logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Bab 6

Setiba kembali di rumah ibu mertuanya, Sari melihat ibu dari suaminya itu tengah berbelanja sayuran di tukang sayur yang tengah mangkal di depan rumah. Wanita itu terlihat tengah asyik mengobrol dengan ibu-ibu lainnya. Melihat kedatangan mereka bu Mira langsung bertanya pada suaminya.
"Gimana, Fer. Udah dapet rumahnya?" tanya ibu mertua.
"Sudah, Bu. Kami masuk dulu ya, Bu," jawab putranya sembari buru-buru melipir masuk ke dalam rumah tanpa menunggu ucapan ibunya selanjutnya.
Dirinya pun langsung mengikuti langkah Feri masuk ke dalam. Tidak berani menemani ibu mertua memilah-milah sayuran. Takut wanita itu akan berkata yang tidak-tidak kepadanya di depan para tetangga.
Aldi dan Aldo langsung masuk ke warung menemui pamannya. Sempat dilihatnya Fahri tengah memperhatikan dirinya yang tengah berjalan masuk ke dalam rumah. Entah apa yang ada di pikiran adik iparnya itu. Ia tidak mau memikirkannya.
Setelah mencuci tangan Sari langsung masuk kamar. Feri mengikutinya. Sari teringat kejadian di rumah kontrakan tadi.
"Cantik ya, cewek tadi?" sindirnya.
"Cewek mana?" tanya Feri mengernyitkan alis
"Yang di kontrakan tadi. Selama kita di sana dia ngeliatin Mas terus, lho!" tukasnya ingin melihat reaksi suaminya.
"Oh, yang tadi."
"Iya."
"Terus?" tanya pria itu lagi. Sari menjadi gemas.
"Enak ya, nanti kita tetanggan sama dia. Mas tiap hari bisa ngeliat cewe seksi," sindirnya kesal dipenuhi rasa cemburu. Feri hanya tertawa.
"Seksian juga istrinya Mas," ucapnya menggodanya.
Sari tahu, suaminya hanya ingin meredakan rasa cemburunya. Beginilah sikap sang suami. Jika ia sedang merasa kesal dan sedih, Feri mampu menghiburnya dan berusaha mengalihkan perhatiannya dari masalah.
Namun, jauh di lubuk hatinya dirinya masih merasa was-was.
"Setialah, Mas. Hanya kamu pria satu-satu yang kumiliki di dunia ini," ucapnya lirih.
"Aldi dan Aldo gimana? Mereka kan juga laki-laki," jawab Feri masih ingin menggodanya.
Sari merengut. "Janji ya, Mas!
"Janji apa?"
Sari berdecak kesal sambil mendelik pada pria di hadapannya itu.
Feri yang sebenarnya paham akan maksud istrinya tersenyum. Digenggamnya kedua tangan wanita itu.
" Mas janji, cuma kamu istri Mas satu-satunya yang Mas cintai dan tentunya paling seksi di dunia ini," jawab pria itu sambil senyum-senyum.
Sari mencibir. Ia langsung memeluk suaminya dan merebahkan kepalanya di dada pria itu.
******
"Huh! Dasar mantu gak sopan! Bukannya nemenin mertua belanja malah langsung nyelonong masuk rumah!" sungut bu Mira dalam hati.
"Siapa yang lagi nyari kontrakan, Bu?" tanya bu Nina, tetangganya ingin tahu. Wanita seusia dirinya itu tengah memilih sayuran.
Tetangganya yang lain, Bu Reni dan Bu Asih ia lihat sudah mulai menyelesaikan belanjaannya. Mereka juga sedang memperhatikan dirinya ikut menanti jawaban.
"Si Feri sama istrinya. Mereka rencana mau pindah dekat-dekat sini," jawabnya tersenyum sambil melirik belanjaan bu Asih. Ia lihat wanita itu membeli seekor ayam, ikan kembung, dan sayuran.
"Oo ... wah, enak dong Bu, bisa dekat sama cucu, lagi," jawab bu Nina lagi.
"Iya, jadi gak jauh-jauh lagi kalo mau ketemu anak sama mantu," timpal Bu Reni. Bu Asih tersenyum mengangguk. 
"Bu Ibu, kami duluan ya." Mereka berdua akhirnya mengucap pamit setelah membayar belanjaannya. Melihat bu Asih akan beranjak tiba-tiba bu Mira teringat sesuatu.
"Bu Asih nanti sore ada di rumah? Saya mau mampir sebentar," tanyanya pada wanita yang wajahnya terlihat bersahaja itu.
"Insya Allah ada, Bu. Ayo, mampir!" jawabnya sambil tersenyum ramah.
Bu Mira hanya mengangguk membalas senyum tetangganya itu.
"Mau ada perlu apa Bu, ke rumah Bu Asih?" tanya Bu Nina kepo setelah kedua tetangganya itu berlalu.
"Mau ngobrol-ngobrol aja," jawabnya sambil mengambil sebungkus sayur asem, satu papan tempe dan ikan teri. Sebelum pulang ia akan menyuruh Sari memasak semua makanan ini. Jarang-jarang ia makan masakan menantunya itu. Selama ini hasil masakan Sari cukup enak dan cocok di lidahnya Yah, dirinya tidak heran, karena menantunya bekas pelayan rumah makan.
"Ngobrol soal apa, tuh?" tanya Bu Nina masih penasaran.
"Ada, lah. Semua jadi berapa, Mang?" tanyanya buru-buru mengalihkan perhatian pada Mang Sayur, malas berlama-lama menanggapi kekepoan tetangganya itu yang terkenal bawel.
"Semuanya dua puluh lima ribu, Bu," jawab Mang Sayur.
Ia menyerahkan uang tiga puluh ribu pada penjual langganannya itu. Ia melirik sekilas ke arah Bu Nina. Wanita itu tampak diam mencebik.
"Mari Bu Nina," ucapnya segera berlalu setelah menerima uang kembalian dari Mang Sayur. Tak dipedulikannnya bu Nina yang diam saja tidak menjawab ucapannya. Ia harus buru-buru menyuruh Sari memasak karna sebentar lagi pasti mereka akan bersiap-siap pulang.
"Sariii! bu Mira berterik memanggil menantunya. Tidak dilihatnya keberadaan istri dari putranya itu di dapur.
"Bu! Kalo manggil Mbak Sari pelan-pelan aja. Jangan teriak-teriak begitu. Kasihan Mbak Sari Ibu kerasin terus." Fahri yang baru masuk dapur menegurnya.
"Gak usah ikut campur! Ngapain kamu ke sini!? Jaga warung sana!" usirnya kesal pada putra keduanya itu.
"Mau ambil gelas, Bu. Haus." jawab pemuda itu cuek.
"Ya, Bu?" tergopoh-gopoh Sari masuk ke dapur.
"Ngapain dari tadi di kamar aja!?"
"Maaf, Bu. Tadi baru beres-beres buat persiapan pulang nanti," jawabnya.
"Nih, tolong masakin semua ini buat Ibu!" perintah ibu mertuanya sambil menunjuk belanjaan yang ditaruh di meja dapur. Wanita itu sempat melihat putranya menegur lewat pandangan matanya. Ia balas mendelik dan memberi kode pada putranya untuk segera keluar dari dapur. Fahri pun melipir.
"Terinya dimasak balado ya, campur tempe dikit. Sisa tempenya digoreng. Sambel terasinya jangan pedes-pedes!" perintahnya pada Sari.
"Iya, Bu." jawab Sari langsung menghampiri meja dapur.
Bu Mira lalu melangkahkah menuju ruang depan. Ia ingin bertanya pada Feri soal rumah yang akan disewa putranya itu. Dilihatnya putra sulungnya itu tengah bermain dengan cucunya.
"Gimana rumahnya, Fer?" tanyanya sambil duduk di kursi.
"Sudah dapat, Bu. Gak begitu jauh dari sini," jawab putranya.
"Bagus?" tanyanya lagi ingin memastikan.
"Bagus, Bu. Ada halaman dan pagarnya juga. Jadi nanti Aldi dan Aldo bisa bebas main dengan aman."
Ia manggut-manggut. "Kapan rencana pindah?"
"Insya Allah minggu depan, Bu. Nunggu gajian," jawab Feri.
Mendengar kata gajian bu Mira langsung mengingatkan putranya.
"Jangan lupa sisihkan buat Ibu!"
"Iya, Bu." Feri mengangguk.
"Berapa harga sewanya? tanyanya lagi, mengingat ia belum menanyakan harga sewa kontrakannya.
"Lumayan, Bu. Beda dua ratus ribu dari kontrakan yang sekarang."
"Sayang ya, kalau kalian tinggal di sini uang segitu bisa kamu tabung atau kamu kasih ke ibu sebagian." ucapnya kembali mengungkit kekecewaannya.
"Sudahlah, Bu. Kalau Feri dan Sari tinggal di sini berarti kita juga harus bikin kamar lagi. Kasihan Fahri sementara harus ngungsi dulu tidur di sini," ucap Feri agak kesal.
"Wes, lah!" Ibunya merengut lalu bangkit dan melangkah menuju kamar.
Wanita itu mau beristirahat sebentar sambil menunggu menantunya selesai masak.

Komento sa Aklat (214)

  • avatar
    Jaka89

    mantap sudah sangat menghanyutkan kalau membaca jadi nagih pingin membaca terus

    04/04/2022

      0
  • avatar
    TarmiziIzzati

    cerita yang bagus dan menceritakan tentang seorng ibu yng mengiginkan menantu berkeja bagus supaya hidup senang,kalian harus baca novel ini

    28/01/2022

      1
  • avatar
    PatimahSiti

    good

    10d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata