logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Bab 7 Tanda Permintaan Maaf

PLAK!
"HENTIKAN!"
Suara lantang Syam, ayah sekaligus kepala yayasan sekolah Kija mengejutkan Aleya dan Della. "Ayah!" Kejut Della segera menurunkan tangannya.
"Apa yang sedang kau lakukan? Kenapa tanganmu hendak menampar Mbak Aleya?" Tanya Syam menatap terus ke arah Della.
"Wanita ini kurang ajar, Ayah! Dia mendoakan aku agar sakit seperti adiknya!" Tunjuk Della tepat ke wajah Aleya.
"Benarkah? Memangnya apa yang Mbak Aleya katakan pada anak saya?" Kali ini mata Syam tertuju pada Aleya.
"Maaf, sebelumnya, Pak. Tapi putri Anda yang lebih dahulu menghina adik saya,' ucap Aleya lantang.
"Bohong! Kau, dasar wanita ular! Berani-beraninya kau memutarbalikkan fakta! Ayah, sebenarnya dia …,"
"Cukup, Della! Jangan buat keributan lagi! Apa kau tak lihat sekarang kau sedang ada di mana! Lihat sekelilingmu, banyak guru yang melihat! Tak punya malu!" Kesal Syam.
"Tapi, Ayah …,"
"Ayah bilang CUKUP DELLA!" kali ini Syam berkata dengan suara keras dan lantang.
Aleya sedikit terkejut dengan suara lantang Syam, "Saya tak apa-apa, Pak. Mohon jangan marahi anak Bapak," ucap Aleya berusaha menengahi perseteruan ayah-anak itu.
"Diam kau wanita tak tahu malu! Ini bukan urusanmu!" Kesal Della mendorong tubuh Aleya hingga tersungkur.
"Della! Cukup kelakuanmu membuat Ayah malu! Sekarang juga kamu PULANG DAN JANGAN KEMBALI LAGI KE SEKOLAH INI!" Perintah Syam kali ini langsung menarik tangan Della dan membawanya ke pos satpam sekolah.
Beberapa guru datang dan menolong Aleya yang tersungkur di lantai karena dorongan kuat Della, di antara guru tersebut bahkan sampai berkata, "Mentang-mentang anak pemilik yayasan, seenaknya main libas, main tindas anak orang! Kalau bukan karena orang itu, mana mungkin ayahnya jadi pemilik yayasan ini!"
"Ssstt," guru yang lain langsung memberi tanda X di mulutnya.
"Ups …,"
Aleya hanya sekilas mendengar ucapan guru-guru itu tanpa membalas obrolan mereka. "Terima kasih, Bu atas bantuannya. Maaf, merepotkan Anda semua." Bungkuk Aleya.
"Mbak ndak apa-apa, kan?"
Aleya menggelengkan kepalanya. "Tidak, Bu. Saya baik-baik saja."
"Mbak Aleya." Panggil Syam sambil berjalan ke arahnya.
"Kalau begitu kami permisi dulu, Mbak." Ucap guru yang telah menolong Aleya kembali ke kelasnya.
"I-iya, Pak?" tanya Aleya memegang sikunya.
"Maafkan atas kelakuan anak saya. Dia terlalu dimanja oleh mamanya sehingga sikapnya jadi urakan begitu." Jelas Syam seraya melihat sikap tubuh Aleya yang terus memegang sikunya.
"Apa ada yang terluka, Mbk Aleya?" Tanya Syam melihat Aleya sambil mengernyitkan keningnya.
"Tidak-tidak … saya tak apa-apa."
"Coba, saya lihat dulu." Syam berusaha memegang tangan Aleya.
"Pak Syam! Tolong jaga kelakuan Anda! Saya sudah bilang saya tak apa-apa. Kenapa Bapak masih tetap memaksa juga!?" kesal Aleya.
"Bukan begitu maksud saya, Mbak Aleya. Jika ada yang terluka, saya bantu mengobatinya."
Kali ini Aleya yang mengernyitkan keningnya, 'mengobati? Mengobati apa maksud orang tua ini?'
Belum lekas Syam menyelesaikan ucapannya, ponsel milik Syam tiba-tiba berdering cukup nyaring.
"Sebentar, ya Mbak Aleya. Mbak Aleya diam di situ dulu, nanti saya cek lukanya." Syam segera pindah ke depan ruang kantornya, sementara Aleya tanpa mengindahkan dan menghiraukan ucapan Syam segera pergi dari tempatnya berada saat ini.
'Aku harus segera keluar dari sekolah ini. Sepertinya mama salah memasukkan Kija ke sekolah seperti ini.' Gumam Aleya sambil memegangi sikunya.
****
*Pa, apa Papa tak akan pergi lama lagi kali ini?" tanya Reyen sambil menikmati es krim vanilla kesukaannya.
"Hmm, lemme think 'bout that, my boy." Ucap Raphael mengemudikan BMW metalik miliknya.
"Hah, pasti selalu begini!" kesal Reyen memajukan bibirnya.
"Hei, anak Papa … kok jadi melow gini, sih?" Gurau Raphael mengelus rambut sang anak.
"Aku kesepian, Pa." Ucap Reyen tiba-tiba sambil tertunduk.
Raphael terkesiap. "Siapa yang mengajarimu berkata begitu, Reyen" tanya Raphael penasaran.
"Tak ada!" sahut Reyen ketus.
Raphael terdiam, rasa bersalah bergelayut di benaknya. Cukup lama memang dia meninggalkan sang putra, hampir 4 bulan lamanya. Sambil mengusap rambut Reyen lembut, Raphael berkata, "Papa ingin habiskan waktu denganmu kali ini."
"Benarkah, Pa? Papa tak akan pergi-pergi lagi?" tanya Reyen langsung berubah ekspresi wajahnya.
"Yes, kali ini Papa janji tak akan lagi meninggalkanmu."
****
Pukul 12 tepat, bel sekolah berbunyi pertanda pelajaran telah selesai. Aleya yang masih setia menunggu sang adik keluar kelasnya tampak bersiap akan menjemputnya di depan ruang kelasnya.
Satu per satu Aleya memperhatikan teman sekelas sang adik mulai keluar kelasnya. Tak lama setelahnya, Kija melambaikan tangannya dan tersenyum ke arah sang kakak.
"Siap?" tanya Aleya merangkul sang adik.
"Siap untuk apa, Kak?" tanyanya penasaran.
"Siap untuk pulang. Memangnya apa lagi?" Aleya menaikkan salah satu alisnya.
"Bercanda, Kak." Sahut sang adik dibalas senyum.
Kakak-adik itu mulai melangkah sekitar beberapa meter dari kelasnya sebelum Syam memanggil Aleya.
"Mbak Aleya!" teriak Syam dari kantornya yang berseberangan dengan ruang kelas sang adik.
'Oh, tidak … jangan lagi,' gumam Aleya tak menoleh juga tak berhenti.
"Kak … Kakak!" panggil Kija.
"Ah, a-ada apa, Kija?" tanya Aleya pura-pura melamun.
"Pak Syam memanggil Kakak."
Aleya hanya tersenyum kecut.
"Mbak Aleya, bisa ke sini sebentar?" tanya Syam sambil teriak.
"Itu …," Aleya tak menggubris panggilan Syam.
"Ayo, temui Pak Syam. Dia itu baik, lho, Kak."
'Baik? Dari mana baik?' gumam Aleya hanya melempar senyum ke arah sang adik.
"Mbak Aleya!" Lagi, Syam teriak.
"Ayo, Kak. Ih, malu tau banyak yang liatin! Ayo, ah! Buru!" Desak Kija menarik tangan Aleya ke ruang Kepala Sekolah.
"E … e …, Kija-Kija, t-tunggu dulu …," Aleya ingin melepas genggaman sang adik namun apa daya, mereka kini telah berdiri di depan Kepala Sekolah genit, Syam.
"Selamat siang, Pak." Sapa Kija mencium tangan Syam.
"Selamat siang …," Syam ragu ingin mengucap nama.
"Kija, Pak. Nama adik saya," sahut Aleya dingin.
"O-iya-iya, Kija. Yang tadi ada di UKS, ya? Gimana keadaan kamu, Kija? Sudah lebih baik?" tanya Syam basa-basi.
"Sudah, Pak. Bahkan jauh lebih baik."
"Maaf, Pak. Ada apa Bapak memanggil saya? Ini sudah siang dan kami harus segera pulang," jelas Aleya dingin dan ketus.
"Bisa masuk dulu?" tanya Syam menunjuk ruang dalam kantornya.
"Tidak, terima kasih!" sahut Aleya.
Menarik napas panjang, "Tunggu di sini." Ucapnya kemudian masuk ke dalam ruangannya dan mengambil sebuah amplop putih panjang berlogo sekolahnya.
"Ini." Syam memberikannya pada Aleya.
"Apa ini, Pak?" bingung dan penasaran Aleya.
"Permintaan tanda maaf saya atas ulah anak saya."
Kija hanya melihat keduanya bingung dan tak mengerti apa yang sedang dibicarakan oleh kakaknya dan kepala sekolah.
"Saya tak akan menerima jika tak ada kejelasan dan penjelasan, Pak. Maaf." Balas Aleya mengembalikan amplop itu dan menggandeng tangan Kija bersiap meninggalkan ruang Syam.
"Itu beasiswa yang adik Mbak butuhkan."
Aleya menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Syam. "A-apa?"

Bình Luận Sách (64)

  • avatar
    Adilah Syafiqah

    good lucky

    5d

      0
  • avatar
    AmaliaNurul

    kerenn sangatt

    23d

      0
  • avatar
    CaturMahmudah

    seru

    17/05

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất