ayam, bebek dan bibit ikan mas. Aku ingin memeliharanya ayah." Aku menatap ayah dengan mata berbinar-binar.
Aku harus membuat ayah membeli hewan-hewan ternak itu untuk mendukung keluarga kami. Dengan beternak itu akan lebih banyak menghasilkan uang. Setidaknya bisa memenuhi kebutuhan protein untuk keluarga kami.
"Baiklah baiklah, ayah akan membelikannya untukmu. Tapi kau harus berjanji untuk merawatnya dengan sungguh-sungguh."
Aku menganggukkan kepalaku dengan kuat menyatakan keteguhanku. Ayah mengajakku ke pedagang ayam dan bebek. Kami membeli lima ekor anak ayam dan bebek.
Setelah itu kami melanjutkan membeli bibit ikan mas dan gurami. Ayah agak ragu untuk membelinya karena kami tidak memiliki kolam ikan.
"Ayah, nanti aku akan meminta Paman pertama dan sepupu untuk membuatkanku kolam ikan." Aku menatap polos ayahku. Dan akhirnya ayah membeli bibit-bibit ikan itu untukku.
Aku berencana untuk memelihara ayam, bebek dan ikan selain biri-biri. Dengan begitu pemasukan kami tidak hanya tergantung dari pekerjaan ayah di proyek dan ternak biri-biri.
Setelah membeli hewan ternak, ayah mengajakku membeli baozi dan susu kedelai. Kami juga membeli beberapa untuk Paman Wang.
Ayah memberikan baozi itu pada Paman Wang dan kami melanjutkan berbelanja. Kami harus membeli beras, tepung terigu, tepung gandum, minyak, telur dan masih banyak lagi.
"Ayah kita belikan Nenek sekalian ah." Aku menarik ujung kemeja ayah saat di toko sembako. Ayah menoleh dan mengerutkan keningnya. Biasanya dia hanya memberi uang pada ibunya. Ibunya sangat mencintai perak dibandingkan apa pun.
"Kalau ayah hanya memberi uang, pasti akhirnya uang itu dihabiskan Sepupuku. Dan Nenek akan meminta lagi pada Ayah atau Paman pertama untuk membeli bahan makanan."
Aku berkata dengan nada sebal dan memasang wajah cemberut pada ayah. Yang aku katakan pada ayahku memang benar.
Hal seperti itu terjadi berulangkali. Sudah sering ayah ataupun paman menegur tapi nenek akan selalu membuat keributan. Akhirnya ayah dan paman mengabaikannya.
Namun itu sangat merugikan ayah dan paman pertama dan menguntungkan paman ketiga. Aku tidak ingin nenek dan paman mengambil keuntungan dari ayahku lagi.
"Baiklah kita akan membelikan nenekmu bahan makanan yang cukup untuk satu bulan," ayah akhirnya memutuskan setelah berpikir beberapa saat. Ayah pasti tahu maksudku.
Ayah sudah berusaha untuk meminimalkan dukungannya untuk nenek tapi nenek selalu menuntut lebih. Nenek selalu beralasan itu karena ibuku tidak melahirkan seorang putra. Jadi ayahku harus mendukung keponakan laki-lakinya.
Ayahku berkali-kali menolak. Dia tidak keberatan mendukung orangtuanya namun dia tidak mampu jika harus mendukung keluarga kakaknya. Dan setiap kali beradu argumen nenek pasti akan berakting menangis, berguling-guling dan akhirnya pingsan. Dengan begitu ayah selalu kalah.
Setelah membeli bahan makanan, ayah mengajakku membeli bahan pakaian dan keperluan mandi. Ayah juga membelikan hal-hal itu untuk nenek.
Sepertinya ayah bertekat untuk memotong subsidi uang untuk nenek, aku tersenyum. Ayahku bukan orang bodoh namun terlalu mengalah pada ibunya.
"Ayah lihat toko bangunan itu, sepertinya mereka mencari pegawai. Apakah ayah tidak ingin mencobanya?"
Saat melewati toko bangunan aku melihat pamflet yang tertempel di tembok. Aku menunjukkannya pada ayah.
Ayah membaca pamflet itu dan menatapku seakan meminta persetujuanku. Aku menganggukkan kepalaku.
Ayah memintaku menunggu di depan toko itu. Sementara dia masuk ke dalam toko untuk menemui pemilik toko.
Aku punya alasan tersendiri untuk menggiring ayah bekerja di toko itu. Pemilik toko itu sangat terkesan dengan pekerjaan ayah saat tahun lalu ada proyek pengaspalan jalan. Dia ingin mempekerjakan ayah di tokonya, sayang ayah menolaknya.
Pada waktu itu aku tak tahu alasan ayah menolak tawaran pekerjaan itu. Namun akhirnya aku mengetahuinya dari sepupuku yang cantik dan baik hati itu.
Nenek yang meminta ayah menolak agar paman ketiga bisa bekerja di toko itu. Dan kehidupan keluarga paman ketiga membaik sejak saat itu.
Dan yang paling terpenting aku harus menghindarkan ayah dari kecelakaan yang menimpanya di proyek pembangunan pabrik. Karena kecelakaan itu kesehatan ayah semakin menurun dan akhirnya meninggal dunia satu tahun setelah kecelakaan itu.
Kali ini aku akan memastikan ayah mendapatkan pekerjaan di toko itu. Mungkin itu tidak bisa merubah kematian ayah, namun setidaknya bisa merubah keadaan keluarga kami.
Setelah lama menunggu ayah keluar dari toko itu. Dia terlihat sangat bersemangat. Aku tersenyum menyambutnya.
"Ayah bagaimana? Bisakah kau bekerja di toko itu?"
Ayah hanya tersenyum dan mengembangkan lengannya untuk memelukku. Kemudian ayah berjongkok di depanku dan menggenggam tanganku.
"Ming yue, mulai hari ini ayah berjanji untuk melindungimu, adikmu dan juga ibumu. Kau tak perlu khawatir, ayah tidak akan membiarkan siapa pun menggertak kalian."
Dari kata-kata-kata ayah aku tahu ayah berhasil mendapatkan pekerjaan itu. Dan karena itu ayah bertekat untuk tidak mengalah pada siapa pun meski itu nenek. Aku tersenyum senang.
"En … aku percaya ayah pasti bisa. Aku akan membantu ayah sebisaku." Aku menganggukkan kepalaku dengan kuat.
"Mari kita pulang." Ayah menggandeng tanganku dan mengajak pulang.
Kali ini kami bertiga menaiki gerobak paman Wang. Sepedaku diangkut di dalam gerobak bersama dengan barang-barang belanjaan kami.
Sepanjang perjalanan pulang ayah mengajakku mengobrol. Sementara paman Wang hanya mendengarkan dan tersenyum lembut.
"Ming yue, apa sepupumu sering seperti itu?" Ayah bertanya tentang perilaku Tang zhiyin.
"Iya ayah, setiap kali aku mendapat nilai lebih tinggi darinya dia pasti akan memarahiku. Kadang dia akan menuduhku mencontek."
Ayah menepuk-nepuk kepalaku dengan lembut. Ayah tahu nilaiku selalu lebih bagus daripada nilai sepupuku itu.
"Nenekmu terlalu memandang tinggi putra putri paman ketigamu, namun kau tak perlu berkecil hati."
Aku menganggukkan kepalaku.
"Ayah kenapa nenek sangat pilih kasih terhadap kita? Dan selalu melebih-lebihkan sepupu Zhiyin? Apa pun yang kulakukan selalu salah di mata nenek. Dan aku juga tidak boleh mengunggulinya? Apa salahku ayah?"
Aku menatap ayah dengan polos. Sebenarnya pertanyaan ini selalu ingin kutanyakan sedari dahulu. Dalam kehidupanku yang dulu aku tak mendapatkan jawaban yang pasti atas pertanyaan ini.
Ayah tertegun mendengar pertanyaan-pertanyaanku yang bertubi-tubi. Ayah menghela napas pelan sebelum menjawab pertanyaanku.
"Ming yue, sebenarnya ayah juga tidak tahu pasti penyebab biasnya nenekmu terhadap kita. Mungkin itu karena dulu nenek sangat berharap pada paman ketigamu. Nenek bersikap sama seperti ini sewaktu ayah dan pamanmu masih kecil."
Aku mendengarkan cerita ayah dengan serius. Baru kali ini, baik dalam kehidupan lalu dan sekarang, ayah bercerita tentang masa kecilnya juga hubungannya dengan nenek dan saudara-saudaranya.
"Nenek sangat menyayangi paman ketiga karena dia pandai berbicara dan pandai mengambil hati nenekmu. Paman ketigamu sebenarnya cukup pandai, namun dia tidak pernah mau berusaha lebih keras. Waktu itu ayah dan paman ketigamu mendaftar di militer, namun pamanmu gagal. Semenjak itulah nenek sangat tidak menyukai ayah."
Haih aku baru menyadari ternyata itu pangkal masalahnya. Pantas nenek sering mengataiku dan ayah sebagai bintang pembawa sial untuk paman ketiga dan sepupuku.
"Tapi ayah, bukankah kegagalan paman tidak ada hubungannya dengan ayah?" Aku bertanya pada ayah dengan heran.
"Itu benar. Namun nenekmu menganggap seharusnya pamanmu yang diterima. Itu sama dengan sikapnya terhadapmu dan sepupumu. Nenekmu tidak pernah mau mengakui kenyataan. Sudahlah jangan terlalu kau pikirkan."
Ayah kembali menepuk-nepuk kepalaku dengan sayang. Aku menyandarkan kepalaku di bahu ayah.
Sekarang aku mengerti, nenek adalah tipe orang kuno yang keras kepala. Dia tidak memahami dan tidak mau mengerti kenyataan hidup.
Nenek hanya mendengarkan dan mempercayai kata-kata paman, bibi dan sepupu-sepupuku tanpa pernah berusaha mengecek kebenarannya.
Haaih kalau sudah begini tidak ada gunanya berbicara pada nenek. Satu-satunya cara adalah menjauhinya juga memotong jalurnya untuk menekan keluarga kami.
Dengan kata lain, aku harus membujuk ayah untuk melakukan pemisahan keluarga. Dengan begitu nenek tidak akan bisa ikut campur atau pun menekan keluargaku. Namun cukup sulit untuk meyakinkan ayah agar mau memisahkan keluarga.
Tapi dengan kejadian terlukanya kepalaku akibat didorong sepupuku, mungkin dapat meyakinkan ayah untuk mulai berpikir memisahkan keluarga kami dari keluarga inti.
Aku tahu ayah sangat kecewa, saat mendengar Tang zhiyin menuduhku iri dan membingkainya.
Saat itu Tang zhiyin menangis sedih di depan nenek dan ibunya. Mereka berdua memarahiku habis-habisan seakan-akan Tang zhiyinlah yang terluka.
Meski pada kenyataannya akulah yang terluka karena saat didorong Tang zhiyin, kepalaku terantuk batu. Namun tak seorang pun mempercayaiku apa lagi berusaha menolongku. Sampai ayahku datang.
Ayah melihat dan mendengar sendiri apa yang dikatakan dan diperbuat oleh mereka bertiga.
Di mata keluargaku juga masyarakat desa, Tang zhiyin seperti bidadari. Dia cantik dan pintar. Dia juga pandai mengambil hati semua orang.
Dia secantik dan semurni lotus putih. Mungkin hanya aku yang tahu warna aslinya. Dia hanya seorang gadis yang manja, angkuh dan selalu ingin menang sendiri.
Di sekolah Tang zhiyin bukanlah murid terpandai. Namun dia selalu bersikap seakan-akan dialah murid teladan dan favorit di sekolah.
Apa lagi bibiku, ibu Tang zhiyin, gemar membanggakan putrinya itu. Jadi di mata penduduk desaku, Tang zhiyin adalah bunga yang indah sedangkan aku hanya setumpuk lumpur kotor.
Memang tak banyak anak-anak di desaku yang sekolah menengah di kota. Karena selain jauh juga lebih mahal. Aku bersekolah di kota karena mendapatkan beasiswa.
Namun tak seorang penduduk desa pun yang tahu. Karena nenek mengancam kami untuk tidak mengatakan hal ini pada mereka. Dia merasa seharusnya beasiswa itu untuk Tang zhiyin. Dia marah padaku dan orangtuaku.
Saat itu ayah dan ibu berdiam diri karena tidak ingin ada keributan. Tapi mereka tidak menyangka nenek justru akan semakin menekan keluargaku.

Bình Luận Sách (73)

  • avatar
    Patricia Lanase

    🙏🙏 Tolong di update cepat ceritanya. ceritanya sangat menarik tidak sabar apa kelanjutannya.

    20/12/2021

      0
  • avatar
    lailaninurul

    bagus banget, nggak sabar nunggu update selanjutnya 😆

    15/07

      0
  • avatar
    NasibZainon

    I love read rhis story

    19/05

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất