logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Bab 17 Kemenangan

Sungguh ada hati yang terluka menyaksikan dua orang insan terikat dalam pernikahan. Sudut mata Anan seketika berembun di kelopak matanya. Baru kali ini, ia merasa patah hati karena wanita yang selama ini menjadi istrinya tak pernah ia rindukan.
Bukankah di luar tak hujan? Mengapa ada guntur menggelegar? Lalu, dada Anan berdebar hingga sesuatu di dalamnya bergetar. Seraya memberanikan diri menatap mantan istrinya yang baru saja dinikahi oleh Ustaz Rahman. Seorang pemuda sholeh dan baik hati juga kaya.
Wanita yang sudah lima tahun menemani dalam perjalanan hidupnya mengarungi biduk samudra rumah tangga. Seorang istri yang sudah memberinya dua orang anak, tapi ia tinggalkan. Anan, pun menunduk kembali tidak berani menatap kornea mata milik sang mantan istri. Hanya saja tangan dan tubuhnya mulai bergetar. Lepas memperhatikan Ayi bersama Ustaz Rahman, ia di kejutkan dengan tepukkan pelan di bahunya.
"Mas, ayo kita pergi dari sini!" ucap Sarah menepuk bahu Anan pelan.
Anan menoleh ke arahnya, lalu mengangguk dengan malas.
"Ayo!"
Anan mengikuti langkah Sarah menuju ke mobil yang terparkir tidak jauh dari lokasi kejadian.
Sementara kerumunan masa mulai membubarkan diri. Ayi memeluk kedua anaknya setelah dokter Raka mengantarkan ke hadapannya.
"Bunda," panggil Habib menghampirinya.
Segera berlari memeluk Ayi yang masih dalam keadaan kusut sehabis dibuli.
"Habib," seru Ayi.
Ustaz Rahman hanya tersenyum tipis memperhatikan dua bocah yang sekarang sudah resmi menkadi anaknya. Ustaz Rahman berjongkok mensejajarkan tingginya dengan Nara yang berdiri di hadapannya.
"Mulai sekarang panggil ustaz dengan nama, Ayah!" titahnya membingkai wajah Nara.
"Ayah," panggil Nara lembut.
Ustaz Rahman tersenyum simpul mendengar kalimat kata Ayah.
"Mulai sekarang Ayah akan menjaga kalian semua. Kalian adalah tanggung jawabku," ucapnya tersenyum.
"Hore... Nara, punya Ayah baru," ucapnya polos.
Semua mata yang memandang ke arah keluarga kecil itu dengan mata berbinar. Keluarga yang baru saja resmi satu jam yang lalu. Ustaz Iman menghela nafas panjang mengisi paru-paru yang sesak. Ustaz Iman memberikan ucapan selamat kepada kedua pasangan yang baru meresmikan pernikahan.
"Ustaz Rahman, selamat atas pernikahanmu. Semoga menjadi keluarga sakinah, mawadah dan warahmah," kata Ustaz Iman sembari menjabat tangan dan memeluk Ustaz Rahman.
"Terimakasih, Ustaz Iman," balasnya melonggarkan pelukkan.
Pria berkulit putih itu pun segera berpamitan untuk menuju wisma. Pengumuman kemenangan akan segera diumumkan karena dewan juri sudah memutuskan siapa pemenang dalam perlombaan MTQ setingkat propinsi.
"Maaf, Ustaz Rahman. Aku pamit duluan harus segera menuju wisma, pengumuman hasil perlombaan sudah diputuskan," ucapnya.
"Silahkan, Ustaz ," balas Ustaz Rahman mengulas senyum.
Sebelum pria bertubuh tinggi dan berkulit putih tersebut berbalik arah, aku masih bisa menangkap wajah kekecewaan dalam raut mukanya yang teduh.
"Asalamualaikum," ucapnya berpamitan.
"Waalaikumsalam," jawab kami serentak.
Setelah keadaan menjadi sepi kami juga akan memutuskan untuk kembali ke wisma dan membersihkan diri, berganti pakaian.
Jantung Ayi, langsung mengencang detaknya. Lelaki tegap dan berbibir tipis seketika mengenggam erat tangannya saat akan menyeberang jalan menuju ke rumah sakit untuk mengambil obat yang sebagian tertinggal di sana. Tanpa bicara, Ustaz Rahman berjalan disampingnya. Sebelah tangannya mengandeng Ayi dengan erat, yang sebelah lagi mengandeng tangan Nara. Ayi hanya terdiam tanpa berbicara dengan aksi yang ia lakukan. Tak tahu harus apa dan bagaimana.
***
Lepas membersihkan diri dan berpakaian rapi, Ustaz Rahman kembali menemu Ayi di dalam kamar wisma. Pria yang selalu berpakaian rapi itu datang menghampiri Ayi . Pria berhidung bangir itu mendekat ke arah Ayi sembari menatap tajam.
"Sudah siap, Ay?" tanyanya menghampii Ayi.
"Su ... Sudah, Ustaz ," jawab Ayi gugup.
Detak jantung Ayi tak bisa di netral saat ia semakin mendekat.
"Mas ... bukan ustaz," sahutnya mengulas senyum.
Mata Ayi seketika membulat sempurna menatap senyum manisnya yang menggoda. Ustaz Rahman meminta untuk memanggilnya dengan sebutan Mas.
"I... Iya, Mas," jawab Ayi kikuk sembari menetralkan detak jantungnya yang terus berpacu cepat.
"Bunda, apa nanti abang Habib akan jadi pemenangnya?" tanya Nara.
Suara lembutnya terdengar bertanya dengan antusias.
"Insya Allah, Nak. Kun faya kun, jika Allah menghendakki apa pun bisa terjadi," jawab Ayi.
Diusap pipinya yang chabi sembari tersenyum. Wajah imut, bibir merah jambu yang tipis semakin membuat Nara semakin cantik, apalagi dengan hijab warna pink muda yang di padukan dengan gamis berwarna rose gold.
"Ayo!" ucap Ustaz Rahman kemudian sembari menuntun mereka.
Tanpa memandang ke arah Ayi, suara baritonnya terdengar.
Mereka berjalan menyusuri koridor wisma menuju aula tempat pengumuman pemenang perlombaan. Para peserta duduk rapi dan terlihat fokus ke depan saat MC memberi pengarahan.
Ustaz Rahman sengaja memilih tempat duduk di pojokkan agar tidak terlihat sorotan media. Ia tidak mau wajahnya tersorot kamera reporter yang sedang meliput. Acara pengumuman disiarkan secara live oleh pihak penyelenggara. Ada wakil gubenur Jakarta yang juga datang menghadiri penguman pemenang. Wakil gubenur akan menyerahkan piala berikut hadian utama sebesar 100 juta. Kepala gubenur tidak hadir karena ada urusan yang harus diselesaikan secara mendadak.
Detik yang sangat menegangkan terjadi di antara penonton. Mereka ikut deg-degan sama seperti yang aku rasakan menantikan pengumuman lomba. Ayi meremas ujung hijabnya agar mengurangi rasa tegang yang bergelanyut dalam dadanya. Ustaz Rahman meremas jemari tangannya yang terasa dingin seperti es. Seakan tahu akan ketegangan yang Ayi rasakan, ia menenangkannya sembari tersenyum kearah sang istri.
"Tenanglah, Ay! Gak usah tegang begitu," ucapnya dengan suara rendah.
"I... Iya, Mas," sahutnya berusaha tersenyum semanis mungkin di hadapannya.
Aula ini terasa sempit bagi Ayi karena merasakan sesak dan terharu. Di satu sisi Ayi merasa canggung ada lelaki yang kini resmi menjadi suaminya. Di sisi yang lain Ayi merasa gugup menanti penguman tiba. Detik selanjutnya MC mengumumkan pemenang perlombaan dari nomer urut paling bawah yaitu nomer urut tiga.
"Hadirin sekalian, juara MTQ untuk tingkat sepropinsi akan segera diumumkan. Juara ketiga, jatuh pada peserta dari DKI Jakarta bernama, Sholihin berumur 15 tahun," ucap MC.
Riuh tepuk tangan para penonton memenuhi aula yang dihadiri ratusan pengunjung. Para awak media menyorot pria berwajah oval tersebut naik ke atas panggung.
Selanjutnya MC mengumumkan juara dua yang jatuh pada propinsi Aceh atas nama Abyan.
Jantung Ayi semakin berpacu dengan cepat tak karuan ketika mc menyebutkan nama Habib yang menjadi juara utama setingkat propinsi.
"Dan juara satu pemenang tingkat perlombaan MTQ tahun 1442 Hijriah jatuh atas nama, Habib Adelio bin Anan Adelio berumur 11 tahun dari propinsi Sumutara Utara Medan, Kabupaten Deli Serdang," ucap MC mempersilahkan Habib maju kedepan.
Deg.
Jantung Ayi terasa berhenti berdetak seketika saat mendengar nama Habib, di sebutkan menjadi pemenang lomba setingkat propinsi. Kamera para wartawan langsung menyorot pada Habib yang saat itu langsung berjalan di atas panggung.
Ayi bersujud syukur langsung menjatuhkan diri detik itu juga.
"Alhamdulillah," ucapnya dengan air mata terurai.
Tidak disangka Habib akan membawa nama harum wilayah propinsi Sumatra Utara. Habib menjadi juara satu dalam perlombaan MTQ kali ini.
Kamera para wartawan dari berbagai stasiun telivisi langsung mengarah pada Habib. Bocah berusia sebelas tahun tersebut. Acara ini disiarkan langsung oleh salah satu stasiun swasta telivisi. Di saksikan oleh seluruh masyarakat indonesia.
Begitu pun juga dengan l Anan seketika melihat wajah Habib yang muncul menjadi berita viral, ia langsung mendatangani temapat di umumkan perlombaan dengan rasa bangga.
Saat itu Anan membuka acara berita di salah satu stasiun telivisi. Wajah Habib muncul dan menjadi sorotan media masa. Segera ia memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju tempat acara berlangsung.
"Habib," panggil Anan ketika berdiri di depan panggung aula.
Anan mengelus dada, matanya terlihat berkaca-kaca.
Wakil gubenur maju ke depan untuk menyerahkan piala pengahargaan atas prestasi yang di raih Habib. MC meminta aku untuk naik ke panggung mendampangi Habib.
Air mata Ayi sudah merebak menutupi kelopak yang terasa basah. Teringat perjuangannya bagaimana mengasuh dan membesarkan Habib, meraih kemenangan dan menjadi kebanggaan semua orang. Terlebih mengharumkan nama propinsi asal mereka.
Begitu wakil gubenur meminta Habib, memanggil wali untuk mendampinginya di atas panggung matanya terlihat berkaca-kaca.
"Nak, panggil ayahmu untuk naik ke atas pentas biar mendampingimu! Ayahmu, mana, Nak?" tanya wakil gubenur.
Netra Ayi seketika menangkap sesosok pria berjas hitam dan memakai dasi maju dua langkah ke depan. Yah, Anan maju ke depan hendak melangkahkan kakinya mendampingi Habib menerima piala, piagam penghargaan.
"Ayah Rahman Maulana," ucap Habib menunjuk pada Ustaz Rahman ke arah pojokkan kanan yang berdiri sembari mengulas senyum.
Langsung saja Anan mundur kembali kebelakang. Wajah Anan ketika menunduk lesu saat yang di tunjuk bukanlah dirinya mendampingi Habib untuk menerima penghargaan.
Ustaz Rahman melangkah dengan santai ke atas panggung. Senyumnya yang kharismatik menampakkan barisan gigi yang rapi terasa manis memikat siapa saja yang melihatnya. Sementara Anan hanya memandang dari kejauhan dengan mata yang betkaca-kaca. Hatinya terasa perih, mendengar nama Rahman yang disebutkan sebagai wali Ayah yang mendampinginya saat menerima piala dari wakil gubenur.
Tepuk tangan meriah dari para hadirin yang menyaksikan pemberian piala. Sebuah penghargaan yang di berikan pada Habib telah membuktikan bahwa anak yang dia hina dekil dan kumal kini berhasil mengharumkan nama orang tuanya. Detik itu juga Anan berteriak sembari memanggil nama Habib. Air matanya berurai membasahi pipinya. Ia bersimpuh di hadapan orang banyak sembari terisak.
"Habib...."
***
Bersambung.

Bình Luận Sách (315)

  • avatar
    Abdullahjuju

    Cerita yang menarik, apabila membaca, terasa diri ini dlm kisah cerita ini... 👍

    03/02/2022

      0
  • avatar
    Erlina Diana

    ok 👍

    13d

      0
  • avatar
    putriputri

    ditunggu cerita berikutnya

    31/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất