logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Bab 4

Apa aku sudah terlambat?
Emma melirik sekitar dengan panik, setengah berlari menaiki tangga menuju kelasnya. Untuk pertama kali dalam sejarah hidupnya, ia terlambat datang ke sekolah. Ini semua terjadi karena ulah Dean dan komplotan gilanya. Mereka bermain musik dengan sangat keras, sehingga Emma kesulitan untuk tidur. Bukan hanya itu saja, tetapi, Dean juga dengan iseng memanggil-manggil namanya lewat balkon rumah Justin di tengah malam.
Dasar gila.
Kakinya berhenti di depan pintu kelas yang terbuka lebar, napasnya masih tersengal-sengal. Tetapi, ia bersyukur karena guru yang mengajar belum datang. Ia melangkah ke dalam dengan cepat, tersenyum tipis kepada Edmund—sahabatnya—yang melambai dan menuju kursinya. Tanpa sadar, matanya mengarah ke kursi kosong yang berada di belakang kursinya—tempat Dean.
Apa pemuda itu belum datang?
Biasanya setiap pagi, Dean selalu berada di kelas bersama Alex dan Justin. Ketika ia duduk, Dean akan selalu menyapanya dengan manis meski terkadang Emma mengabaikannya.
Eh, tunggu ... kenapa rasanya ia menginginkan sapaan dari pemuda itu? Tidak, Emma sama sekali tidak berharap.
Emma mendaratkan diri di atas kursi, setengah mengempaskan tubuhnya. Kendati guru belum datang, ia tetap membuka bukunya dan mempelajari beberapa bab yang belum pernah diajarkan. Sekitar 15 menit berlalu, ketua kelas datang entah dari mana sambil membawa setumpuk kertas, mengatakan kalau guru yang mengajar berhalangan untuk datang.
Semua orang langsung bersorak senang mendengarnya, kecuali Emma yang tidak bereaksi. Dengan cepat, mereka membentuk kelompok-kelompok kecil dan mulai membahas ini-itu. Kelas yang tadinya hening, kini lebih terlihat seperti pasar; sangat berisik. Ada pula yang mulai memposisikan diri di atas meja untuk tidur, sementara sisanya adalah orang-orang yang tidak tahu mau melakukan apa seperti Emma.
Emma sendiri sebenarnya bisa ikut bergabung, hanya saja ia merasa tidak cocok dengan mereka. Apa yang ia sukai sangat berbeda dengan apa yang mereka sukai, jadi percuma saja. Rasanya canggung kalau ia ikut berkumpul, ia tidak tahu ingin mengatakan apa.
Hanya dua orang yang selama ini satu frekuensi dengannya: Sofia dan Edmund. Mereka sudah Emma anggap sebagai sahabat baiknya. Sayangnya, Sofia tidak sekelas dengannya tahun ini. Sedangkan Edmund kini telah teler di atas meja. Ia bekerja paruh waktu setiap malam, jadi Emma mengerti kalau setiap ada kesempatan, Edmund akan tidur.
Emma lantas kembali membaca bukunya sampai pelajaran berikutnya datang. Waktu tidak terasa berlalu dengan cepat, hingga bel istirahat terdengar. Emma membereskan buku-bukunya dan menyimpannya di dalam laci meja. Saat berbalik ke belakang, matanya lagi-lagi melirik bangku Dean yang kosong. Sudah jelas ia tidak akan datang hari ini.
Tetapi kenapa? Pasti ada alasannya.
Kalau sakit, rasanya tidak mungkin. Kemarin Dean terlihat sehat-sehat saja, bahkan menghabiskan waktu semalaman bermain musik di rumah Justin. Apakah mungkin Dean memiliki urusan penting semacam urusan keluarga dan sebagainya? Emma tahu benar kalau Dean bukan orang yang akan absen, hanya karena hal sepele.
Ya, mungkin seperti itu.
Emma menopang dagunya dengan tangan. Tiba-tiba saja merasa aneh pada dirinya sendiri. Kenapa ia seolah-olah tengah mengkhawatirkan pemuda itu? Kenapa ia harus pusing memikirkan segala kemungkinan Dean tidak datang? Ini 'kan bukan urusannya.
Emma menghela napas pendek. Ia bangkit dari kursi saat Sofia melambai dari balik jendela, menyuruhnya untuk keluar. Ia memanggil Edmund yang mengangguk, menyuruhnya pergi lebih dulu dengan isyarat tangan saat ia kembali berbaring di meja. Sepertinya lelah sekali.
“Ayo ke kantin!”
“Oke.”
Sofia menarik tangan Emma melewati koridor yang sangat ramai. Mereka mengambil jalan lain menuju lantai satu di mana kantin berada. Biasanya, Sofia memiliki tempat di bagian pojok yang berdampingan dengan temannya (tipikal murid populer), sekalipun kantin dipenuhi lautan murid kelaparan.
“Katanya hari ini ada menu baru,” ujar Sofia. Ia meraih lengan Emma dan menariknya menuju tangga lain yang lebih sepi.
“Menu apa?”
“Aku tidak tahu apa namanya, tapi semacam salad. Bagus untuk diet.”
“Oh.” Emma mengangguk. Ia tidak terlalu memperhatikan menu makanan yang disiapkan di kantin. Selama makanan itu enak dan mengenyangkan, ia tidak akan memprotes. Tetapi, Sofia sangat peduli karena katanya ia harus menjaga proporsi tubuhnya agar tetap langsing. Yah, lebih tepatnya dalam kamus Emma: kurus bak tengkorak. Ia tidak mengerti kenapa Sofia terobsesi dengan hal itu.
Sofia mendorong pintu kaca kantin dan mereka harus berdesak-desakan untuk pergi ke tempat antrian. Jam istirahat pertama memang yang paling padat. Jika Emma tidak bersama Sofia, biasanya ia lebih memilih jam istirahat kedua yang lebih sepi.
“Eh, Dean tidak datang, ya?” Sofia terdengar berbisik di belakangnya.
Emma hanya mengangguk tanpa mengatakan apa pun. Pandangannya mengedar ke sekeliling, tanpa sadar tertuju pada meja yang selalu ditempati oleh Dean dan teman se-gengnya. Di sana sudah ada Alex dan Justin. Emma tidak sengaja bertemu pandang dengan Alex yang sedang makan. Pemuda itu langsung menyeringai sambil menaikkan satu alis, kemudian ia menyenggol Justin yang duduk di sampingnya.
Justin tampak mengatakan sesuatu pada Alex dan keduanya tertawa. Mereka lalu melirik Emma dengan senyum sok manis yang mencurigakan. Mereka membicarakannya? Gadis itu menyipitkan mata sebelum membuang muka.
Jangan bilang mereka membicarakannya dengan Dean? Untuk alasan yang tidak masuk akal, Emma takut kalau mereka akan memberitahu Dean tentang hal ini.
Aishh, kenapa memikirkan Dean lagi?
Emma menggeleng dan mengambil makanannya dengan cepat. Ia mengikuti Sofia menuju tempat biasa mereka makan. Berusaha tidak memedulikan tatapan Alex dan Justin yang masih terarah padanya, Emma menyendokkan makanan ke mulutnya dengan lahap. Sofia benar, kantin menyediakan salad baru yang rasanya sangat enak.
Sofia mulai berceloteh tentang majalah keluaran terbaru yang ingin ia beli. Emma hanya menanggapi seadanya sembari mengangguk-angguk. Suasana hatinya entah kenapa berubah drastis saat kembali mengingat Dean.
Ada apa sih dengannya?

Bình Luận Sách (23)

  • avatar
    Kamu 221Didik

    hebat

    13/07

      0
  • avatar
    Farin Farin

    Verry good story

    20/06

      0
  • avatar
    lindarosa

    Aku suka cerita ini, ringan, tipe anak remaja yang lagi nakal-nakalnya, apalagi ini latarnya western kan jadi seru aja bacanya👍🌹 semangat kaka author😘

    17/05

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất