logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Bab 3 Pemilik Yayasan yang Genit

"Bu Winda, kapan Ibu punya waktu? Kita bisa bahas masalah anggaran sekolah ini di luar sambil makan siang, mungkin."
Bariton seorang pria mengenakan setelan kemeja warna putih dengan dasi warna hitam, celana hitam lurus yang membentuk kakinya agar tampak kurus serta tubuh masih segar untuk seorang pria dengan usia 60 tahun. Dialah Tuan Syam, lelaki paruh baya … katakanlah demikian, pemilik yayasan tempat di mana Kija bersekolah, seorang pria dengan multi talenta, pria dengan pesona dan kharisma di usianya yang tak lagi muda, seorang duda beranak satu, namun sayang, semua talenta dan kharisma yang Syam miliki kadang membuat orang-orang di sekitarnya jengah dan merasa kalau dia adalah orang yang paling pongah di dunia, apalagi bila menyangkut tentang harga diri dan kekuasaan. Selain itu, anggapan uang bisa membuat dunia di tangan kita tampaknya benar adanya. Dengan kekayaan yang dimiliki oleh Syam, dia selalu menebar pesona pada tiap wanita, terutama pada wanita muda yang mulus, dahi licin, pandai bersolek, dan yang penting mau menerima segala kondisi apa pun tanpa banyak mengeluh dan meminta.
"M--maaf, Pak. Tapi, saya sudah ada acara dengan keluarga." Ucap Bu Winda, salah satu guru cantik yang mengajar di sekolah milik Syam sambil menggeser badannya sedikit menjauh dari Syam.
"Kenapa mesti jauh-jauh, sih duduknya, Bu? Nanti jatuh, lho." Gurau Syam dengan tatapan nakalnya mulai melirik ke arah Winda yang terlihat gelisah.
"En--enggak apa-apa, Pak." Balas Winda mulai meremas jari-jari miliknya dan sesekali melirik ke arah luar ruangan milik Syam.
"Ada apa, sih Bu Winda? Sepertinya ada yang sedang dipikirkan? Dari tadi saya lihat Ibu--" Syam mulai menempelkan bahu kirinya di sebelah Winda dan membuat guru cantik itu terkejut.
"Pak, m--mau apa, Bapak?" tanyanya mulai ketakutan.
"Enggak mau apa-apa, cuma saya kok kasihan melihat Ibu agak gelisah dan kaya banyak pikiran gitu." Jelas Syam mengurai senyum nakalnya.
Tok … tok … tok ….
Suara ketukan pintu ruangan milik Syam membuat pria itu segera membuyarkan segala adegan romantis yang sedang ia ciptakan. Sementara Winda, tampak bernapas dengan lega dan bersyukur dengan adanya ketukan pintu tersebut.
'Cih, siapa sih yang berani-beraninya mengganggu kesenanganku?' umpat Syam dalam hati dan tak bisa menyembunyikan kekesalannya.
'Yes, Pak Syam kesal. Terima kasih pada siapa pun itu yang telah mengetuk pintu ruangan 'panas' ini.' Senyum Winda kemudian segera berdiri dan berpamitan dengan Syam.
"Sepertinya Bapak kedatangan tamu dan saya juga masih ada kelas, Pak. Kalau begitu saya permisi dulu, permisi." Tanpa membuang waktu, Winda segera keluar dari ruangan Syam dan berpapasan dengan Sofia ketika menarik pintu ruangan pria itu.
"Bu Sofia,"
"Bu Winda,"
Keduanya sama-sama terkejut.
'Bu Sofia?' gumam Syam segera beranjak dari kursinya dan berjalan ke pintu ruangannya.
"Ah, Bu Sofia." Senyum sumringah Syam.
Winda yang merasakan minyak wangi aroma cengkeh yang biasa dipakai lelaki itu langsung kaku terdiam. "Sa--saya permisi dulu, Bu Sofia." Dengan langkah cepat, Winda bergegas meninggalkan mereka berdua dan kembali ke kelasnya.
"Silakan masuk, Bu Sofia," Syam membuka tangannya dan menyuruh Sofia masuk ke dalam ruangannya diselingi senyum tersirat. "Silakan duduk."
"Terima kasih, Pak." Ucap Sofia merapikan rok panjangnya coklat gadingnya.
"Ada apa ya, Bu? Apa ada masalah?" tanya Syam menyilangkan salah satu kakinya sambil duduk berseberangan dengan Sofia.
"Begini, Pak. Maksud saya datang ke sini adalah untuk membicarakan perihal beasiswa yang disediakan oleh sekolah ini, Pak. Dan kebetulan salah satu murid saya datang dari keluarga yang kurang mampu."
"Hmmm, begitu. Siapa nama murid Ibu?" tanya Syam mengelus-elus dagunya pelan.
"Kija."
"Hah? Siapa? Kija? Hahahhaha …." Syam tiba-tiba tertawa lebar.
"A--apa ada masalah, Pak?" tanya Sofia bingung.
"Tidak--tidak. Hanya saja … Kija? Nama macam apa itu?" Syam tak henti-hentinya tertawa dan itu membuat Sofia geram.
"PAK! Dengan segala hormat, nama itu adalah hadiah terbesar dan terbaik dari orang tua dan juga nama itu adalah DOA!" tegas dan lantang Sofia membalas ucapan sang pimpinan.
Syam langsung berhenti tertawa dan menatap Sofia tajam. "Bu Sofia, Anda berani membentak saya?"
"Maaf, Pak. Tapi itu … karena Anda yang memulainya lebih dulu! Saya hanya meminta Anda bisa bersikap layaknya seorang pimpinan dari sekolah ini!" tegas Sofia sambil mengepalkan tangannya menahan emosi.
Syam terdiam, kemudian tak lama ia berujar, "Suruh keluarganya menghadap saya, Bu Sofia."
Bu Sofia yang kali ini terdiam. Dia tahu betul bagaimana watak dan sikap pimpinannya, apalagi jika bertemu dengan wanita seperti Aleya. Matanya pasti tak akan berhenti menatap wanita cantik itu.
"Bu Sofia … Bu Sofia, kenapa diam? Saya mau salah satu keluarganya datang menemui saya," ucap Syam sekali lagi dengan tegas.
"Oh, b--baik, Pak. Akan saya sampaikan. Kebetulan, salah satu keluarganya ada di sini."
"Benarkah? Kalau begitu tunggu apa lagi? Cepat panggil ke sini!" perintah Syam.
"Tapi, Pak--"
"Tapi apa lagi?" tanya Syam mulai kesal.
"Saat ini salah satu keluarganya sedang menunggu murid saya yang pingsan di kelas, Pak," Sofia tampak ragu menjelaskan.
"Apa? Pingsan kenapa? Ada apa memangnya?"
"Hanya kesalahan yang biasa dibuat anak kecil, Pak. Tapi, saya tak tahu jika anak ini memiliki 'penyakit' lainnya. Mmm … saya juga bingung bagaimana menjelaskannya, Pak. Lebih baik Bapak tanya langsung saja pada keluarganya."
"Bukankah itu yang saya minta dari tadi, Bu Sofia?" suara bariton Syam mulai keluar dari sela tenggorokannya
"Baik, Pak. Akan segera saya sampaikan. Permisi."
Tanpa banyak kata, Sofia langsung keluar dari ruangan Syam dengan tergesa-gesa dan menghampiri Aleya yang masih berada di ruang UKS.
****
"Kija, kenapa kamu belum bangun juga, Sayang? Apa kamu ga sayang Kakak, mama, Dinda? Bangun, Kija … bangun--"
"Mbak."
Suara lembut Sofia menyela di antara ucapan kesedihan dan kekhawatiran Aleya yang masih duduk di samping sang adik.
"Oh, Bu--Bu Guru." Sofia berdiri dan menghapus air matanya.
"Bagaimana Kija?"
Aleya menggelengkan kepalanya. "Belum sadar, Bu."
Sofia menatap lirih keduanya dan berujar, "Pak kepala yayasan ingin bertemu dengan Anda."
"P--Pak kepala yayasan? Siapa, Bu?"
"Namanya Pak Syam, beliau adalah pimpinan sekaligus pemilik dan merangkap sebagai kepala sekolah di sini. Beliau ingin bertemu dengan Anda."
"Bertemu dengan saya perihal apa, ya, Bu?" tanya Aleya dengan mimik wajah bingung
"Ini soal … beasiswa, Mbak. Beliau ingin bertemu langsung dengan calon oenerima beasiswa. Maaf, tadinya saya pikir saya saja cukup untuk membantu mempermudah urusan. Ternyata--"
"Enggak apa-apa, Bu. Saya juga minta maaf karena sudah merepotkan Ibu dengan masalah ini. Baik, saya akan menemui kepala sekolah, Bu." Balas Aleya sambil tersenyum ramah.
"Oh, y--ya, silakan, Mbak. Tahu ruangan kepala sekolah, kan?"
"Iy, saya tahu, Bu. Permisi."
"Mbak," panggil lagi Sofia.
"Ya, ada apa, Bu?"
"Begini, saya sudah terlalu lama meninggalkan kelas, jadi Kija akan saya titipkan pada petugas UKS yang sedang berjaga," ucap Sofia merasa tak enak hati.
"Baik, Bu. Terima kasih."
Akhirnya, tak menunda lagi, Aleya segera pergi menuju ruang kepala sekolah yang tak jauh dari ruang UKS. Sofia hanya menatap nanar ke arah Aleya sembari bergumam, "Semoga dia tak apa-apa."
Tok … tok … tok ….
"Masuk."
"Selamat siang, Pak."
Syam yang tengah menandatangani beberapa dokumen segera memaku netranya kala melihat seorang wanita muda nan cantik juga berparas ayu tengah memasuki ruangannya.
"Selamat siang, Pak." Sapa wanita itu membungkukkan sedikit badannya.
Syam langsung terpaku layaknya sebuah patung. Duduk diam membisu tanpa sepatah aksara keluar dari mulutnya.
"Permisi, Pak. Apa Anda Pak Syam?" tanya wanita itu yang tak lain Aleya dengan sopan dan mengulas senyum manis bergingsul di atas gigi sebelah kirinya.
Namun Syam tetap terpaku menatap ke arah Aleya tanpa mengedipkan netranya.
"Pak … Pak …" Aley tampak kebingungan.
Akhirnya, mau tak mau dia mendekati Syam dan melihat pria tua itu dari dekat. Mata Syam seakan memiliki sinyal akan wanita cantik yang melintas di hadapannya. Matanya mengikuti gerak tubuh Aleya ke kanan-kiri, membuat wanita cantik itu salah tingkah.
"PAK!" Aleya terpaksa meninggikan intonasi suaranya.
"Eh--oh, ya--ya, ada apa?" tanyanya tergagap.
"Apa Anda Pak Syam? Ketua dan kepala sekolah di sini?" Aleya tak mengendurkan senyumnya.
"Ya, saya Syam. Mbak ini--"
"Perkenalkan, nama saya Aleya. Saya diminta Bu Sofia untuk menemui Anda." Balas Aleya mengulurkan tangannya.
Tanpa ragu, Syam langsung mengeratkan kedua tangannya pada Aleya dengan kencang hingga membuat wanita ayu ini tak nyaman.
"Oh, ma--maaf, kekencengan, ya. Silakan--silakan duduk," Syam dengan semangatnya mengantarkan Aleya ke kursi warna putih dengan pinggiran kayu berwarna coklat gelap.
"T--terima kasih, Pak."
"Mau minum apa?"
"Maaf?" tanya Aleya terkejut.
"Mbak, mau minum apa?" tanya Syam mengumbar senyum.
"Tidak, tidak usah, Pak. Saya datang ke sini bukan untuk minum," tolak Aleya dengan halus.
"Ga apa-apa. Di luar kan cuacanya sedang panas. Mungkin Mbaknya kehausan. Sebentar, akan saya suruh penjaga sekolah membawakan air untuk Mbak." Syam segera meraih pintu ruangannya dan memanggil salah satu penjaga sekolah.
'Kenapa perasaanku tak enak, ya?' gumam Aleya memegang dadanya dan terlihat gelisah.
"Tadi, nama Mbak siapa?"
"Aleya, Pak."
"Oh, ya. Ada apa Mbak Aleya? Ada yang bisa saya bantu?" Syam tak hentinya menatap Aleya dengan mata layaknya pria mata keranjang dan berhidung belang.
"Bu Sofia meminta saya menemui Anda, Pak perihal beasiswa yang bisa adik saya dapatkan di sekolah ini," jelas Aleya merendahkan suaranya.
"Oh, ya--ya, Bu Sofia memang ada cerita ke saya soal itu. Siapa itu, Ki--Ki--"
"Kija, Pak?" sahut Aleya menimpali ucapan Syam.
"Ah, ya. Kija, Anda apanya Kija?"
"Saya kakaknya, Pak."
"Ka--kak?" tanya Syam sedikit tak percaya.
Aleya mengangguk. "Apa ada masalah, Pak?"
"Oh, tidak--tidak,"
Tak lama, terdengar suara ketukan pintu di ruangan Syam dan munculah sesosok pria tengah baya mengenakan topi hitam dan kaos warna putih serta celana bahan hitam dan sandal jepit mengantarkan dua gelas es teh ke ruangan Syam.
"Silakan," ucap Syam menawarkan minuman.
"T--terima kasih, Pak," jawab Aleya merasa sungkan.
"Kija ini, apakah anak yang diceritakan oleh Bu Sofia yang sedang pingsan?"
Lagi-lagi Aleya mengangguk. "Be--benar, Pak."
"Jika saya boleh tahu, kenapa adik Mbak bisa sampai pingsan?"
"Belum makan," celetuk Aleya mencari alasan.
"Belum makan? Tapi Bu Sofia bilang adik Anda pingsan karena bertengkar dengan teman sekelasnya?" Syam mulai menunjukkan seriusnya.
Aleya merasa bingung dan mulai gelisah. Jemarinya dieratkan sekencang-kencangnya hingga memerah. Syam yang melihat sikap Aleya tiba-tiba berpindah posisi duduk di sebelahnya. Sadar akan ketidakberesan pada sang kepala sekolah, Aleya segera berdiri dan berkata, "Maaf, Pak. Saya datang ke sini untuk membicarakan tentang beasiswa bagi adik saya. Bila memang sekolah ini tak menyediakan beasiswa, tak apa. Saya akan mencarinya di tempat lain! Permisi!"
Tanpa banyak basa-basi, Aleya segera keluar ruangan sang kepala yayasan hidung belang tersebut dan kembali ke ruang UKS. Sepanjang jalan menuju ruang UKS, Aleya beberapa kali menyeka cairan berwarna putih berbentuk butiran yang acap kali ingin jatuh di pipi mulusnya. Mata yang sedikit basah menandakan ada suatu beban yang sedang dipendam oleh wanita malang ini. Ayah yang tiada berkabar, sang mama yang harus membanting tulang, dan adik-adiknya yang masih memerlukan banyak biaya untuk sekolah.
Sebuah ruangan yang agak besar dengan tanaman nan hijau merambat di depan ruangan tersebut membuat teduh siapa pun yang melangkahkan kaki melewatinya. Sebuah tulisan yang digantung di sebuah papan berbentuk segi empat warna putih bertuliskan 'Ruang UKS', menjadi tempat Aleya menapaki langkahnya.
Netra yang sendu itu menatap nanar sang adik yang belum jua tersadar dari pingsannya, sementara dirinya harus bergumul dengan waktu demi adik-adiknya.
'Ayah, di manakah dirimu? Apa ayah tahu jika Kija sedang menantimu?'



Bình Luận Sách (64)

  • avatar
    Adilah Syafiqah

    good lucky

    5d

      0
  • avatar
    AmaliaNurul

    kerenn sangatt

    23d

      0
  • avatar
    CaturMahmudah

    seru

    17/05

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất