logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Chap 4

Pagi ini berjalan seperti pagi-pagi sebelumnya, seperti sinar matahari yang senantiasa menembus jendela kaca hanya untuk menyoroti dua remaja yang tengah sibuk berkutat di area dapur sebuah rumah bergaya modern.
"Dek, bisa tolong kakak bangunkan mas Chandra bentar? Ini biar kakak saja yang lanjutin."
Shinta hanya mengangguk singkat menyanggupi, sedangkan Rohma langsung bersiap mengambil alih pekerjaan si bungsu yang sedang mencuci piring pagi itu.
Sedangkan dari arah anak tangga, Rendika turun dengan tangan yang sibuk menyisir rambutnya ke belakang. Sesekali melirik ke bawah untuk memastikan pijakannya sudah tepat pada setiap anakan tangga.
"Sudah aku bangun in kak, bentar lagi juga turun." Rohma hanya mengangguk, berpikir sejenak apakah suaranya begitu kerasnya sampai-sampai Rendika yang dari lantai atas pun bisa mendengar ucapannya.
"Ayah sudah berangkat kerja kak?" Belum juga Rohma menjawab, dengusan cukup keras dari arah tangga sontak mengalihkan pandangan ketiganya.
"Ngapain sih bang Rendi pake nanyain ayah segala, udah enak juga gini. Kita jadi bisa sarapan dengan tenang pagi ini."
"Mas Chandra, omongannya dijaga." Sebagai sulung, Rendika selalu berusaha mengingatkan untuk selalu menghormati orang yang lebih tua, apalagi yang mereka bicarakan saat ini adalah ayah kandung mereka sendiri.
Tapi seolah tak mau mendengarkan, Chandra hanya diam saja sambil mendudukkan diri di samping kakak keduanya.
Sebenarnya sikap Chandra tak bisa sepenuhnya disalahkan, karena sikap sang ayah juga ikut andil dalam hal ini. Bisa dikatakan, Chandra hanya membangun benteng pertahanan untuk dirinya sendiri. Terutama pada tuntutan-tuntutan yang sering kali Pradipta berikan kepada mereka.
"Kakak bikin bekal hari ini?"
"Iya, aku pingin makan siang nasi goreng seafood buatan kakak. Terus kak Ren bilang sekalian saja bikin buat berempat, biar nanti bisa makan siang bareng di kelas." Bukan Rohma yang menyahuti pertanyaan Rendika, melainkan Shinta.
Dan jika membahas soal bekal, Rendika paham betul bahwa adik bungsunya itu pasti sudah bersekongkol dengan sang kakak. Apalagi ia tahu bahwa kemarin sang ayah memberikan hukuman kepada Chandra, jadi daripada harus melihat adiknya itu makan bekal dari rumah sendirian, akan lebih pantas rasanya jika dijalani bersama-sama.
Bukankah sebagai saudara harusnya seperti itu? Menemani bukan hanya di saat bahagia, tapi juga dikala susah senantiasa menyapa.
°°°°°
"Ren, ada yang mencari kamu di depan kelas." Salah satu teman sekelasnya berseru, bisa dilihat bahwa gadis dengan rambut sebahu itu juga baru dari luar kelas.
"Siapa?"
"Bara sama Gema."
Mendengar hal itu Rendika langsung meletakkan sendoknya, karena memang saat ini keempatnya tengah makan siang bersama di kelas. Bahkan Rohma dan Chandra sudah memutar kursi hingga menghadap ke belakang, ke arah Rendika dan juga Shinta.
"Kalian terusin saja makannya, kakak ada urusan sebentar. Kalau perlu habis in punya kakak sekalian, kakak udah kenyang."
Tanpa menunggu jawaban dari ketiganya, Rendika sudah berlalu keluar kelas. Menghampiri kedua sahabatnya dan langsung berjalan ke arah parkiran samping, dimana akses rahasia menuju wasam berada.
"Nih." Sebuah topi hitam juga masker berwarna senada diulurkan Bara kearahnya. Seolah dua benda itu adalah hal terpenting saat pertemuan anggota seperti ini.
"Thanks." Ucapnya tulus.
Bukan tanpa alasan ia melakukan ini, tapi siapa pun tak ada yang tahu apa saja yang akan terjadi di saat pertemuan nanti. Dan sebagai upaya menyembunyikan identitas dirinya, Rendika selalu menggunakan topi dan masker hitam di saat-saat tertentu seperti saat ini.
Dan beruntungnya Rendika memiliki sahabat seperti mereka berdua, yang akan selalu siap menyediakan apa pun yang ia perlukan. Bahkan di saat dirinya sendiri hampir kelupaan.
Setelah berhasil keluar dari area sekolah melalui akses rahasia, Rendika dan kedua sahabatnya hanya perlu berjalan menyeberangi jalan. Lalu menerobos semak-semak dengan tinggi sekitar tiga meter, seolah-olah wasam memang di bangun untuk tak terlihat oleh orang-orang luar karena tertutup sempurna oleh semak-semak tinggi itu.
"Hello everybody." Seruan keras Bara langsung disambut teriakan sukacita dari semua anggota, lalu dilanjutkan high five ala-ala yang sudah menjadi kebiasaan diantara mereka.
"Bang Cakra mana?"
"Udah di dalem, masuk aja." Rendika mengangguk, tapi sudut matanya tak sengaja mengarah kepada seseorang yang saat ini tengah menatapnya tajam. Seolah tengah menunjukkan aura permusuhan kepadanya.
Rendika memilih tak ambil pusing, Remaja itu langsung melangkah masuk. Berjalan semakin ke dalam untuk mencapai sebuah ruangan private yang hanya bisa di jangkau orang-orang tertentu seperti dirinya.
Dari arah belakang Gema dan Bara juga mengikuti. Begitu pun Damar, sosok yang tadi memancarkan aura permusuhan kepadanya.
"Bang." Rendika langsung mendekat, tangannya terulur untuk menjabat tangan seseorang yang saat ini tengah duduk ditemani dua orang lainnya.
"Eh, udah datang Lo? Duduk-duduk."
Yang dipersilahkan hanya mengangguk, lalu memposisikan dirinya tak jauh dari bang Cakra. "Ada masalah Bang?"
Bang Cakra terkekeh, "Nafas dulu kali Ren, buru-buru amat."
"Lo tau gue nggak bisa lama-lama bang, takut telat kelas." Rendika mencoba menjelaskan, sedangkan Bang Cakra hanya mengangguk dengan senyum yang masih mengembang. Dia paham bagaimana posisi Rendika saat ini, bahkan ia sudah menganggap remaja yang dua tahun lebih muda darinya itu sebagai adiknya sendiri.
Tapi ekspresi berbeda ditunjukkan oleh Damar, remaja satu itu malah menunjukkan senyum smirknya. Menyebabkan semua atensi kini mengarah kepadanya. "Bilang aja takut adek-adek Lo pada nyariin. Mereka kan emang cuma bisa bergantung sama Lo."
"Lagian kita di sini juga sama kok, jadi nggak usah sok sibuk." Sambungnya lagi.
"Lo apa-apaan sih Mar? Seharusnya Lo bangga punya temen kaya dia, bukan malah julid kaya gini." Gema yang notabene lebih dekat dengan Rendika langsung angkat bicara, merasa muak dengan setiap kata-kata yang selalu dikeluarkan Damar kepada sahabatnya.
"Tau tuh, bukannya introspeksi malah nyalahin yang sudah pasti benar. Heran gue." Bara pun tak mau kalah, ia juga ikut memojokkan Damar seperti yang Gema lakukan.
Sedangkan yang dibela malah tetap terlihat santai, memilih diam memandang datar sosok Damar. Seolah menegaskan bahwa kebenaran akan tetap terlihat benar, tak peduli meski tak ada penjelasan yang terucap disaat banyak orang mengatakan bahwa itu adalah hal yang salah.
Setelah pembahasan selesai, Rendika kembali ke kelas tepat saat bel istirahat berakhir. Disana ketiga adiknya sudah duduk di tempatnya masing-masing, bahkan kursi yang sempat dihadapkan ke belakang sudah kembali ke posisinya semula.
"Kak Ren dari mana?" Shinta bertanya dengan suara lirih, berusaha agar guru yang tengah menjelaskan materi di depan kelas tak mendengar pembicaraan diantara mereka.
"Ada urusan penting tadi."
"Masalah olimpiade?" Chandra ikut nimbrung, adik ketiganya itu menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi dengan mata yang sesekali melirik ke arah belakang.
Beruntungnya belum sempat Rendika menjawab, guru yang tengah menjelaskan materi di depan sempat memandang ke arah mereka. Membuat pembicaraan itu berakhir dengan begitu saja. Dan hal yang paling disyukuri Rendika adalah, ia tak harus berbohong dengan pertanyaan yang ditujukan Chandra kepadanya.
Dan soal Gema juga Bara, yang adik-adiknya tau ketiganya berteman hanya karena masuk ke dalam kelas bimbingan olimpiade yang sama. Bukan seperti apa yang sebenarnya terjadi, jadi bisa dibilang olimpiade hanya lah kedok untuk menyembunyikan hal yang memang berusaha Rendika tutup-tutupi selama ini.
Walaupun sosok Gema dan Bara sendiri sudah dikenal sebagai bagian dari RedHause oleh seluruh warga sekolah. Tapi Rendika dan kekerasan bukanlah hal yang masuk akal untuk dijadikan alasan. Setidaknya itu yang dipikirkan adik-adiknya.
Dan bukan tanpa alasan Rendika melakukan hal ini, ia hanya tak ingin ketiga adiknya ikut terseret masalah yang mungkin akan timbul karena keterlibatannya dalam sebuah geng seperti RedHause dan setiap anggotanya.
Intinya, Rendika hanya merasa khawatir untuk kedepannya

Komento sa Aklat (47)

  • avatar
    AldoRevaldo

    itu keren

    07/07

      0
  • avatar
    acchongchiaspam

    minta dm ff boleh

    18/06

      0
  • avatar
    DoangGibran

    kf jhohohklhhg

    14/05

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata