logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Bab 5

Menumbuhkan rasa percaya diri memang sulit.
***
Ibu Juli pagi-pagi sekali sudah menyiapkan sarapan untuk anak kembarnya. Dia meletakkan beberapa piring dan tudung nasi di atas meja. Seusai semuanya beres, dia melangkahkan kaki ke kamar anaknya dan mengetuk pintu kamar, tapi tak ada sahutan sama sekali. Diketuknya lagi pintu itu sampai akhirnya Arba membuka pintu tersebut.
"Eh..., ibu," kata Arba sambil meringis.
"Makan, sudah ibu siapkan," ujar Ibu Juli lalu kembali ke meja makan.
Arba mengangguk dan masuk ke kamar untuk membangunkan Arman yang masih tertidur lelap. Digoyang-goyangkan bahu saudara kembarnya itu, tetap saja Arman tak berkutik masih tak mau bangun. Arba yang mulai kesal mengambil sebuah botol berisikan air minum yang ada di tasnya, kemudian dia menguyurkan air tersebut pada wajah Arman, spontan Arman terbangun dari tidurnya. Arba terrtawa puas karena Arman terbangun dengan wajah dan baju basah kuyup.
Dengan muka kesal, Arman menjitak kepala saudaranya. Tak mau kalah, Arba juga menjitak balik kepala Arman dengan keras.
"Ayo makan," ajak Arba menyudahi gurauannya dengan Arman, lalu berjalan keluar dari kamar diikuti oleh Arman menuju meja makan.
Setibanya di meja makan keduanya mengambil nasi dan lauk yang ada dihadapan mereka. Ibu mereka memang ibu yang terbaik, selain pekerja keras, dia juga pandai memasak. Dengan lahap mereka memakan makanan itu sampai habis.
"Gimana masakan ibu, enak?" tanya Bu Juli.
Arba dan Arman mengangguk serempak.
"Masakan ibu lebih enak daripada masakan di restoran karena ibu masak pakai cinta," kata Arman nyengir.
"Anak ibu bisa saja."
"Gombal lo," celetuk Arba menahan tawa. "Pinter doang ngegombalin ibu, coba sekali-kali gombalin cewek!"
"Nggak ada yang digombali di kampus gue. Mana ada cewek yang suka sama gue," jawab Arman. Jujur ada seseorang di kampusnya yang dia sukai, tapi dia sadar cewek itu tak mungkin menyukainya karena dirinya bukan orang yang pintar. Tipikal yang orang dia sukai pintar, dan pastinya berprestasi di kampus. Arman hanya mengubur perasaannya dalam-dalam pada cewek teman satu kelasnya itu, biarlah perasaannya hilang sendiri seiring berjalannya waktu.
"Tapi kalau cewek yang lo suka pasti ada?" Arba tak mau kalah berargumentasi.
"Sok tahu!" Arman mengelak pembicaraan Arba lalu menghampiri saudara kembarnya dan berbisik, "Lo bener, tapi gue sadar gue siapa."
"Gue bisa bantu lo," Arba berbalik berbisik.
"Kagak usah," bisik Arman lagi.
Arba mengangguk mengalah, padahal niatnya baik ingin menyatukan Arman dengan seseorang yang dia taksir. Apa daya Arman tak menyetujuinya maka Arba mengurungkan niatnya.
***
"Cewek yang lo suka siapa, sih?" tanya Arba, kepo. Dia masih teringat perkataan Arman tadi pagi. Arman yang sedang minum air putih tersedak karena tiba-tiba Arba menanyakan hal tersebut kepadanya.
"Nggak usah bahas," jawab Arman sambil terbatuk. Dia hanya tak ingin membahas hal itu lebih lanjut sebab menyakitkan batinnya. Sebagian orang pasti tahu mengharapkan seseorang yang tak pernah mengharapkanmu menyakitkan.
"Gue bakal bantu lo, Man!" Arba berkata yakin, berusaha meyakinkan saudara kembarnya. Tetap saja Arman menggeleng, dan bersikeras bahwa ide Arba merupakan hal gila. Dia hanya tak mau memperkeruh suasana.
Arba mengangguk mengerti dan tak memaksa Arman lagi.
"Jalani aja misi kita, nggak usah mikirin cinta," kata Arman sebelum berjalan kamar untuk mengembalikan gelas ke dapur dan beberapa saat kembali.
Arman menatap Arba lekat dan kadang dia berpikir apakah dirinya punya kelebihan yang tak dipunyai Arba. Pikiran itu terus ada dibenaknya.
"Ba, gue mau nyanyi,"ucap Arman tiba-tiba. Arba yang sedang menatap laptop menoleh dan mengangguk.
Arman pun mengambil gitar yang ada di bawah kolong tempat tidurnya dan mulai memetik gitar, lalu menyanyikan sebuah lagu berjudul "Manusia Biasa"
Aku memang manusia biasa yang tak sempurna dan kadang salah.
Namun di hatiku hanya satu.
Cinta untukmu luar biasa.
Arba yang mendengar suara Arman kagum. Suara Arman sangat luar biasa, dirinya saja tak punya suara sebagus itu. Arba bertepuk tangan dengan keras tanda memuji.
"Bagus suara lo, gue suka!" puji Arba.
"Bohong." Arman menepuk jidatnya sendiri, rasa tak percaya dirinya kambuh.
"Gue serius!" seru Arba. "Lo harus yakin sama diri lo sendiri."
"Gitu, ya?"
"Iya."
Arman paham apa yang dimaksud Arman. Ya, benar apa yang dikatakan Arman, setiap orang pasti punya kelebihan dan kekurangan masing-masing.
"Di kampus lo ada ajang lomba nyanyi?" tanya Arman pada Arba.
"Ada. Ikutan aja, lumayan kalau menang dapat duit." Arba berkata masih fokus dengan laptopnya. "Kampus gue sering kok ngirimin mahasiswa yang berbakat buat diikutin lomba nyanyi."
"Oke, gue mau ikutan kalau ada lomba. Cara daftarnya gimana?"
Arman berbaring di tempat tidur sambil berkhayal menjadi idola di kampus Arba.
"Biasanya kalau ada pengumuman di tempel di depan perpustakaan. Tahu, kan, perpustakaannya di mana?"
Arman menggeleng.
"Lantai 2. Payah nggak hapal-hapal," Arba menggelengkan kepalanya.
Arman tak menanggapi perkataan Arba melainkan dia terus menerus berkhayal.
"Lo dengerin gue ngomong nggak?" Arman menggulangi perkatannya dengan nada tinggi.
"Denger! Sumpah lo galak banget kayak kakek sihir!" Arman terkekeh sambil melemparkan sebuah gulungan kertas yang ada di dekatnya.
Perasaan Arba sebal karena Arman mengatakan bahwa dia seperti kakek sihir. Biarlah pikirnya, walaupun dia galak , otakknya jalan. Ditambah lemparan kertas yang dia terima. Tak mau kalah, Arba melempar balik gulungan kertas yang langsung mengenai wajah Arman, Arman mengumpat kesal tak karuan.
"Sialan!" umpat Arman lagi.
Arba hanya tertawa sejenak dan mulai fokus mempelajari materi yang akan digunakan untuk UTS besok senin. Rasa kantuk dan malas mulai mendatangi, tapi dia tak boleh terlena dengan rasa itu. Harus tetap fokus pada materi.
"Lo belajar lama amat?" tanya Arman, berusaha menganggu konsentrasi Arba.
"Diem lo, jangan ganggu gue!" seru Arba sedikit kesal. Dia hanya tak suka ada yang menganggunya saat dirinya berkonsentrasi penuh walaupun itu saudara kembarnya sendiri.
Arman hanya mengangguk, tanda mengerti.
Beberapa saat setelah berucap, Arman bosan karena hanya berdiam diri. Akhirnya, cowok itu memilih tidur.
Arba sudah selesai belajar dan dia menutup laptopnya, lalu menuju ke tempat tidurnya. Dilihatnya Arman sudah tertidur lelap.
"Udah molor aja ini orang!" Arba menggelengkan kepalanya.
Arba langsung tidur disebelah Arman, tapi setelah belajar rasa kantuk itu hilang seketika. Entah kenapa.
"Sebenernya gue yakin lo punya bakat yang nggak gue punya," gumam Arba sambil menatap saudara kembarnya yang sudah terlelap dalam tidurnya. Arba menghela napas panjang. "Semoga rencana kita akan selalu baik-baik saja. Gue tahu misi yang kita lakukan salah, Man."

Bình Luận Sách (210)

  • avatar
    Leni Meidola Putri

    cerita nya sangat menarik

    28/05/2022

      0
  • avatar
    channelBASRI PUTRA

    semangat dan semoga ke depannya akan ada terus cerita cerita yang lebih menarik.!!!

    22/12/2021

      0
  • avatar
    JuniantoRizki

    bgs

    22d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất