logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Tujuh

"Oh, jadi ini istrinya Pramudya Adiwiguna? Senang berkenalan denganmu, kapan-kapan kita bertemu lagi di rumahmu, ya!" ucap Kamila.
"Di rumahku?" Alena mengerutkan kening.
"Iya, di rumahmu. Rumah Pramudya. Asal kau tahu, aku adalah kesayangan ibu mertuamu," ujar Kamila. "Pasti Raisa sudah sudah cerita siapa aku, bukan?" lanjut Kamila.
Alena tersenyum mengerti, ia bersandar dengan santai. "Oke, aku tunggu kunjunganmu di rumahku."
Kamila melempar senyum manis sekaligus sinis untuk Alena. "Permisi." Ia melenggang berlalu dari lobi hotel.
"Kemana dia?" tanya Gina pada Raisa.
"Bertemu dengan klien-kliennya," jawab Raisa.
"Kakakmu, Sa. Masih bersikeras untuk mendapatkan suamiku rupanya," ucap Alena pada Raisa.
Raisa mengedikkan bahu tanda ia tak mau ambil pusing.
"Aku malas mencampuri urusan pribadinya. Hidup kami sudah masing-masing sejak kecil. Papa sangat mengandalkan Kamila demi kesuksesan Rheins Corporation. Sementara aku tak pernah tertarik berkecimpung di dunia bisnis. Aku lebih senang traveling," papar Raisa.
"Kapan kau menikah?" tanya Gina.
Mata Raisa menerawang. "Kau duluan saja," sahut Raisa enteng.
Alena memandangi kedua temannya. Alena dan Gina tidak tahu jika Raisa adalah mantan kekasih Diwali. Namun hubungan mereka kandas karena Diwali harus menikahi Puri.
Diwali sebenarnya tak ingin mengakhiri hubungannya dengan Raisa. Tapi Raisa tak pernah ingin menjalin hubungan dengan laki-laki yang sudah beristri. Meski hingga kini, cintanya untuk Diwali belumlah sirna.
***
Nyonya Sekar berbaring di atas tempat tidurnya ditemani Alena yang mengenakan tank top kuning dan hotpants dengan warna senada.
"Dulu sekali Mama memang ingin menjodohkan Pram dengan Kamila tapi sekali Pram sudah mengatakan tidak ingin kembali padanya, Mama tak bisa berbuat apa-apa."
"Jadi Pram pernah menjalin hubungan dengan Kamila saat masih di SMU, Ma?" tanya Alena.
Nyonya Sekar mengangguk.
"Atas saran Mama?"
Nyonya Sekar kembali mengangguk.
"Lalu kenapa hubungan mereka berakhir?"
Nyonya Sekar mengelus lengan mulus Alena. Tampak tahi lalat dengan ukuran besar di sebelah dalam lengan kanan Alena.
"Tahi lalat di lenganmu semakin mempermanis penampilanmu, Alena."Nyonya Sekar mengalihkan pembicaraan.
"Ma." Alena menuntut jawaban dari Nyonya Sekar.
"Sejak awal aku memang tidak tertarik dengan Kamila, Alena!" Pram muncul tiba-tiba karena memang pintu kamar Nyonya Sekar terbuka.
"Kenapa tak pernah bercerita tentangnya?" tanya Alena.
"Karena aku tak pernah menganggapnya istimewa. Mama yang menjodohkan aku dengan Kamila saat kami sekolah di sekolah yang sama."
"Ayahnya Kamila adalah sahabat baik Mama, Alena. Kami punya impian menjodohkan anak kami. Tapi ternyata Pram sedikitpun tidak tertarik dengan Kamila," ucap Nyonya Sekar.
"Dia masih sering berkunjung ke rumah ini?" tanya Alena.
"Hanya mengunjungi Mama. Sesekali datang bersama ayahnya," sahut Nyonya Sekar.
"Tapi dia sering menerobos ke ruang kerja dan kamarku," protes Pram tak suka.
"Kamila adalah kakak dari kawanku, Raisa. Kemarin kebetulan saat aku bersama Raisa, Kamila pun ada lalu aku berkenalan dengannya," papar Alena.
"Alena kumohon, jangan dengar apapun perkataan Kamila. Di antara aku dengannya tidak ada hubungan apa-apa lagi," pinta Pram cemas.
"Aku percaya padamu. Kau tidak usah khawatir. Aku hanya ingin menanyakan kebenarannya saja pada Mama. Jadi jika nanti ia berkunjung ke rumah ini, ia tak bisa lagi menerobos kamar kita seenaknya. Pramudya Adiwiguna sudah menikah denganku," jawab Alena penuh percaya diri.
Pram tampak lega. Nyonya Sekar tersenyum dan lagi-lagi mengelus lengan Alena lembut.
***
Kamila memasuki ruangan besar dengan nuansa serba hitam lantai lima belas Rheins Corporation. Wajahnya tampak tenang.
"Pa, kenapa Papa tak memberitahuku tentang pernikahan Pram?" tegur Alena, masih berdiri di hadapan ayahnya.
Rudi Bagoskoro, ayah Kamila sekaligus pemilik tunggal Rheins Corporation melepas kacamatanya. Ia menghela napas dalam.
"Mila, undangan ibunya Pram saat itu begitu mendadak. Hari pernikahan Pram adalah hari dimana kau berada di Singapura dan sedang menandatangani proyek besar di sana. Papa tak mungkin memberitahumu. Papa tahu, semua akan kau tinggalkan dan proyek besar yang sudah lama menjadi target perusahaan kita tak akan kau pedulikan jika kau mendengar berita pernikahan Pram."
Aku bukan anak Papa yang baru lulus SMU kemarin sore atau Raisa yang tak peduli dengan apapun mengenai perusahaan kita. Mana mungkin aku merugikan Rheins Corporation?"
Rudi Bagoskoro bangkit dari kursinya. Ia menuju sofa dan mengajak Kamila duduk.
"Duduklah!" Rudi Baskoro merengkuh bahu Kamila lembut.
Kamila menurut dan duduk di sebelah ayahnya.
"Papa tak ingin kau terluka mendengar kabar pernikahan Pram. Meski di permukaan kau selalu berusaha menyembunyikan rasa cintamu yang besar pada Pram, Papa tahu hatimu, Mila," ucap Rudi Bagoskoro lembut.
Kamila menarik napas dalam.
"Tapi cepat atau lambat, aku akan tahu kalau Pram sudah menikah."
"Berliburlah, pergilah kemana kau suka. Temukan laki-laki lain selain Pram," usul Pak Rudi.
Kamila membuang pandangan ke jendela.
"Tak perlu kucari, Pa. Anak Papa yang cantik dan kaya raya ini adalah target empuk para kumbang di luar sana. Tapi Pram berbeda dengan mereka," sahut Kamila.
Pak Rudi mengelus bahu Kamila prihatin.
***
Pak Diman sedang berbisik-bisik dengan Murni di taman depan rumah. Keduanya tampak tersembunyi di gazebo yang tertata unik dan apik.
"Non Kamila, itu Non Kamila," ujar Pak Diman pada Murni.
Murni memperhatikan Kamila yang turun dari mobil lalu berjalan ke teras rumah.
"Kemarin yang datang ke pernikahan hanya ayahnya saja. Katanya Non Kamila sedang ada proyek besar di Singapura. Ayo kita ke dalam, Pak Diman! Pasti akan seru di dalam!" Murni menarik tangan Pak Diman yang sedang memegang gunting.
"Pasti kalian akan bergosip lagi. Hentikan kebiasaan kalian, tidak baik!" Pak Diman menolak diajak masuk.
"Bergosip itu salah satu hal paling menyenangkan dalam hidup ini, Pak Diman. Ya, sudah. Aku sendiri saja ke dalam!" Murni bergegas masuk ke dalam rumah.
Pak Diman hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah Murni.
Ani menyambut kedangan Kamila dan sedikit terkejut. "Nona Kamila," seru Ani.
"Aku mau bertemu dengan Bunda," sahut Kamila sambil berjalan menuju sofa di ruang tamu.
"Baik, Non. Akan saya panggilkan," sahut Ani sedikit tergeragap.
Sebelum Ani sempat memanggil Nyonya Sekar, Nyonya Sekar sudah muncul.
"Aku tahu deru mesin mobil yang tadi kudengar adalah deru mesin mobilmu." Nyonya Sekar menghampiri Kamila.
Kamila berdiri, merentangkan tangan lalu memeluk Nyonya Sekar. "Bunda, apa kabar? Sudah lama aku tak berkunjung ke rumah ini. Bunda sehat?"
Nyonya Sekar membalas pelukan Kamila dengan hangat. Pram dan Alena berdiri agak ke sudut melihat keduanya.
"Aku selalu sehat dan bahagia, Mila."
"Ini, aku bawakan oleh-oleh dari Singapura." Kamila memberikan bingkisan yang tadi ia bawa dari dalam mobil.
"Wow, apa ini? Kenapa kau selalu memanjakanku dengan semua pemberianmu?" tanya Nyonya Sekar sumringah menerima bingkisan dari Kamila.
"Karena aku sayang Bunda!" jawab Kamila tulus.
Alena berpandangan dengan Pram.
"Terima kasih, Mila! Ayo, duduklah kembali!" ucap Nyonya Sekar.
"Bunda, kenapa Bunda tak memberitahuku mengenai pernikahan Pram? Bunda sudah melupakan aku?" Kamila bertanya tanpa basa-basi.
Nyonya Sekar sedikit kebingungan mendengar pertanyaan Kamila.
"Pernikahannya mendadak. Empat hari lagi Pram mau menikah, calon istrinya baru ia kenalkan padaku."
Kamila tersenyum. "Sayang sekali, sampai akhir ternyata aku tak bisa menjadi menantu Bunda."
"Mila, kau tetaplah anakku. Kau tetap boleh berkunjung ke rumah ini, kapan saja kau mau," ucap Nyonya Sekar.
"Ya, kapan pun kau mau, kau tetap boleh berkunjung ke rumah ini, Nona Kamila." Alena muncul dari ruang tengah, disusul Pram. Mereka berdua duduk di hadapan Nyonya Sekar dan Kamila.
"Semoga kau bahagia dengan pernikahanmu, Pram." Kamila tak banyak bicara. Hatinya berdenyut nyeri melihat Alena menggandeng lengan Pram mesra.
***
Di taman kontrakan Mami Inggrid tampak Liana dengan wajah kusut. Rita duduk di sebelahnya.
"Karena aku bohong sama Mama jadi aku gagal ikut casting, Kak." Liana menggerutu.
"Aktingmu kurang menjiwai. Bukan karena bohong sama Mami," sahut Rita.
"Bagaimana caranya aku jadi artis kalau tiap casting gagal terus. Kemarin malah aku ditawari aneh-aneh sewaktu pulang dari tempat casting."
"Tawaran aneh apa maksudmu?" tanya Rita.
"Kalau aku mau jadi artis, aku diminta datang ke apartemen sang produser. Harus sendirian!" kata Liana.
"Jangan mau, Li!" tukas Rita cepat.
"Aku juga tak mau, tawarannya aneh. Kenapa harus datang sendirian ke apartemen, memang di sana ada acara casting? Bagaimana kalau aku di apa-apakan di sana? Sendirian pula."
"Nah, itu kau tahu. Sudah, jangan patah semangat. Kau bisa ikut casting lagi lain kali." Rita menepuk-nepuk pundak Liana.
Liana tak menjawab apapun. Wajahnya tampak kesal sekaligus gundah.
"Wajahnya jangan ditekuk nanti hilang cantiknya," seloroh Rita.
Liana mesem lalu memeluk Rita. "Apa mimpiku terlalu tinggi, Kak?"
"Lebih baik kau berlatih akting saja," saran Rita.
"Latihan di mana, Kak? Di kamar mandi? Di goa? Mulut mamaku pasti nanti kerepotan mengulang-ulang tata bahasa hanya sekedar untuk memarahi aku. Kalimatnya selalu sama. Aku bosan dengar omelan Mama."
Rita tertawa geli. "Padahal kau cantik, Li. Tapi kenapa selalu gagal? Karena aktingmu yang tidak mumpuni. Berlatih saja malam hari, saat Mami ke Pub."
"Harus ada lawan main, Kak. Kurang seru kalau berlatih sendiri," kelit Liana.
"Bukan kurang seru tapi kurang niat itu, sih!" ucap Rita.
Liana cemberut. Liana dan Rita tak tahu kalau Mami Inggrid mendengar percakapan kecil mereka dari balik jendela dapur.
"Benar-benar anak itu! Tidak bisa akting tapi bermimpi jadi artis. Sampai kapanpun aku tak akan pernah mengizinkan dia menjadi artis!" Mami Inggrid berkata tajam.
***
Di pusat perbelanjaan tampak Diwali menggandeng mesra seorang gadis muda nan menawan. "Kau boleh beli membeli apapun yang kau mau. Oh, minggu depan kau bilang harus pergi ke pernikahan kawanmu. Ayo, kita beli baju di butik langgananku," ajak Diwali.
"Jangan ke butik. Harganya pasti mahal. Aku tak mau kau membuang-buang uang terlalu banyak untukku," jawab Tesi, nama gadis belia itu.
"Uangku banyak. kau jangan khawatir. Tapi baiklah kalau begitu. Ayo, kita ke deretan pakaian wanita di sebelah sana. Kau bisa ambil semua yang kau suka." Diwali menjawil dagu Tesi.
"Diwali," panggil seseorang.
Diwali menoleh, ia cukup terkejut. "Raisa."
Raisa berdiri sendirian, memandangi Diwali dengan tatapan penuh rindu sekaligus kecewa.
"Kau masih saja belum berubah. Masih sama seperti dulu. Ingat anak istrimu, Di!" ujar Raisa sambil berlalu.
"Kau sudah punya anak istri, Mas?" Tesi melepaskan rengkuhan Diwali pada bahunya. Tesi tampak kesal. "Jadi selama ini kau membohongi aku?"
"Bukan begitu, sayang. Mari aku jelaskan. Jangan lekas marah-marah!"
"Siapa perempuan itu? Istrimu?"
"Tentu saja bukan. Dia mantan kekasihku, tak terima dia putus denganku. Wajah segagah dan semuda ini mana mungkin sudah menikah. Percayalah. Dia sengaja berkata seperti itu agar kita bertengkar. Berkali-kali ia ingin menjalin hubungan lagi denganku tapi aku tak mau. Jadi seperti itulah tadi, hatinya pasti terbakar melihat kemesraan kita!" jawab Diwali lancar.
Tesi melunak. "Betul apa yang kau katakan?"
"Mana mungkin aku bohong padamu. Kalau dia kekasihku atau istriku sudah pasti aku kejar dia. Buktinya, aku sibuk menenangkanmu di sini." Diwali perlahan merengkuh kembali bahu Tesi.
Tesi menurut lalu kembali berjalan mesra bersama Diwali.
Sementara dari kejauhan, Raisa merasa sedih melihat ulah Diwali. 
Aku masih bisa menerima kelakuanmu yang selalu menebar pesona dengan perempuan lain. Tapi aku tak bisa membiarkan kau lari dari tanggung jawab karena menghamili perempuan di luar nikah. Namun tetap saja kau masih bertingkah di belakang istrimu dan sialnya aku pun masih saja merindukanmu, Di!

Komento sa Aklat (44)

  • avatar
    Mrbon Bon Michellina

    Good

    03/03/2023

      0
  • avatar
    Gusion

    bagus banget

    08/08/2022

      0
  • avatar
    FF ULEule gege

    makasih

    05/08/2022

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata