logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Peninggalan Edo

Kana menolehkan kepalanya ke segala arah. Ia sudah tiba di sekolah saat gerbang masih terkunci. Tujuannya hanya satu, mencari Edo yang dari semalam tak bisa dihubungi. Waktu terus berjalan, sudah banyak murid yang tiba di sekolah. Tapi orang yang dicari olehnya belum juga menunjukkan batang hidungnya.
Tak lama ia melihat Gilang yang datang bersama Mirna. Ia sudah biasa saja melihat kedekatan dua orang itu. Sahabatnya pun sudah mengatakan bahwa hubungan mereka hanya teman dekat. Maka dari itu ia sudah tak mengambil pusing hubungan keduanya.
"Tumben lo sudah datang, gantiin satpam?" ledek Gilang.
"Lo lihat Kak Edo ga?" tanya Kana tanpa menjawab pertanyaan cowok itu.
Gilang menggelengkan kepalanya. "Emangnya kenapa? Lo ada urusan apa sama dia?"
Kana menggelengkan kepalanya. Ia mengambil langkah seribu menuju kelas, lalu menyambar tasnya. Setelah itu ia berlari keluar dari lingkungan sekolah. Ia bahkan tak memperdulikan seruan dari Fahri dan Ilham yang baru saja tiba.
Kana menepuk tangannya keras untuk memanggil ojek yang ada di ujung jalan menuju sekolahnya. Pria paruh baya langsung tancap gas ke arahnya. Ia pun langsung naik ke atas motor dan menunjukkan alamat rumah Edo.
"Neng, kok jam segini di luar sekolah?" tanya pria paruh baya tersebut.
"Mau jenguk teman, Pak." jawab Kana.
Setelah itu tak ada lagi pertanyaan dari pria paruh baya tersebut. Mereka sama-sama terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Terutama Kana yang terus memikirkan keadaan Edo. Ia terus terngiang-ngiang dengan sebuah pesan singkat yang diterimanya tengah malam.
'Maaf gue ga bisa ngelindungin lo, Na. Gue harus pergi dan gue sangat berharap lo bisa bahagia.'
Kana memejamkan kedua matanya, ia tak tahu harus bagaimana jika Edo benar-benar pergi. Ia bahkan belum sempat mengucapkan terima kasih atau minta maaf pada cowok itu.
Kurang lebih 15 menit, akhirnya ia tiba di depan sebuah rumah bercat putih yang terlihat sangat sepi. Setelah membayar, ia perlahan mendekati gerbang rumah tersebut. Ia mencari lokasi bel di sekitar tembok di pinggir pagar.
Sudah lebih dari 3 kali, tapi tak ada tanda-tanda adanya Edo. Ia bahkan tak mendengar suara apapun dari rumah itu. Kini yang terdengar hanya deru motor yang berasal dari belakangnya. Motor itu berhenti tepat di belakangnya. Kana menolehkan kepalanya untuk melihat siapa yang baru saja tiba.
"Loh, Na? Kok lo ada disini?"
Kana melihat sosok Faiz yang baru saja melepas helmnya. Cowok itu turun dari motor dan menghampirinya. Ia melihat sebuah kotak besar di belakang motor milik cowok itu.
"Lo tau Kak Edo ada dimana?" tanya Kana.
Faiz terdiam sejenak, ia menundukkan kepalanya. "Lo telat, Na."
"Dia ada di mana sekarang?" tanya Kana.
"Dia bilang harus pindah—"
"Engga! Dia pasti ada di dalam, kan?" potong Kana.
Faiz menghela nafasnya pelan. "Dia sudah pergi, Na."
Kana menggelengkan kepalanya berulang kali. "Dia cuma lagi marah sama gue, Kak. Kemarin gue marah sama dia. Gue ga kasih dia kesempatan buat bicara."
Faiz melangkah menuju motornya, lalu ia mengambil kotak besar dari sana. Setelah itu, ia menyodorkan kotak itu pada Kana.
"Edo titipin ini buat lo," ujar Faiz.
Kana mengambil kotak itu secara perlahan, lalu ia melihat fotonya ada di bagian atas kotak itu. Ia tak tahu mengapa dadanya mendadak sesak. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Faiz menarik lengannya untuk masuk ke dalam rumah Edo.
Layaknya pemilik rumah, Faiz mulai membuka pintu utama dari rumah itu. Kana melihat kondisi rumah yang sangat berantakan. Ia melihat jejak darah yang sudah mengering di tembok.
"Lo mau minum apa, Na?" tanya Faiz.
"Gue— gue ga mau minum apa-apa," jawab Kana lirih.
Ia mulai membuka tutup kotak itu. Ia terdiam sejenak, memandang fotonya yang ada di tutup kotak tersebut. Ia bahkan sama sekali tak ingat kapan foto itu diambil. Walau foto itu hanya terlihat dari samping, tapi ia terlihat sangat bahagia. Ternyata foto itu diambil saat kencan pertamanya dengan Edo.
Kana mengambil secarik kertas yang berada di tumpukan teratas. Kertas berwarna merah jambu itu terlihat seperti surat cinta. Ia pun membaca surat itu dalam hati.
'Teruntuk Kana,
Faiz ga boleh baca!
Kana, gue tau saat ini lo benar-benar marah sama gue. Tapi jangan lama-lama marahnya ya? Gue pergi cuma sebentar kok. Gue janji akan temuin lo lagi saat diri gue sudah siap.
Lo ingat kapan foto itu diambil? Pasti ingat dong! Gue sengaja ngambil foto itu diam-diam, biar bisa kayak gini. Bercanda, foto itu sebenarnya wallpaper Hp gue. Entah kenapa setiap ngeliat wajah lo, gue ngerasa punya harapan lebih buat hidup di dunia ini.
Lo tau ga, gue sama sekali ga ada niat buat nolak lo. Gue bahkan ngerasa menyesal saat nolak lo. Gue ga bisa tidur, gue ga fokus sekolah, gue juga ga bisa makan. Lebay banget gue ya, Na. Tapi itulah perasaan gue setelah nolak lo.
Andai aja saat itu gue egois ya, Na. Gue pasti masih bisa terus lindungin lo. Terutama dari si Gilang. Gua nolak lo karena ga mau lo deket sama teman gue yang brengsek itu.
Lo ngerti ga, Na? Nih, biar gue jelasin. Gue dekat sama Gilang, bisa dibilang dekat banget. Nah kalau lo pacaran sama gue, lo pasti kenal sama dia, kan? Sebenarnya tujuan gue nolak lo, untuk menjauhkan lo dari dia. Tapi ternyata kalian bisa dekat dengan sendirinya. Mungkin kalian emang ditakdirkan untuk bertemu ya.
Bahagia terus ya, Na. Kalau lo bahagia, gue juga pasti bahagia.
Aduh, Na! Tangan gue pegal banget nulis segini banyaknya. Padahal tiap di kelas, catatan di papan tulis cuma gue foto. Malas banget nulis, tangan gue alergi sama pulpen.
Sudah ya, Na. Jangan sedih kalau lo baca ini ....'
Kana memejamkan kedua matanya, membiarkan bendungan yang ada di pelupuk matanya itu mengalir deras ke pipinya.
"Bagaimana bisa gue ga sedih ...," lirih Kana.
'Nah kan, dibilang jangan nangis kok malah nangis. Sudah deh segini aja, takutnya lo makin sedih nantinya. Jangan rindu sama gue, Na. Gue pasti temuin lo, nanti. Gua janji kok.
Gue sayang sama lo, Na.
Happy Birthday.
Maaf kalau gue kasih hadiah di saat yang ga tepat. Semoga lo suka.'
Kana tak bisa lagi menahan laju air matanya yang semakin deras. Andai saja saat itu ia memberi kesempatan pada Edo untuk memberi penjelasan. Mungkin ia bisa bertemu dengan cowok itu untuk mengucapkan maaf, terima kasih, atau salam perpisahan.
Kana memasukkan surat itu ke dalam sakunya. Ia mengambil sebuah kotak yang berwarna biru muda yang ada di dalam kotak besar tersebut. Nampak sebuah boneka beruang kecil berwarna biru muda. Lalu di bawah boneka itu terdapat secarik kertas.
'Akhirnya gue bisa dapat boneka ini di percobaan ke 50. Semoga lo suka ya, Na. Maaf saat bareng lo, gue ga bisa dapatin boneka ini.'
Kana tertawa pelan dengan air mata yang masih terus mengalir. Ia teringat saat pertama kali ia melihat boneka itu di pinggir jalan. Saat itu sedang ada sebuah permainan melempar gelang ke paku dengan hadiah boneka beruang besar. Tapi ia memaksa Edo untuk mendapatkan boneka beruang berwarna biru muda. Sayangnya lemparan cowok itu terus meleset, bahkan setelah percobaan ke 10.
Kana memeluk boneka itu erat-erat. Kenangan indah itu terasa sangat mengiris hatinya. Ia kembali menangis, kali ini ia menumpahkan semua kesedihannya lewat tangisan itu. Faiz yang sedari tadi hanya memperhatikan pun mulai mendekatinya. Lalu cowok itu menariknya ke dalam dekapan yang terasa sangat hangat.
"Edo pasti akan balik lagi, Na. Dia ga mungkin ngelupain janjinya," ujar Faiz sambil menepuk punggung Kana.
~~~
Sedangkan di dalam mobil, Edo teringat sesuatu. Ia menepuk bahu pria paruh baya yang menjadi sopir kepercayaan ayahnya tersebut. Pria paruh baya menolehkan kepalanya.
"Bisa putar balik ke rumah?" tanya Edo.
"Apa ada yang tertinggal?"
Edo menganggukkan kepalanya. "Sesuatu yang penting. Jadi apa bisa putar balik?"
Sopir itu menganggukkan kepalanya. Lalu ia pun mengubah arah laju mobil tersebut.
Edo menatap ponselnya yang bergetar. Ia mendapat sebuah pesan singkat dari Faiz. Pesan itulah yang membuatnya berniat untuk kembali ke rumah. Ia harus mengucapkan selamat tinggal dengan benar pada Kana. Ia tak ingin menyesal saat sudah pergi. Ia tersenyum tipis menatap foto yang menjadi wallpapernya.
"Gue ga yakin bisa pergi kalau lihat dia," gumam Edo.
Bersambung ...

Komento sa Aklat (120)

  • avatar
    Muhamad Arbani

    Cerita nya menarik untuk dibaca, bagi kalangan anak2 remaja, terutama bagi yang SLTA.

    10/01/2022

      7
  • avatar
    milakarmilah

    cerita nya bagus bgt Ka..semoga hiatus ny ga llama ya,masih pengen liat kana sama.gilang apa sama.edo...semamgat kkakak🥰

    29d

      0
  • avatar
    PonselNajla

    bagus

    12/08

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata