logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Hutang (1)

"Kak ... memang seperti itu model mertuamu?" tanya Rian.
Pemuda itu langsung duduk mendudukkan tubuhnya di sebelah Ranti saat mendapati wanita itu duduk dengan napas yang terengah-engah di kamarnya. Setelah kepergian Bu Ratna dan Ririn tadi, Ryan langsung menyusul kakaknya yang sudah duluan menghilang.
Hanya tarikan napas panjang Ranti yang menjadi jawaban atas pertanyaan adiknya itu.
"Sepertinya banyak hal yang tak aku ketahui tentang Kakak selama ini."
Ranti menolehkan kepalanya ke samping, netra kedua kakak beradik itu saling beradu.
"Tak ada yang perlu dirisaukan. Kakak sudah terbiasa. Hanya saja ... dengan kondisi kehamilan Kakak sekarang ini, sepertinya perlu energi yang lebih saat berhadapan dengan mereka."
Ranti merubah posisi. Sekarang tubuhnya bersandar pada bagian kepala tempat tidur dengan menggunakan bantal yang ditegakkan. Kakinya diluruskan di atas kasur.
"Bang Bayu tahu semua ini?"
Ranti menganggukkan kepalanya.
"Tahu ... kamu tak perlu khawatir, Bang Bayu tak pernah membela keluarganya. Hanya saja ... ada hal yang harus kamu ketahui sekarang."
Ryan mengernyitkan dahinya, tak mengerti arah pembicaraan sang kakak.
"Bang Bayu di penjara saat ini. Tersandung kasus korupsi pengadaan barang di kantor, walaupun Bang Bayu bersumpah tak menerima sedikit uang selain honor resmi yang diterimanya. Tetap saja, tanda tangan yang dibubuhkannya di dokumen di atas segalanya."
Sontak saja Ryan terperangah. Selama ini ibu dan kakaknya tak pernah menceritakan semua masalah itu pada dirinya.
"Mengapa Kakak dan Ibu menutupinya dariku? Kalian pikir aku masih anak-anak yang belum paham apa-apa?"
Ranti menarik napas panjang. Ada beban berat yang harus dilepaskan saat ini.
"Bukan tak percaya padamu, atau pun sengaja menutupinya. Kami hanya tak ingin masalah ini mengganggu pikiranmu. Kamu harus fokus pada tugas akhirmu. Memberikan yang terbaik pada kami. Toh, Kakak banyak yang membantu di sini."
Ryan tampak menggeleng-gelengkan kepalanya berulang kali. Seakan tak percaya begitu berat beban yang harus ditanggung kakaknya bersama sang ibu di sini. Keduanya perempuan, tak ada yang melindungi di tanah rantauan ini.
"Berapa lama hukuman Bang Bayu, Kak?"
" Tiga tahun. Sidang vonisnya bulan kemarin."
"Kakak akan bertahan di tanah ini selama tiga tahun sendirian? Apa tak sebaiknya Kakak pulang saja ke rumah kita dulu sementara menunggu Abang keluar dari penjara? Ryan khawatir Kakak dan Ibu saja di sini."
Ranti tersenyum saat mendengar dan melihat kecemasan adiknya. Hubungan mereka memang tak terlalu dekat karena perbedaan jenis kelamin. Tapi Ranti tahu pemuda di hadapannya saat ini sangat menyayanginya.
"Kakak punya usaha di sini. Sayang jika ditinggalkan. Kamu tahu ... rumah dan tanah ini utuh hasil usaha Kakak. Bukan dari uang Bang Bayu. Makanya Kakak percaya jika suami Kakak tak terlibat korupsi itu sebenarnya. Semua pendapatan Bang Bayu masuk ke rekening yang Kakak pegang."
Lagi-lagi Ryan tampak terperanjat mendengar fakta yang disampaikan Ranti.
"Kakak serius. Saat ini bukan hanya dua toko roti yang Kakak miliki. Ada kafe yang juga sedang Kakak kembangkan. Merintis usaha ini tak mudah, sayang jika Kakak meninggalkannya."
Ryan tampak mengembangkan senyumnya.
"Satu kata untuk Kakak ... luar biasa! Aku pikir Kakak akan kesulitan keuangan setelah kasus yang membelit Bang Bayu. Dugaanku salah besar."
Ranti tersenyum tipis.
"Ada banyak kebahagiaan yang Kakak dapatkan di tanah orang ini. Maka kasus yang saat ini harus Bang Bayu hadapi Kakak anggap sebagai ujian kehidupan. Kamu sendiri ... apa rencanamu setelah wisuda nanti? Atau jangan-jangan ... adik Kakak ini mau langsung melenggang ke tenda biru setelah memakai toga nanti," ucap Ranti dengan nada bercanda.
Kali ini Ryan yang terbahak. Tak terlihat lagi raut kecemasan di wajahnya.
"Masih jauh, Kak. Dan semoga aku tak mendapatkan mertua seperti mertuamu tadi. Aku tak kuat, Kak!"
Kali ini bukan hanya Ryan yang terbahak. Ranti pun ikut tertawa lepas. Suratan nasibnya sudah tertulis, mendapatkan mertua ajaib seperti Bu Ratna. Benar, cukup dirinya. Tak perlu sang adik bernasib sama.
"Tadinya aku berniat mencari pekerjaan di Jakarta atau paling tidak di Palembang, Kak. Aku sudah sempat menghubungi beberapa teman yang ada di daerah Jawa. Tapi saat aku melihat kejadian tadi ... tampaknya niat itu harus kutunda. Aku akan menemani Kakak dan Ibu di sini. Yah ... paling tidak selama Bang Bayu menjalani hukuman. Aku akan mencari pekerjaan di sini saja. Semoga nasib baik berpihak pada adikmu ini, Kak. Kakak keberatan dengan keputusanku ini?"
Ranti cepat merangkul adik lelakinya itu. Bahagia, itu yang dirasakannya saat ini.
"Tentu tidak. Kakak justru bersyukur dengan keputusanmu itu. Kamar kosong di rumah ini dapat kamu tempati. Kamu tahu tentunya kondisi Kakak saat ini. Kamu dapat membantu usaha Kakak, tak perlu mencari pekerjaan di sini. Atau bila memungkinkan ... kita kembangkan usaha Kakak ini dengan inovasi-inovasi baru. Anak muda seperti kalian tentunya punya banyak ide. Bantu Kakak saja, tak usah mencari pekerjaan dimana pun."
Keduanya tak menyadari kehadiran Bu Dewi yang berdiri melihat kedua anaknya duduk berbicara dengan akrab di tempat tidur Ranti. Semoga umurnya masih panjang untuk melihat keakraban keduanya. Masih ada waktu yang tersisa menyaksikan kebahagiaan kedua buah hatinya.
"Ran ... ada Nina di depan," ujar Bu Dewi seraya melangkah ke arah tempat tidur Ranti.

Komento sa Aklat (75)

  • avatar
    Kurniasih Anza

    bagus ceritanya

    19/01

      0
  • avatar
    greatkindness

    nice story

    02/10

      0
  • avatar
    udinKomar

    oke

    14/06/2023

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata