logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

5. Dibawa Ke Rumah Sakit

Ruangan itu ternyata berada di dalam sebuah rumah yang sangat mewah. Rumah berlantai dua yang memiliki kemewahan bak sebuah istana.
Lelaki itu meletakkan tubuh Zahrana yang
kini lemah di bagian belakang mobil. Dia kemudian duduk di samping Zahrana sambil menekan luka yang tak hentinya mengeluarkan darah. Padahal, dia sendiri kini tengah terluka karena botol yang dihantam Zahrana ke kepalanya.
Mobil itu melaju dengan kecepatan sedang dan menyusuri jalanan yang tampak ramai. Suara klakson saling bersahutan karena kemacetan di depan. Lelaki itu semakin khawatir karena selimut putih yang menutupi tubuh Zahrana kini telah basah dengan darah.
"Tuan, sepertinya di depan telah terjadi kecelakaan. Jika kita menunggu, gadis itu bisa saja ...."
"Sialan!"
Lelaki itu kemudian membuka pintu mobil dan mengeluarkan Zahrana. Dia kemudian membopong Zahrana sambil berlari menyusuri jalanan, hingga dirinya menjadi pusat perhatian.
Bagaimana tidak, lelaki itu berlari tanpa mengenakan baju dan hanya bertelanjang dada. Yang dikenakannya hanya celana panjang hitam. Itu pun sudah terkena noda darah.
Di ujung jalan, rumah sakit mulai terlihat. Dengan sekuat tenaga, lelaki itu terus berlari hingga tiba di depan pintu rumah sakit. Melihatnya membawa seorang gadis yang berlumuran darah, beberapa perawat membawakan meja brankar dan membantunya meletakkan gadis itu di atasnya.
Dengan napas tersengal, lelaki itu berlari kecil mengikuti meja brankar yang membawa tubuh Zahrana hingga tiba di depan ruang IGD, langkahnya pun berhenti.
"Maaf, sebaiknya Anda tunggu di sini saja," ucap seorang perawat menghentikan langkahnya.
Lelaki itu tampak gelisah saat melihat Zahrana dibawa ke ruang IGD. Dia terlihat mondar-mandir, hingga sopirnya datang menghampiri. "Tuan, pakai dulu baju Tuan." Lelaki yang terlihat sudah tidak muda lagi itu memberikannya selembar baju kaus.
Sejenak, lelaki itu memandangi tubuhnya yang ternyata bertelanjang dada. Dia lantas mengambil baju kaus itu dan segera memakainya. Kedua lelaki itu kemudian duduk di koridor sambil menunggu pintu IGD yang belum juga terbuka.
"Tuan, jangan khawatir. Gadis itu pasti baik-baik saja, tetapi Tuan juga harus mengobati luka di kepala Tuan."
Lelaki itu menyentuh kepalanya yang terluka. Darah yang keluar dari kepalanya sudah bercampur dengan darah Zahrana yang kini melekat di tubuhnya. Rasa sakit dari luka itu tak lagi dirasakan saat membayangkan luka sayatan di pergelangan tangan Zahrana.
Perhatiannya kini teralihkan saat pintu ruang IGD tiba-tiba terbuka. Lelaki itu bangkit dan mendekati perawat yang berjalan ke arahnya.
"Suster, bagaimana keadaannya?" tanya lelaki itu yang terlihat panik.
"Kami sudah menghentikan darahnya dan menjahit sayatan di pergelangan tangannya itu, tetapi dia kehilangan banyak darah dan stok darah di rumah sakit ini sudah habis untuk golongan darahnya. Jadi, kami berharap agar pihak keluarga bisa mencari donor darah atau stok darah di rumah sakit lain."
"Suster, ambil saja darahku. Jika itu cocok, berikan darahku untuknya." Lelaki itu mengulurkan pergelangan tangannya di depan perawat itu.
Mereka kemudian masuk ke dalam ruang IGD. Lelaki itu melihat Zahrana yang terbaring tak berdaya di atas meja brankar.
"Silakan Anda berbaring di sini."
Perawat itu meminta lelaki itu berbaring di atas salah satu tempat tidur yang berdekatan dengan Zahrana. Setelah memeriksa golongan darah, perawat itu kemudian menusukkan jarum ke lengan pemuda itu dan menyalurkan darahnya melalui selang kecil yang terarah pada sebuah kantung bening.
Lelaki itu tidak sedikit pun mengalihakan pandangannya dari Zahrana. Dia menatap gadis itu dengan lekat. Perlahan, ucapan gadis itu terngiang-ngiang di telinganya. Ucapan kebencian pada laki-laki hingga membuatnya nekat menghabisi nyawanya sendiri.
"Apa kamu juga merasakan kebencian pada setiap lelaki? Apa karena itu kamu nekat ingin membunuh dirimu sendiri? Ah, andai aku bisa seberani dirimu, pasti aku sudah lama tidak ada di dunia ini, tetapi nyatanya aku sangat pengecut hingga hanya mampu membalas kebencianku dengan cara menyakiti setiap wanita yang aku jumpai." Lelaki itu membatin sembari menatap Zahrana yang masih terpejam.
Setelah mendonorkan darahnya pada Zahrana, perawat lantas mengobati kepala lelaki itu yang ternyata harus mendapat beberapa jahitan karena mengalami luka robek.
Setelah mendapat penanganan, Zahrana lantas dibawa ke sebuah ruangan VIP atas perintah lelaki itu. Ruangan yang memiliki fasilitas yang cukup mewah dengan perabotan lengkap yang sudah tersedia di dalamya.
Zahrana masih terbaring di atas kasur rumah sakit yang nyatanya terlalu empuk baginya. Matanya seakan masih ingin terpejam, hingga membuat alam bawah sadarnya tidak ingin terjaga. Lengannya sudah dibalut kain kasa. Salah satu perawat bahkan sudah memakaikan piyama rumah sakit padanya.
Lelaki itu berdiri di samping tempat tidur sambil memandangi wajah Zahrana dalam-dalam. Dia tersenyum kecut saat melihat seraut wajah yang sudah membuatnya mengalami luka. Bukan hanya luka di kepalanya, melainkan luka hati yang kembali menganga atas penolakan. Bahkan, pengancaman untuk bunuh diri dari wanita yang belum sempat disentuhnya.
"Ah, dasar munafik! Apa karena tidak ingin disentuh olehku kamu rela melukai dirimu sendiri? Apa kamu ingin aku bertanggung jawab atas perbuatan bodohmu itu?"
Lelaki itu kemudian duduk di sebuah kursi. Dia merogoh sebungkus rokok dari saku celananya. Asap rokok mengepul saat ujung rokok mulai terbakar. Dengan santainya, dia mengisap lintingan tembakau kering itu sambil memejamkan matanya. Rasanya begitu nyaman, hingga dia tidak menyadari kehadiran sopirnya yang kini berdiri di sampingnya.
"Tuan, aku membawakan baju ganti buat Tuan."
Sebuah tas plastik berlambangkan logo salah satu toko ternama diletakkan di atas meja. Di dalam plastik itu terdapat setelan baju yang baru saja dibeli sopirnya atas permintaannya.
"Tunggulah di luar," perintahnya pada sopirnya itu. Lelaki paruh baya itu kemudian keluar.
Dan kini, lelaki itu masih duduk sambil mengisap rokoknya. Puntung rokok yang hampir habis itu kemudian diletakkan begitu saja di atas meja karena tidak disediakan asbak di dalam ruangan itu. Dia seolah tidak peduli dengan larangan merokok yang terpampang di sudut ruangan itu.
Lelaki itu kemudian bangkit dan mengambil bungkusan plastik yang dibawa sopirnya tadi. Dia lantas berjalan menuju ke kamar mandi. Di depan cermin, dia menatap wajahnya yang tampak lelah. Bagaimana tidak, dengan susah payah dia berlari menuju rumah sakit sambil menggendong seorang gadis yang sama sekali tidak dikenalnya. Gadis yang nekat melukai dirinya sendiri karena tidak ingin disentuh.
Suara air terdengar saat keran diputar. Tubuhnya yang polos tanpa sehelai benang kini telah basah. Darah yang mengering di tangan dan di dadanya luruh bersama air yang membasahi tubuhnya. Rasanya begitu segar, hingga membuatnya memejamkan mata dan menikmati sentuhan air dingin yang menjalar di sekujur tubuhnya.
Kembali, dia terngiang dengan kata-kata gadis yang kini terbaring tak berdaya. Kata-kata yang mulai merasuk dan mengganggu di benaknya. "Apa ini? Kenapa kata-katanya selalu terngiang di telingaku?"
Dengan kasar, dia menutup telinganya, tetapi nyatanya itu tidak berhasil. Dia lantas mematikan keran air. Kemudian mengambil selembar handuk yang teronggok di gantungan dan menyeka tubuhnya yang basah.
Dia kemudian memakai celana jeans berwarna biru tua yang dipadukan dengan baju kaus berwarna hitam. Rambutnya sengaja tidak dibasahi dan hanya diperciki air serta dirapikan seadanya. Kini, penampilannya jauh berbeda. Wajahnya terlihat tampan dengan gaya modis kekinian. Walau usianya hampir 30 tahun, tetapi lelaki itu terlihat lebih muda dari usianya.
Lelaki itu kemudian keluar dan dia terkejut saat melihat Zahrana yang hendak turun dari atas tempat tidurnya.
"Mau kemana?"
Zahrana terkejut, hingga membuatnya hampir terjatuh. "Kenapa kamu membawaku ke sini? Kenapa kamu tidak membiarkan aku mati saja? Ini, kenapa kamu membiarkan mereka menjahit luka ini?" tunjuknya pada luka yang sudah tertutup kain kasa.
Zahrana menangis dan mencabut kain kasa yang menutupi lukanya. Sontak, lelaki itu berlari ke arahnya dan mencegahnya melakukan hal itu, tetapi terlambat. Kain kasa yang menutupi lukanya terbuka, hingga membuat beberapa jahitan terlepas.
"Dasar gadis bodoh! Apa kamu mau mati?"
Lelaki itu terlihat kesal dan berteriak memanggil sopirnya yang masih menunggu di depan koridor.

Bình Luận Sách (328)

  • avatar
    ranissafiyaa

    arhhhhh zafrannnnn finally habes jugak aku baca novel ni arhhh sumpah blushing ☺️🫶🏻

    28/07

      0
  • avatar
    Zalikha Zamri

    best and writting skills

    02/07

      0
  • avatar
    rabiatulnur

    bagus sekali ceritanya, sangat menarik

    30/06

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất