logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

6. Bertemu Teman Lama

"Tuan, ada apa?"
"Cepat panggil dokter ke sini! Gadis bodoh ini sudah membuatku gila!"
Lelaki paruh baya itu kemudian keluar dan memanggil dokter. Tak lama kemudian, seorang dokter datang bersama dua orang perawat.
Sementara lelaki itu masih berusaha menahan Zahrana yang terus berontak meminta untuk dilepaskan. Tubuhnya yang kekar memeluk Zahrana dengan erat sambil memegang tangan gadis itu yang ingin kembali melukai dirinya.
"Bodoh! Apa kamu pikir dengan mati masalahmu akan berakhir? Dasar gadis bodoh!"
Zahrana tidak peduli. Rasanya dia sudah lelah dan ingin mengakhiri hidupnya yang baginya sudah tidak lagi berharga. Dia muak dengan perlakuan dunia padanya. Tidak ada yang memperlakukan dirinya selayaknya manusia, selain ibunya yang kini telah meninggalkannya.
"Lepaskan aku! Lebih baik aku mati daripada hidupku seperti ini. Aku mohon lepaskan aku agar aku bisa kembali bertemu dengan ibuku!" Zahrana menangis dengan air mata yang sudah membasahi wajahnya, hingga tubuhnya terkulai lemas saat dokter menyuntikkan obat penenang padanya.
Tubuh gadis itu kembali dibaringkan. Wajahnya basah dengan air mata. Dokter dan perawat kembali menjahit luka di pergelangan tangannya dan pergi setelah selesai melakukan tugas.
Lelaki itu kini duduk di samping Zahrana yang kembali tak berdaya. Tubuh gadis itu lemah dengan sesenggukan yang sesekali terdengar. Air mata di wajahnya mengalihkan pandangan lelaki itu, hingga tanpa sadar tangannya perlahan menyeka sisa air mata yang masih basah di wajah Zahrana.
"Apa perbuatanku terlalu kejam, hingga membuatmu ingin mengakhiri hidupmu? Apakah sebejat itukah diriku di matamu? Ah, andai saja dia bisa sepertimu, aku mungkin tidak akan melakukan perbuatan dosa yang membuatku membenci diriku sendiri."
Lelaki itu adalah Zafran Winata, lelaki berumur 28 tahun yang ternyata memiliki segalanya. Terkecuali cinta yang direnggut karena ketidakpercayaan. Cinta yang dikhianati dan dinodai oleh wanita yang sangat dicintainya.
Zafran adalah salah satu pemilik perusahaan yang cukup punya nama. Dia memiliki omset kekayaan yang ditinggalkan mendiang ayah dan kakeknya. Perusahaan dan harta warisan yang tidak akan habis dimakan hingga tujuh turunan.
Perjalanan cintanya rupanya tidak seberuntung perjalanan karirnya. Istri yang dinikahinya sejak setahun lalu rupanya ingin mempermainkannya. Wajah tampan nan rupawan dan harta yang melimpah, rupanya tidak cukup untuk membuat istrinya bertahan.
Perjalanan mahligai rumah tangga yang dia anggap didasari dengan rasa cinta, rupanya hanya permainan semata. Istrinya tega menghancurkan hatinya dan meninggalkan dirinya tanpa alasan, hingga akhirnya dia tahu kalau istrinya menikah dengannya hanya karena terpaksa atas dorongan ibunya.
Zafran menarik napas dan mengembuskannya kasar saat mengingat kembali peristiwa kelam yang sudah membuatnya terluka. Lelaki itu kemudian bangkit dan berjalan menuju jendela kaca dan menatap burung-burung gereja yang beterbangan bebas.
Kembali, dia meraih satu batang rokok dan mendarat di bibirnya. Embusan angin membawa asap rokok, hingga menyeruak di dalam ruangan. Tak peduli dengan peraturan yang melarang merokok di tempat itu. Nyatanya, dia begitu bebas membuat kepulan asap yang keluar dari mulutnya.
Dua puntung rokok teronggok di atas meja. Rasa bosan mulai mengganggunya, hingga sesekali dia menatap Zahrana yang masih tak bergerak.
"Ah, kenapa aku masih berada di tempat ini dan menemani gadis bodoh itu? Andai saja aku tidak bertemu dengannya, aku pasti sudah bersenang-senang sekarang."
Lelaki itu menyandarkan punggungnya di sandaran sofa. Walau kesal, nyatanya dia tidak bisa meninggalkan Zahrana. Dia khawatir jika gadis itu kembali menyakiti dirinya sendiri. Walau baru pertama kali bertemu, tetapi nuraninya tidak bisa mengelak saat melihat aksi bunuh diri yang tentu saja tidak bisa dibiarkan olehnya.
Tiba-tiba, pandangannya teralihkan saat Zahrana bergerak perlahan. Sontak, dia mendekati gadis itu saat melihatnya ingin bangkit dari tempat tidurnya.
"Jika sekali lagi kamu berusaha bunuh diri, silakan saja, aku tidak akan lagi melarangmu. Jika kamu ingin mati, mati saja, aku tidak peduli!" seru Zafran yang menatap lurus ke arah Zahrana.
"Maaf, aku tidak akan melakukannya lagi. Aku tidak ingin bertemu ibuku dengan cara seperti itu. Terima kasih karena sudah melarangku melakukan perbuatan dosa, tetapi aku mohon, tolong biarkan aku pergi."
Zahrana menundukkan wajahnya seakan tak ingin memperlihatkan air matanya yang perlahan jatuh.
"Pergi? Apa kamu tahu berapa banyak uang yang aku keluarkan untuk membiayaimu di rumah sakit ini? Apa kamu tahu berapa banyak uang yang aku keluarkan untuk membayar orang yang membawamu ke rumahku untuk melayaniku? Apa kamu bisa mengembalikan semua uang itu padaku? Ah, satu lagi. Lihat hasil perbuatanmu itu padaku!" Zafran menunjuk ke arah kepalanya yang tertutup kain kasa.
Zahrana semakin menunduk dengan suara tangisan dan sesenggukan yang kini terdengar. Air matanya jatuh, hingga membasahi tangannya yang mengepal.
"Aku tidak meminta untuk datang ke rumahmu. Aku telah dijual oleh ayahku sendiri dan berakhir di dalam kamarmu untuk dijadikan pemuas nafsumu. Apa kehormatanku lebih berharga dari uangmu itu? Sampai aku mati pun, aku tidak akan menjual diriku, apalagi demi uang. Aku mohon, biarkan aku kembali ke desa. Aku akan sangat berterima kasih jika kamu mau melepasku. Aku mohon!" Zahrana mengiba di depan Zafran yang masih menatapnya lekat.
"Apa kamu pikir aku bodoh? Apa kamu pikir aku akan percaya dengan semua ucapanmu itu? Jangan berharap bisa pergi dari sini sebelum kamu membayar semua yang sudah aku keluarkan untukmu. Hidupmu sekarang ada di dalam genggaman tanganku dan aku tidak akan melepasmu hingga kamu membayar kerugianku itu!"
Zafran tidak main-main dengan ucapannya.
Walau uang yang dikeluarkannya untuk Zahrana tidak seberapa, tetapi entah mengapa dia tidak ingin melepaskan gadis itu begitu saja.
"Jangan berpikir untuk kabur karena aku akan mencarimu dan membawamu kembali lagi padaku. Mengerti!"
Zafran keluar dari ruangan itu dan meninggalkan Zahrana yang masih menangis. Zahrana bagaikan terombang-ambing di lautan takdir yang selalu mempermainkannya.
Ibaratanya, dia baru saja terlepas dari mulut harimau dan kini dia dihadapkan di mulut singa yang siap menerkamnya kapan saja. Walau terbesit untuk bunuh diri, tetapi nyatanya dia takut untuk melakukan perbuatan dosa yang sangat dibenci oleh tuhannya. Yang bisa dilakukan hanyalah bersabar dan berusaha kabur agar bisa kembali ke desa, bagaimanapun caranya.
Zafran berdiri di depan pintu kamar dan meraih ponsel di dalam sakunya. Dia lantas menelepon seseorang. "Datang sekarang juga ke rumah sakit dan temui aku di kamar VIP nomor 8."
Sambungan telepon dimatikan dan lelaki itu kembali masuk mendapati Zahrana yang berbaring membelakanginya.
"Sebentar lagi aku akan pergi, tetapi jangan pernah berpikir untuk kabur. Anak buahku akan berjaga di depan pintu. Karena itu, jangan harap bisa pergi dariku!"
Zafran kembali duduk dan menyalakan sebatang rokok yang entah sudah ke berapa kali dia melakukannya. Kecanduannya terhadap rokok sudah semakin akut, hingga membuatnya tidak bisa lepas dari lintingan tembakau kering yang nyatanya membuatnya ketagihan. Apalagi di saat pikirannya sedang kalut, maka rokok dan wanita adalah tempat baginya melepas kekalutannya itu.
Tiga batang rokok kini telah dihabiskannya. Dan tak lama kemudian, dua orang lelaki tampak memasuki ruangan dan berdiri di depannya. "Bos, apa yang harus kami lakukan?"
Zafran melirik ke arah Zahrana yang masih berbaring sambil membelakanginya. "Jaga dia agar tidak kabur. Aku ingin kalian berjaga di depan pintu dan jangan biarkan dia meninggalkan tempat ini. Jika sampai dia kabur, kalian berdua akan rasakan akibatnya!"
"Baik, Bos!"
Kedua lelaki itu kemudian keluar dan berdiri di depan pintu sesuai perintah Zafran. Zafran kemudian bangkit dan berjalan menuju Zahrana yang enggan melihat ke arahnya.
"Hei, lihat aku!" ucap Zafran, tetapi tidak digubris oleh Zahrana.
"Hei, lihat aku!" Kali ini Zafran terlihat marah.
"Pergilah, aku tidak ingin melihatmu! Aku membencimu!" Zahrana menutupi tubuhnya dengan selimut dan mulai menangis.
Untuk sesaat, Zafran terdiam dan hanya bisa melihat tubuh gadis itu yang tertutup selimut. "Baiklah, bencilah aku sesukamu, tetapi ingat aku tidak akan melepasmu. Mulai saat ini, kamu akan menjadi mainanku."
Zafran kemudian beranjak pergi, tetapi ketika sampai di depan pintu, dia menghentikan langkahnya dan kembali melihat ke arah Zahrana yang masih menutup diri dengan selimut. "Malam ini, aku akan menginap di sini. Aku akan pergi sebentar dan jangan buat anak buahku marah karena mereka tidak akan segan-segan menyakitimu. Mengerti!"
Lelaki itu kemudian keluar. Zahrana bisa mendengar pintu yang terbuka dan ditutup kembali. Perlahan, dia membuka selimutnya dan menarik napas lega setelah lelaki itu pergi.
"Aku tidak bisa ada di sini. Aku tidak ingin menjadi pemuas nafsunya. Apa yang harus aku lakukan sekarang?"
Zahrana terlihat gelisah karena dia tidak ingin berlama-lama ada di tempat itu. Dia harus kabur dari cengkeraman laki-laki yang baginya adalah makhluk yang tak berperasaan.
Di saat dia masih sibuk memikirkan rencananya, tiba-tiba saja pintu ruangan itu terbuka. Seorang perawat masuk sambil membawakan nampan berisikan makanan, tetapi bukan itu yang menjadi perhatiannya, melainkan seorang pemuda yang kini menatapnya.
"Adrian?" Zahrana menyebut satu nama saat melihat pemuda itu. Pemuda yang tak asing baginya.

Bình Luận Sách (328)

  • avatar
    ranissafiyaa

    arhhhhh zafrannnnn finally habes jugak aku baca novel ni arhhh sumpah blushing ☺️🫶🏻

    28/07

      0
  • avatar
    Zalikha Zamri

    best and writting skills

    02/07

      0
  • avatar
    rabiatulnur

    bagus sekali ceritanya, sangat menarik

    30/06

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất