logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

2. Jebakan

Jika kau ingin bandingkan aku dengan dirinya
Coba sajalah.. coba sajalah..
Jika kau ingin sandingkan aku dengan dirinya
Lihat sajalah.. lihat sajalah..
Ku pasti jadi pemenang..
Saat tiba waktunya jam istirahat, keramaian erat sekali tercipta dalam gedung aula serba guna SMA Cakrawala. Terlihat sebuah grup musik tengah unjuk performanya di sebuah panggung kecil itu, mereka menanami grup yaitu "KepriBand" yang digawangi oleh empat orang cowok kece, termasuk salah satunya Jafar yang pegang bass. Seorang vokalis dengan tampang di atas rata-rata, drumer dan juga sang gitaris adalah murid kelas sebelas.
Dentuman alat musik itu amat menggema di dinding sampai terdengar dari luar, membuat banyak murid berdatangan silih berganti dan ikut menonton sambil bernyanyi bersama. Salah satunya Shaina, yang semula ditarik ke tempat itu oleh Dera-teman terdekat di kelas, berdesak-desakan hingga sampai di barisan terdepan.
Kerumunan cewek-cewek itu terlihat begitu sumringah sambil jingkrak-jingkrak meneriakkan kencang nama Jafar, yang memainkan bass dengan mantap sampai badannya miring-miring disertai sebelah kaki terangkat menginjak sound di depannya. Begitu pula pemegang drum, sesekali melempar ke atas sticknya lalu ditangkap kembali dengan cekatan. Pun, si vokalis ganteng sampai mengangkat mike dan meloncat-loncat seirama musik.
Pilih aku.. pilih aku.. bukan dia.. bukan dia..
Karena aku.. karena aku.. yang pantas untuk kamu..
Pilih aku.. pilih aku.. bukan dia.. bukan dia..
Karena aku.. karena aku.. terbaik untuk dirimu..
Sebuah hiburan yang seru, di antara murid-murid itu Shaina tersenyum lebar sepanjang menit KepriBand beraksi. Bersama Dera yang amat menggilai si kakak vokalis sampai menjerit-jerit menembus kebisingan.
"KAK ERVAN!!! AKU PADAMU!!! SARANG HAEYO!!!"
"Berisik!" Shaina mengumpat sambil menutup telinga. Tapi Dera tidak mengindahkannya dan tetap antusias melantunkan lirik lagu keras-keras sampai tiba di detik terakhir musik selesai. Empat cowok itu membungkukkan punggung bersama di depan panggung kecil itu, seiring dengan tepuk tangan meriah dan sorakan kencang yang berpadu dengan siulan-siulan dari arah belakang.
Persis, mereka turun sembari berbincang kecil tidak jauh dari Shaina dan Dera berada, hingga ke-empatnya saling bertos-ria satu sama lain. Langkah mereka terhenti di hadapan Shaina dan Dera yang tersenyum kikuk lalu saling menyenggol lengan, dimana sejak tadi sudah mencuri perhatian karena teriakan Dera paling keras.
"Shaina, lo kesini juga. Menurut lo penampilan kita tadi gimana?" tanya Ervan dengan tatapan yang teduh.
"Kakak keren banget!" belum sempat Shaina buka mulut Dera sudah lebih dulu menyambar sambil mengacungkan kedua jempol dengan gemas. "gue suka lagunya! Bagus!"
"Iya, bagus kak." puji Shaina.
Apa Shaina tidak mengecek lokernya, mengapa malah kesini. Batin Jafar, rencananya tidak berjalan. Tak ingin mereka mengobrol lebih banyak, Jafar langsung menarik Shaina keluar dari gedung itu setelah sebelumnya sempat melirik jam tangan. Meninggalkan Ervan cs dan juga Dera, Jafar hanya mengatakan keduanya ada urusan penting.
Entah kemana tujuannya, sepanjang koridor Shaina terus saja diseret-seret kesana-kesini seperti karung beras.
"Woy, Jafar, lo ngapain sih." Shaina mendengus kesal seraya melepaskan cekalan Jafar pada lengannya yang agak membekas. "lo pikir gue gak bisa jalan gitu hah."
"Ish, Shaina, gausah bawel lo tuh udah ditungguin."
"Ditungguin siapa sih?"
Semakin dibuat heran. Alih-alih menjawab, Jafar kembali menarik Shaina hingga tiba di gudang belakang sekolah yang sepi dan gelap. Setelah mengantar Shaina masuk, Jafar memberi interuksi supaya Shaina diam sebentar disana dan tidak pergi kemana-mana. Lagi, Jafar tidak memberi kesempatan untuk Shaina klarifikasi maksud sebenarnya, Jafar bergegas meninggalkan Shaina lagi.
"Heh, Jafar!" Shaina berniat menyusul tapi sayang pintu dikunci dari luar. Dipukulnya keras-keras daun pintu itu, Shaina berdecak sebal. "Rese banget sih ngapain coba!"
Sendiri. Raut wajah Shaina berubah masam saat melihat sekitarnya. Bangku-bangku tak terpakai, kursi dan papan tulis usang, sarang laba-laba, lantai berdebu, dan hawa pengap. Shaina memilih untuk singgah di dekat jendela, dimana kacanya sudah retak dan garis-garisnya membagi beberapa bagian. Oleh karena itu, di empat sisi jendela dipalang oleh dua buah balok kayu untuk menahannya.
Menit demi menit kian terlewati, hingga tak lama samar-samar Shaina mendengar pintu dibuka lalu ditutup lagi, dan dua suara berbeda sempat bersahut-sahutan tapi hanya sebentar. Disusul derap langkah seseorang, Shaina mengerjap mendapati bayangan tubuh jangkung yang mulai mendekat perlahan. Sorot cahaya dari luar jendela terpapar ke arah punggung itu, dia berjalan mundur seraya mengusap tengkuk sebelum akhirnya berbalik.
"Shaka!" panggil Shaina lalu bergerak menghampirinya. "lo diseret kesini juga? Jafar mana kok gak sama lo?"
"Katanya gue disuruh beresin gudang."
Shaina tepok jidat. Bersamaan dengan itu ponsel Shaka bergetar dalam sakunya, dan ia mendapatkan sebuah vn. Keduanya mendengarkan bersama suara kiriman Jafar.
"Selamat menikmati waktu PDKT kalian! Hahaha!"
Astaga. Seketika Shaka mengusap wajahnya gusar. Jafar benar-benar gila dan terlalu berambisi, sampai-sampai Shaka harus dikurung bersama Shaina di dalam gudang itu. Belum lagi alergi debu membuat Shaka bersin-bersin dan mengusap hidung. Lalu apa yang harus ia lakukan.
"Ka, sebenernya lo nulis apa sih tadi di kelas? Gue gak mudeng bahasa Korea serius deh." Shaina mengungkit soal itu karena rasa penasaran masih merundungnya.
"Kepo." satu kata saja, respon yang sangat singkat. Shaka lalu melipat tangan di dada dan menyender di dinding.
Menyebalkan. Sok cool. Shaina mengumpat dalam hati. Tapi, benar juga, mengapa ia harus kepo dengan orang semacam Shaka yang pelit berbicara. Tapi, Shaina paling tidak betah berada dalam diam. Hingga satu ide melintas, Shaina tersenyum lebar sembari menjentikkan jari. "Eh, Shaka, dari pada gabut mending kita adu panco lagi yok. Kali ini gue yakin deh, gue pasti bisa mengalahkan elo."
"Ogah." lagi, Shaka tampak acuh tak acuh.
"Dih, sekali aja ayo biar rame."
"Gak."
Bisa tidak sih, Shaka itu santai sedikit tidak perlu ngegass. Shaina jadi terbawa suasana ingin mencekik leher itu. Tapi ia tidak mau disangka bar-bar. Shaina menghela napas jengah dan ikut menyender di samping Shaka sembari menekuk sebelah lutut. Ketika sudah mulai bosan seperti ini, pikiran Shaina mulai hanyut dalam angan-angan.
Tubuh saling bersandar ke arah mata angin berbeda..
Suara lembut nan merdu itu, terasa menggelitik dalam gendang telinga Shaka. Dan benar saja, Shaina tengah bersenandung kecil dengan segenap penjiwaan lewat pandangan kosong yang hanya menatap lurus ke depan.
Kau menunggu datangnya malam saat ku menanti fajar.
Sudah coba berbagai cara agar kita tetap bersama.
Yang tersisa dari kisah ini hanya kau takut ku hilang.
"Fales!" Shaka menggerutu pelan meski kontradiksi, tidak selaras dengan hati. Akibatnya lengan Shaka mendapat tabokan keras oleh Shaina dengan muka memberengut.
"Lo tuh rese banget sih, Ka! Lo bilang suara gue fales! Lo gak tau apa, gue selalu juara setiap ada lomba paduan suara di SMP! Mungkin kuping lo aja kali yang agak bermasalah jadi lo gak bisa membedakan mana suara emas yang bagus dan mana suara yang-aaaaaaa!"
Mendadak sorot mata Shaina menangkap seekor tikus curut keluar dari bawah meja dan berlari cepat menuju ke arahnya. Sontak Shaina memeluk Shaka erat-erat sembari menjerit histeris dan heboh sendiri. Sekejap saja sekujur tubuh Shaka menegang akan dekapan Shaina yang menenggelamkan wajah dalam dada bidangnya.
"KYAAAAAAAA!!! SHAKAAA!!!! ADA TIKUUSSS!!!!"
Binatang sekecil itu, dia takut? Pikir Shaka.
"Eh, itu di kaki lo."
"MANA MANA MANA!!! BURUAN USIR SHAKAAA!!!!"
"Modus. Tikusnya udah pergi."
Nadanya rendah, tapi terasa melengking sekali. Shaina langsung melepaskan dirinya dari Shaka dan melihat ke bawah kaki dengan takut-takut. Ternyata tikusnya sudah pergi, Shaina mengelus dada dengan napas lega sebelum akhirnya melemparkan tatapan tajam kepada Shaka.
"Jangan geer. Gue takut, bukan modus. Ngerti?" ujarnya penuh penekanan. Di sisi lain Shaina tentu tidak terima.
"Sama aja." dan, mereka saling membuang muka dengan canggung. Shaka menetralisir degupan jantungnya yang tak wajar sedangkan Shaina merutuki dirinya sendiri.
Tak lama setelah Shaka berucap, terdengar bel masuk berkumandang. Keduanya seketika mendelik dan berlari terbirit-birit menuju ke pintu keluar. Berulang kali sudah Shaka menekan gagang pintu dan mencoba mendobrak tapi tetap tidak bisa terbuka. Sementara Shaina terus menggedor-gedor berharap ada orang yang menolong.
"WOYYY!!! SIAPAPUN DI LUAR BUKAIN DONG!!!"
Bahkan sampai Shaina capek dan tenggorokannya serak, hasilnya masih nihil, satu orang pun tak kunjung datang.
"Percuma." gumam Shaka lesu.
"Terus gimana caranya keluar dari sini?" tanya Shaina dengan sisa-sisa suaranya. "Disini gak ada udara, Ka."
Semua gara-gara Jafar. Keduanya putus asa dan berbalik memunggungi pintu hingga lutut terduduk bersama di lantai. Shaina meluruskan kaki lalu mengibas-kibaskan telapak tangan di depan wajah seperti halnya ikan yang dilepas ke daratan, Shaina menghirup oksigen banyak-banyak demi kelangsungan hidup paru-parunya. Ia baru menyadari ternyata ruangan itu tidak terdapat fentilasi.
Tak jauh berbeda, Shaka juga sudah lelah. Tak tau apa yang harus dilakukan, Shaka hanya menyandarkan belakang kepala, diam, dan memejamkan matanya. Wajah tampan itu nampak tenang dan damai, Shaina mengerjap beberapa kali selama memperhatikannya.
"Ka, tunggu deh, kalo dipikir-pikir ya, poros masalah kenapa kita disekap disini itu sebenernya karena elo." ucapan Shaina mengusik ketenangan Shaka hingga kelopak mata itu membuka dan menatapnya dalam.
"Karena lo jomblo, makanya Jafar jadi mak comblang. Sampe akhirnya gue ikutan kena, kena taruhan itu dan harus PDKT sama lo. Terus, yang kaya gini namanya PDKT? Dimana-mana ya, cowok kalo deketin cewek itu dimanis-manisin, dibaik-baikin. Tapi lo malah sebaliknya, datar kaya papan triplek. Lo tuh aneh tau gak sih, Ka."
Shaina geleng-geleng kepala, tanpa sadar penuturannya membawa kesan seakan-akan ia ingin benar-benar PDKT dengan Shaka. Dan Shaka paham itu tapi ia tak berbuat banyak selain tersenyum miring dan menikmati setiap tarikan napasnya. Dalam kebisuan yang berlarut-larut, lambat-laun Shaina merasakan kantung matanya berat.
Berakhir kepalanya terjatuh di pundak Shaka.

Komento sa Aklat (91)

  • avatar
    milakarmilah

    keren bgt cerita nya ..ga ribet,ga drama,singkat padat n jelas,suka banget aku...sukses selalu kakak🥰

    27d

      0
  • avatar
    Puspa

    bagus saya suka shaina

    11/08

      0
  • avatar
    MaurantiVia

    kayaknya seru ini cerita

    30/06

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata