logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Delapan

"Apa kalian tadi akan berciuman?" tanya Silvi sambil tersenyum kecil. Karin menoleh cepat mendengar itu, tetapi kemudian dia segera menggeleng.
"Hubungan kalian sungguh tidak biasa, tapi aku bisa merasakan ada ikatsn yang terjalin di antara kalian," ucap Silvi lagi.
'Jangan asal bicara. Tidak ada ikatan apa pun di antara kami. Kami tidak saling menyukai karena ada masalah di antara kami,' tulis Karin panjang lebar.
***
Karin tengah duduk seorang diri di ruang tengah rumah Vian. Ia menghela napas panjang. Tidak lama, ia berdiri dan melihat ke luar jendela. Di luar, hari telah menjadi gelap.
"Kenapa? Apa kau merindukan rumahmu?" tegur Vian yang baru saja masuk di ruangan tersebut. Karin mengangguk.
"Aku sudah membaik. Tentu aku ingin segera pulang," sahut Karin yang telah bisa berbicara normal.
"Duduklah!" perintah Vian sambil meraih dan membimbing Karin kembali duduk di tempat duduknya semula. Karin menatap Vian tidak mengerti. Vian menangkup wajah Karin dan melihat bibirnya.
"Itu benar. Kau sudah sembuh," ucapnya. Ia lalu perlahan menyentuh bibir Karin. Silvi yang masuk ke ruangan tersebut berdehem sejenak.
"Apa kita bisa keluar sekarang atau menunggu kalian bermesraan dulu?" tanyanya.
"Kami tidak ...."
Kata-kata Karin terputus saat Vian menarik tangannya untuk berdiri.
"Ayo!"
Silvi tersenyum lebar dan mengambil jaket Karin yang tersampir di kursi.
***
Gemerlap kembang api tampak menghias langit malam yang tampak cerah dengan purnama dan ratusan bintang. Suara riuh petasan juga ikut mengiringi. Karin dan Silvi juga bermain kembang api sambil berlari-lari kecil. Tawa mereka mengembang ceria. Vian kemudian juga bergabung dengan mereka.
Napas Karin terengah dan ia duduk di padang rumput tempat tersebut. Vian kemudian juga duduk di sampingnya. Karin menoleh.
"Ada apa ini? Kau sedang merayakan apa?" tanyanya.
"Kepulanganmu."
"Apa?" Suara Vian tidak terdengar jelas karena suara bising di sekitar mereka.
"Hari ini adalah malam terakhir kau berada di rumah ini. Aku membuat acara ini untuk itu," ujar pria itu kemudian.
"Kau merayakan kepulanganku?"
"Benar." Vian memegang dagu dan menengadahkan wajah Karin hingga menatap langsung padanya.
"Tapi jangan berharap kau bisa lepas dariku. Balas dendam itu tidak akan pernah berakhir."
Karin hanya diam menatap. Silvi yang duduk tidak jauh dari mereka hanya tersenyum saja melihat. Ia kemudian melihat sesuatu.
"Bintang jatuh!" tunjuknya.
"Karin, ayo kita membuat permohonan!"
Karin mengalihkan tatapan dari Vian. Ia kemudian melipat tangan dan memejamkan mata untuk membuat permohonan pada bintang jatuh.
'Apa yang dia minta? Apa mungkin dia mengharap aku celaka agar bisa bebas dariku?' tanya Vian sambil terus menatap Karin.
Karin membuka mata dengan seulas senyum tersungging di wajah. Ia menoleh dan tertegun sejenak melihat Vian yang tengah melihat dia.
"Kau meminta apa?" tanya gadis itu setelah beberapa saat. Ia menjadi tidak enak karena Vian terus menatap. Karena itu ia kemudian bertanya.
"Kau sendiri apa yang kau minta? Vian malah balas bertanya.
"Rahasia," sahut Karin sambil tersenyum kecil.
"Kata orang, jika memberitahukan permintaanmu pada bintang jatuh kepada orang lain, maka itu tidak akan terkabul."
"Kalau begitu, aku juga tidak akan memberitahumu permintaanku," ujar Vian. Karin hanya mengangguk saja. Vian bangkit berdiri dan menyalakan kembang api. Ia kemudian melihat pada Karin.
"Kau tidak perlu menunggu bintang jatuh untuk meminta sesuatu. Kembang api ini juga bisa melakukannya. Kau bisa meminta sebanyak yang kau mau," ujarnya.
***
Silvi duduk di samping Karin. Mereka kini berada di kamar. Acara kembang api telah usai dan kini mereka hendak tidur.
"Menurutku Vian sangat baik. Dia juga sangat romantis. Dia memperlakukanmu dengan begitu istimewa," tukas Silvi.
"Bukan begitu, hubungan kami tidak seperti yang kau duga," sahut Karin.
"Lalu seperti apa hubungan kalian?" tanya Silvi sambil melihat Karin dengan raut penasaran.
"Sudahlah, kita tidur saja, aku benar-benar capek," ujar Karin sambil berbaring dan memejamkan mata.
Silvi tentu tidak menerima jawaban Karin begitu saja. Rasa penasaran yang ia miliki terlalu besar. Ia mengguncang-guncang tubuh sahabatnya itu.
"Beritahu aku, hubungan apa yang kalian miliki? Beritahu aku, Karin!"
Meski terus ditanya oleh Silvi hingga berulangkali, Karin tetap saja diam dan memejamkan mata.
"Karin, beritahu aku, kalau tidak, aku tidak akan bisa tidur karena terlalu penasaran!"
***
Karin membuka mata dan duduk sambil melihat pada Silvi. Ia tersenyum kecil sambil menggeleng. Sahabatnya itu berkata tidak bisa tidur. Namun ternyata ia telah terlelap.
Karin beranjak untuk turun dari tempat tidur dan keluar dari kamar tersebut. Ia tertegun saat melihat Vian tengah berdiri di dekat jendela dan melemparkan pandangan keluar.
Tidak ingin mengganggu, Karin kemudian berjalan pelan dan kembali ke kamar. Vian menoleh saat pintu kamar Karin menutup. Ia tersenyum kecil dan kembali melihat ke luar jendela.
***
Karin dan Silvi telah pulang ke rumah mereka. Silvi segera memeluk bantal di sofa.
"Kesayanganku, ditinggal beberapa hari ternyata kalian tidak hilang. Rumahku juga masih utuh," ucapnya dengan nada terharu.
"Dasar, memangnya siapa yang akan menghancurkan rumah ini dan mencuri bantal?" tanya Karin sambil menggeleng. Kadang Silvi memang bertingkah berlebihan seperti itu.
Silvi tertawa cengengesan.
"Mungkin saja terjadi seperti di film-film action."
Ia kemudian berdiri dan menarik Karin untuk duduk bersama dia di sofa itu.
"Aku tahu kenapa kaj bersikap seperti ini. Kau pasti tidak rela untuk berpisah dengan Vian."
Karin hanya menggeleng.
"Seharusnya kau bilang saja dan biarkan aku pulang sendiri," ucap Silvi.
"Pemikiranmu itu salah. Sudah kubilang, hubungan aku dan Vian tidak seperti itu," ucap Karin.
"Kalau begitu, beritahu aku apa hubungan kalian!"
Karin hanya tersenyum saja dan berjalan menuju kamar.
"Karin, beritahu aku, apa hubungan kalian? Kau selalu berkata seperti itu. Beritahu aku, jangan membuat aku penasaran!" seru Silvi. Karin berhenti melangkah dan hanya menoleh sambil tersenyum. Ia kemudian kembali berjalan menuju kamar.
"Karin!" gertak Silvi kesal.
***
Edwin tengah bekerja di kantor. Namun tidak sekalipun ia merasa tenang. Bayangan sosok Karin selalu muncul di sana. Ia menghela napas. Karena kebodohan dirinya, kini ia malah tidak bisa bertemu dengan gadis itu setiap hari seperti sebelumnya.
Edwin memejamkan mata dan bersandar pada kursinya. Ingatan dia melayang pada saat ia dan Karin mengobrol, makan siang, ataupun mengerjakan proyek bersama. Mereka juga kadang bercanda serta tertawa bersama. Merayakan kesuksesan proyek juga bersama. Begitu banyak kenangan ia dan Karin. Rasanya Edwin tidak sanggup untuk bekerja di tempat ini jika Karin tidak lagi ada seperti sekarang.
Mata Edwin membuka. Ia kemudian bergegas bangkit dari duduknya. Ia tidak bisa hanya diam dan membiarkan Karin tidak lagi kembali. Ia harus membawa kembali gadis itu bekerja lagi di tempat tersebut. Edwin bergegas berjalan menuju pintu dan membuka. Ia kemudian malah bertemu Anna yang berdiri di depan pintu tersebut.





Komento sa Aklat (85)

  • avatar
    Jung Jaehyun

    ceritanya bagus banget jadi ngebayangin apa idol juga begitu yaa di belakang layar punya kekasih dan bahkan punya anak ahhh lanjut dah thor kapan up nih ga sabar pengen tau kelanjutan nya

    26/01/2022

      5
  • avatar
    Feliya

    bagus banget . baru mulai udah suka . makin lama makin di buat penasaran dngn alur ceritanya ..

    14/07

      0
  • avatar
    Nenden Nur

    bagus bnget

    15/06

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata