logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Bersahabat dengan Nindy

Tanpa merasa bersalah, Nindy berjalan terus ke belakang. Tak memedulikan temannya yang mengaduh-aduh kesakitan oleh tonjokan lengan gemolnya.
"Siapa suruh ngeledekin orang." ucapnya dengan nada ceria.
Nindy senang sekali hari itu. Ia seperti mendapat kawan baru. Dulu ia menyangka Jingga ini cewek jutek dan sombong. Setelah hampir seminggu ini, ia baru sadar kalau Jingga ternyata teman yang asyik. Memang orang seharusnya tidak menilai kepribadian seseorang dari tampak luarnya saja. Don't judge a book by it's cover. Berkenalan lebih jauh, bergaul akrab dengannya, barulah bisa tahu baik atau buruk sifatnya.
Jingga yang mengekor di belakangnya dibuat terpana oleh kebun belakang yang dimaksud Nindy. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling halaman. Berderet-deret tanaman hias dalam pot berjajar rapi tampak indah dan teratur. Pot-pot disusun berdasarkan ukurannya dari yang terkecil hingga yang terbesar.
Jenis bunganya yang beraneka menguarkan semerbak harumnya bahkan sampai ke sekitaran. Kehadiran beberapa kupu-kupu dan kumbang semakin menambah eloknya pemandangan yang tengah mereka saksikan.
Jingga hanya mengenal sedikit saja di antara semuanya. Mawar ada sebaris sendiri dengan berbagai warna. Ada merah, merah tua, pink, putih dan merah-jingga. 
Sembari melihat-lihat, Nindy menberi penjelasan singkat bunga-bunga yang ditunjuk Jingga.
"Yang paling wangi kalo mawar ya ini, jenis yang Mawar Putri," ucapnya dengan jemari menyentuh mawar yang berwarna merah tua.
"Eeeh ada nama-namanya, toh?" Jingga bertanya heran.
"Ada banyak, yang putih ini namanya Mawar Mega Putih, itu yang pink namanya Mawar Pertiwi."
"Yang merah agak jingga ini juga beda nama?" Jingga mendekati sebuah pot yang bunga mawarnya tengah akan mekar. Ia belum pernah melihat yang warnanya jingga seperti itu sebelumnya. Tadinya dia malah mengira itu bukan bunga mawar.
Disentuhnya mahkota bunga mawar jingga yang lembut itu. Dihidu sebentar dengan hidungnya, mencoba membaui aromanya. Tidak seharum mawar putri tadi, memang. Tapi Jingga merasa mawar yang itu istimewa.
"Itu Mawar Megawati. Dia hasil persilangan mawar merah dengan mawar kuning. Mawar kuning gak bisa hidup di lingkungan tropis, makanya persilangannya import." Nindy kembali menjelaskan.
"Tuh, kan, bener, yang jingga emang selalu spesial," sahut Jingga dengan nada bangga.
"Ihh, narsis amat. Ada juga Mawar Thalitha tapi lagi habis, nih, kayaknya." Nindy tampak sedang mencari-cari di deretan mawar tapi tidak menemukannya.
"Bagus amat namanya Thalitha,"
"Iya, daripada kamu, namanya Jingga. Hihihi,"
"Ish, nama dari Bapakku, tuh. Mengandung doa, tahu," Jingga menyela dengan nada pura-pura kesal.
Nindy tergelak melihat ekspresi wajah Jingga.
"Eh, masuk, yuk. Bikin minum." Nindy menggamit tangan Jingga masuk rumah melalui pintu belakang.
"Bentar, masih pengen lihat yang lain, nih." Jingga merasa berat meninggalkan halaman belakang yang indah itu. Aromanya yang wangi dan segar serta warna warninya yang memanjakan mata sungguh elok dan nyaman untuk dinikmati.
"Nanti ke sini lagi ...," sahut Nindy terus menarik Jingga ke dalam rumah.
Tanpa terasa kesedihannya saat masih di rumah tadi seolah menguap entah kemana. Bersama Nindy di rumahnya lumayan berhasil menceriakan harinya. Dalam hati ia sangat berterima kasih pada Nindy. Tampaknya mereka cocok untuk berteman dekat.
Jingga menyadari bahwa ia berkepribadian introvert yang sedikit menyulitkannya dalam hal mencari teman. Ia jarang sekali bisa dekat dengan teman-temannya. Sikapnya yang seringkali tertutup dan jarang dapat bercerita secara blak-blakan seakan menciptakan jarak yang tak dapat ditembus oleh orang lain.
Selama ini ia hanya berteman sewajarnya saja. Tak ada yang sangat akrab selayaknya sahabat sejati.
"Kamu pengen minum apa, Ngga?" Pertanyaan Nindy mengagetkannya dari lamunan.
"Oh, emm, apa aja, Ndy. Yang penting adem deh." Jingga menjawab sekenanya. Ia sampai tak sadar telah berada di dapur rumah keluarga Nindy.
Dapurnya luas. Jadi satu dengan ruang makan sepertinya, karena Jingga melihat di bagian tengah ruangan terdapat satu set meja kursi makan.
Nindy menyodorkan sebuah baki berisi dua buah gelas dan sebotol besar minuman jeruk kemasan.
"Bawa ke teras belakang, gih. Aku cariin cemilan dulu," ucapnya lalu sibuk membuka-buka kulkas dan buffet mencari sesuatu yang dapat disuguhkan.
Jingga pun kembali duluan ke teras belakang. Ia dduk di atas dipan bambu yang terletak di situ bersama dua buah kursi kayu panjang. Dituangkannya minuman jeruk dingin kemasan tersebut ke dalam gelas dan segera meneguknya. Segar asam manisnya terasa sekali di tenggorokan. Dalam hati ia berniat nanti sepulang dari situ akan mampir ke minimarket untuk beli minuman yang sama.
Nindy datang menyusul dengan dua piring di tangannya. Yang satu berisi irisan roti bolu dan satunya lagi irisan buah melon.
"Cuma ada ini, Ngga. Terima aja, ya. Tamu kudu pasrah ama tuan rumah," ucapnya sambil meletakkan kedua piring di baki yang dibawa Jingga tadi.
"Hahaha, padahal aku pengennya disuguhin seblak. Ituh yang kadang kamu bawa pas makan siang. Baunya selalu menggoda," Jingga menjawab sembari mengambil sepotong melon dan mencomotnya.
"Iiih, nggak pernah bilang, sih, kalau doyan. Itu aku belinya di jalan pas berangkat kerja, deket pasar sana."
"Ya ampuuun, dasar gentong, lu. Berangkat kerja tak lupa mampir ke pasar cuma buat mastiin cadangan makanan full, wkwkwk." Jingga geleng-geleng kepala membayangkan kelakuan Nindy.
"Weii, wajib banget itu. Kalo sampe stok makanan gak ada, wah, siap-siap kamu gak ada yang bantuin cek bahan," sahut Nindy dengan mulut penuh dengan roti.
"Widihh, kamu kalo laper suka pingsan, gitu?"
"He-emb biasanya, eheheee,"
"Eh, kalo pengen, yuk, kita cari seblak ke luar? Aku boncengin, deh." Nindy menawarkan.
"Hihihi, becanda kok aku. Nggak begitu suka seblak."
Mereka kemudian terlibat obrolan seru mengenai jenis-jenis cemilan berlemak dan non lemak yang disarankan oleh Jingga kepada Nindy. Dari semua saran, tidak ada yang diterima oleh teman gendutnya itu karena katanya tidak sesuai dengan habitatnya.
"Wkwkwk, yo dah. Ucapkan selamat tinggal buat rencana langsingnya, gih." Jingga berseloroh. Untung temannya itu tipe yang gak baperan. Dibully macam mana juga cuma ketawa aja, pikir Jingga kagum.
Bila mayoritas cewek akan sangat terganggu dengan ejekan mengenai berat badan, Nindy sama sekali tidak masalah dengan itu. Gadis itu tetap enjoy dan seceria biasanya. Bahkan di tempat kerja saat ada beberapa kawan yang dengan tak berperasaan mempelesetkan namanya dari Nindy menjadi Nindut.
Andai Jingga yang dalam posisinya, ia pasti tak akan semudah itu bisa menerima. Mendapat pandangan yang sedikit meremehkan saja dalam batin Jingga sudah terluka.
Seketika itu Jingga merasa harus belajar banyak dari Nindy. Sikapnya yang selalu ceria dalam kondisi apapun membuat wajahnya tampak segar berbinar seolah tanpa beban. Dia hampir mirip dengan adiknya, Nila.
* * *

Komento sa Aklat (43)

  • avatar
    MardianaRina

    Ketika kita mengalami trauma yang sangat terpenting adalah menyendiri untuk memberikan waktu dan mengendalikan diri, juga ketenangan dan kepercayaan dalam dirinya untuk bangkit.

    04/02/2022

      10
  • avatar
    Qurratuainy

    sangat bagus

    23d

      0
  • avatar
    NazaMohd

    Naise

    28/05/2023

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata