logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Summer Dusk

Summer Dusk

kuemanisan


Prolog

“Oh astaga, apa ini. Emma Cassell, urutan kedua—lagi.”
Ah, ya ampun.
Emma merotasikan bola matanya malas. Ia berbalik dan menatap jengkel Dean yang berdiri di belakangnya, terkekeh puas dengan satu alis terangkat angkuh.
Ck, ia pamer lagi.
Apa mereka harus mengulang perdebatan yang sama setiap akhir semester?
Emma sudah menduga kalau Dean akan mengatakan kalimat menjengkelkan itu setelah melihat skor akhir mereka di semester tiga ini. Selama tiga kali berturut-turut, pemuda itu selalu berhasil menempati urutan pertama, sementara Emma selalu berada di urutan kedua.
Ia sudah belajar mati-matian, tetapi tetap saja tidak bisa melampaui nilai Dean. Karena hal itu pula, Dean jadi sering mengejeknya. Tetapi, sebenarnya bukan itu masalah utama yang mengganggunya, melainkan ajakan gila Dean untuk berkencan setiap kali nilai Emma lebih rendah.
Di tahun pertama, Dean pernah menyatakan perasaannya. Tepatnya di akhir semester satu. Waktu itu, keduanya harus tinggal di kelas untuk menyelesaikan tugas piket. Teman-temannya yang lain sudah pulang lebih awal. Dean datang menghampirinya dengan percaya diri dan bilang, “Emma Cassel, sepertinya aku tertarik padamu. Jadi, ayo pergi berkencan dan menjadi sepasang kekasih.”
Sungguh gila.
Emma tidak tahu apa yang salah pada otak pemuda itu. Jelas-jelas, ia tidak ingin menjalin hubungan dengan siapa pun. Kehidupan percintaan hanya membuang-buang waktunya, uangnya, dan tentu saja tidak ada gunanya. Emma hanya berambisi untuk menempati peringkat teratas agar ia bisa lolos ke universitas pilihannya. Memang masih lama, tetapi ia ingin mempersiapkannya dari sekarang.
Saat itu, ia langsung menolak ajakan Dean. Ia tidak tahu kalau pemuda itu adalah berandal gila yang pantang menyerah begitu saja. Tanpa malu, ia selalu mengatakan perasaannya secara gamblang dan kembali mengajak Emma untuk berkencan, sekalipun telah ditolak berulang kali.
Barangkali Dean memang sudah gila.
“Sudah kubilang terima saja permintaanku untuk berkencan dan kau akan menempati urutan pertama dengan mudah,” ujar Dean. Ia menunduk, mensejajarkan wajahnya dengan Emma hingga gadis itu spontan mundur ke belakang. Dean menyeringai manis. “Aku dengan senang hati akan menjawab salah beberapa soal ujian. Hanya agar kau mau berkencan denganku. Serius.”
Emma menghela napas dan memutar bola matanya. Ia tidak sepayah itu untuk langsung menyerah.
“Tidak mau,” jawabnya tegas sembari mendorong Dean untuk menjauh darinya. “Nilai kita hanya berbeda 30 poin dan aku pasti akan melampauimu di semester depan. Lihat saja, aku akan belajar lebih keras lagi.”
Dean terkekeh. “Benarkah? Kenapa kau harus mengambil jalan sulit seperti itu? Hanya setuju untuk berkencan denganku dan kau bisa—”
“Ada banyak perempuan di sekolah ini dan kenapa kau selalu menggangguku?” Sela Emma berdecak kesal. Ia tidak tahu kenapa pemuda ini gigih sekali untuk mendekatinya. “Kau bisa berkencan dengan siapa saja. Mereka pasti tidak akan menolakmu.”
Dean menggeleng. “Tapi aku hanya menginginkanmu.”
Emma mengerjap. Ia menatap mata Dean yang memancarkan keseriusan dan cepat-cepat mengalihkan pandangan. Tidak mungkin Dean serius dengan ucapannya, bukan?
'Jangan termakan rayuannya, ia hanya ingin mempermainkanmu,' tekan Emma dalam hati.
“Aku sama sekali tidak tertarik pada perempuan lain. Hanya kau satu-satunya yang sebanding denganku dalam semua hal, terutama pelajaran. Aku lebih suka seseorang yang mengedepankan isi otaknya daripada penampilannya,” sambung Dean, kali ini tersenyum tipis saat mengatakan bagian terakhir.
“Jadi maksudmu ...” Emma menunduk dan menelisik seragamnya sendiri—tepatnya caranya berpakaian. Ia memakai kemeja yang agak kebesaran, rompi, dasi, rok kotak-kotak berwarna hitam abu-abu yang berada pas di lutut, kaos kaki putih setinggi mata kaki dan flat shoes. Ia lantas kembali mendongak menatap Dean yang tersenyum separuh. Apa pemuda itu tengah mengejeknya? “... maksudmu ... maksudmu penampilanku jelek?”
Dean tertawa kecil. “Tidak jelek, tapi bisa dibilang penampilanmu agak ...” ia berhenti sesaat, pandangannya jatuh pada rok Emma. “Bukankah rokmu terlalu panjang? Aku tidak bisa melihat pahamu sedikit pun.”
Berengs*k. Berandal gila ini memang hanya ingin mempermainkannya!
“Kau tidak akan melihat apa pun!” sembur Emma kesal, sementara Dean terkekeh.
Dean sebenarnya hanya bercanda, tetapi Emma sudah mulai menggerutu tidak jelas dan berbalik. Ia melangkah cepat meninggalkan koridor yang sepi sambil menghentakkan kaki.
Dari kejauhan, Dean masih memperhatikan Emma sampai gadis itu menghilang dari pandangannya. Ia mengembuskan napas berat dan menyisir rambutnya dengan tangan.
Apa Emma benar-benar tidak tertarik padanya? Mengingat bagaimana ekspresi ketus gadis itu membuatnya tidak bisa menahan kekehan. Emma rupanya masih menganggapnya sebagai berandal gila yang suka bermain-main dengan para gadis.
Rasanya sulit sekali, ya? Kenapa ia harus jatuh cinta pada gadis yang tidak ingin menjalin hubungan seperti Emma?
Tetapi, sekalipun Dean berusaha menghilangkan perasaannya dengan mengencani banyak gadis, ia tetap saja terbayang-bayang sosok Emma Cassell. Ia tidak bisa melupakan gadis itu sampai kapan pun. Gadis yang menarik perhatiannya di hari pertama ia menginjakkan kaki di sekolah ini.
“Emma Cassell, aku tidak akan pernah menyerah. Lihat saja, kau akan menjadi milikku sebelum musim panas ini berakhir,”  gumamnya percaya diri.

Bình Luận Sách (23)

  • avatar
    Kamu 221Didik

    hebat

    13/07

      0
  • avatar
    Farin Farin

    Verry good story

    20/06

      0
  • avatar
    lindarosa

    Aku suka cerita ini, ringan, tipe anak remaja yang lagi nakal-nakalnya, apalagi ini latarnya western kan jadi seru aja bacanya👍🌹 semangat kaka author😘

    17/05

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất