logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

12. Kenapa Harus Kembali

Sepersekian detik aku terdiam memaku tatapan padanya, mataku panas. Mengalihkan pandang dengan cepat, secepat juga dentuman jantungku berpacu di dalam sana.
"Mohon maaf Pak, ada yang bisa saya bantu?" Tanyaku.
"Saya minta pertanggungjawaban atas masalah ini,"
Suara itu menembus hatiku. Menguras otakku untuk memutar kepingan masalalu, yang ternyata berhasil lepas dari kotak yang kukunci dengan nama melupakan.
"Iya, dengan senang hati. Kami akan mengganti barang yang rusak itu,"
Kalo bukan dia, aku sudah bicara baik-baik menjelaskan bahwa kerusakan bukan dari pihakku, tapi pihak ekspedisi, dan menolak ganti rugi. Dia harus bersyukur karena yang ditemuinya adalah aku, dan sebaliknya aku yang mengumpat karena yang kutemui adalah dia.
"Besok karyawan saya akan mengantar barangnya, tentu dengan aman dan selamat, tanpa lecet sedikitpun." Aku mendongak, menatap matanya yang memancar sirat sendu khas miliknya. Tatapan itu gak pernah berubah. Setiap detail dari wajahnya gak ada yang berubah. Dari dagunya, aku langsung bisa mengenali bahwa itu dirinya, tanpa dia menyebut namanya.
"Ada hal lain yang ingin dibicarakan Pak? Kalo tidak, saya permisi," Aku berdiri.
"Nama saya Barikli," Ucapnya. Membuatku termenung, lalu hatiku berbisik sewot, "Sudah tau."
Hanya berbisik dalam hati, diluar itu, aku benar-benar hanya termenung.
"Kamu lupa sama saya Sab?"
"Sebenarnya enggak, cuma memaksakan diri buat melupakan," kataku lagi hanya dalam hati. Aku nggak mau membuang suaraku hanya untuk memperpanjang dialog sama dia.
"Jika ada yang dikomplainkan lagi, bisa komplain ke karyawan saya. Mohon maaf saya ada urusan lain," Dan aku benar-benar pergi.
Kukira, dia sudah gak mengenaliku setelah waktu berjalan bertahun-tahun usai perpisahan tanpa rencana yang dia ciptakan sendirian. Kukira, aku juga sudah sepenuhnya melupakan, setelah berkali-kali menjalin hubungan dengan banyak laki-laki meski akhirnya gak sampai ke pelaminan.
Salah. Hatiku bahkan masih bisa merasakan sakitnya luka yang dia toreh dalam hidupku dimasa lalu.
Kenapa dia masih mengenaliku padahal aku bukanlah Sabrina yang dulu? Aku bukan lagi Sabrina bodoh yang bisa dia permainkan seenaknya, yang bisa ditumpangi benih-benih bakal bayi, lalu dianya dengan tanpa dosa melarikan diri, mengejar mimpi.
Harusnya sebelum dia kembali, aku sudah operasi plastik hingga benar-benar berubah dan dia gak bisa lagi mengenaliku sama sekali. Tidak. Harusnya dia gak usah kembali, dan bertemu denganku lagi. Kalo yang sudah terjadi gak bisa diulangi, maka aku bisa berharap bahwa ke depannya, semoga kami gak dipertemukan lagi.
"Yul, suruh yang lain buat nyiapin ganti rugi produk. Kirim besok. Suruh Iyan ngirim pake mobil."
"Jadi ganti rugi Mbak? Lah gimana? Jadi kita dong yang rugi. Kita kan gak salah,"
"Gak papa. Saya gak mau urusannya panjang. Irsa sudah pulang?"
"Sudah Mbak,"
Malam ini, sama sekali gak ada yang membuat hatiku lega. Kedatangan dua orang dengan masalah berbeda tapi sama sama membuat pening kepala.
"Assalamu'alaikum Bu,"
"Waalaikumsalam,"
Sudah tiga hari aku gak pulang ke rumah. Lebih banyak menghabiskan waktu ditoko karena minggu ini orderan cukup membludak dari biasanya. Aku merindukan Ibu dan Bapak di rumah.
"Gimana kabarnya?"
"Alhamdulillah sehat. Kamu gimana Ca?"
"Sehat juga. Maaf ya, Caca belum bisa pulang. Minggu depan Insya Allah Caca usahain bisa pulang,"
"Iya gak papa. Yang penting jangan lupa makan. Ibu minta tolong sama kamu, sekali kali kamu juga jenguk Irsa ya Ca,"
Aku terbayang dengan kejadian tadi. Mendengar Ibu mengatakan itu, aku lega karena malam ini Irsa gak pulang ke rumah. Tapi gak tau kalo besok, dan harusnya jangan. Anak itu gak boleh mengutarakan keinginannya pada Ibu dan Bapak.
Dipesantrenkan harusnya membuat Irsa semangat belajar dan memiliki tekad untuk membahagiakan orang tua, bukannya malah berusaha mengecewakan orang tua dengan minta dinikahkan muda.
Sepertinya besok aku harus meluangkan waktuku untuk berkunjung ke pesantren. Mengajak Irsa untuk sungkem ke Mbah Yai dan meminta doa supaya jin yang ada di tubuhnya pergi. Agar Irsa waras kembali, dan berhasil lulus dengan nilai tertinggi meski itu terlihat nihil. Setidaknya, dia harus bisa masuk ke Universitas negeri.
"Caca gimana? Datang kan ke pernikahannya Yunita?"
Satu pesan Whatsapp dari Ratna. Cewek yang kemarin habis lulus dengan gelar S1 itu mendadak nongol setelah kemarin mengirimiku foto undangan pernikahan atas nama mempelai pengantin teman sekelasku dulu waktu di SMK.
"Masih bingung sih Na, soalnya undangannya cuma difoto, ya kali aku ngasih duit beneran,"
"Ya ampun,"
Nyatanya setiap dari mereka yang menikah, undangannya pun gak pernah bisa sampai ke tangan yang diundang. Hanya sebuah foto, itupun tanpa nama yang diundang, tapi diperuntukkan untuk semua yang dikirimi foto undangan.
"Ya gimana, kecuali kalo khusus ada namaku disitu."
"Gak mau tau, pokoknya kamu harus datang. Biar rame."
"Maksudnya gimana nih? Rame karena aku mau kalian buli gak laku?"
Tanpa menunggu balasan, aku segera mematikan data seluler.
###
"Caca..... "
Langkah terakhir melewati lorong dekorasi pengantin, mataku langsung mencari sosok yang bersuara itu. Segera kembali melangkah karena gak mau mengganggu orang lewat, aku hanya terfokus pada tujuanku. Menghampiri meja paling pinggir yang dipenuhi teman-teman lamaku. Aku pun gak ngeh dengan keadaan sekitar yang ternyata mereka teman satu kelasku dulu waktu SMK.
"Ownernya SabTwo Hijab kan?" Itu bisikan yang kudengar saat aku melangkah melewati gerombolan ciwi-ciwi cantik dengan pakaian kebaya syari modis. Aku langsung menoleh dan merekahkan senyum, gak peduli siapa mereka tapi yang tertangkap di mataku, salah satu dari mereka adalah teman satu jurusan waktu di SMK dulu.
"Sabrina kan? PMS dua?" Celoteh yang lain kembali terdengar, hingga langkahku berhasil menapaki tujuan, bisik-bisik mereka masih bisa tertangkap telingaku meski gak sejelas tadi.
"Katanya gak mau datang." Seloroh Ratna begitu aku duduk setelah mengucap terimakasih kepada Wahyu atas kursi yang dia siapkan untukku.
"Bukannya enggak. Tapi belum." jawabku lalu mengamati satu persatu siapa saja yang duduk melingkar mengelilingi meja di acara pernikahan yang sebenarnya sudah hampir selesai ini.
"Sehat-sehat ya semua?" Sapaku.
"Alhamdulillah sehat Ca."
Aku gak tau kenapa Ratna bisa berkumpul dengan mereka, yang sebenarnya bukan circle kami. Mereka bukan bagian dari geng yang kami bentuk dulu karena persamaan visi misi. Bahkan, mereka dulu bisa dibilang anak anak terhits seangkatan.
Dan aku merasa gak nyaman.
"Ca, ada diskon gak buat kita?" Melepaskan tatapanku dari roomchatku dengan Yuli, refleks aku tersenyum kepada perempuan yang baru saja berseloroh itu.
"Ada dong. Bahkan ada giveaway nya juga lho. Follow IG nya SabTwo Hijab ya biar gak ketinggalan infonya. Btw, kalian sudah follow ownernya apa belum nih?"
"Ah Caca gak asyik. Promosi mulu," Ratna mencibir, dia langsung merubah posisi duduknya membelakangiku. Dan aku hanya tertawa kecil melihat tingkahnya itu.
"Pengantinnya mana gais, kok gak kelihatan," Tanyaku setelah melihat kekosongan kursi pelaminan. Sayang banget dianggurin, padahal dekorasinya elegan dan mewah.
"Ganti baju kayaknya. Habis ini kita fotbar ya sama pengantinnya," Ajak Vio lengkap dengan nada bicaranya yang kemayu. Perempuan itu selalu tampil 'wah' gak berbeda dengan penampilannya enam tahun yang lalu saat masih di SMK. Aku sedikit menjaga jarak dengan orang seperti dia. Jujur, aku gak terlalu suka dengan semua sifat yang dimilikinya. Bukan karena merasa tertandingi karena dia jauh lebih mewah dariku, aku bahkan gak bisa menyebut diriku mewah.
Dulu, perempuan itu berlomba-lomba dengan teman se gengnya untuk mendapatkan pacar seorang polisi. Bahkan teman sekelas pernah heboh karena dia katanya dichat sama polisi ganteng yang punya ribuan teman di akun Facebook. Entah berita itu fakta atau enggak, aku cuma ikutan percaya saja.
Dan sekarang, aku gak tau perempuan itu sedang merajut asmara dengan siapa, yang jelas dia sama sepertiku, belum menikah. Bedanya, dia sudah bertunangan karena mataku sempat melirik ada cincin yang melingkar di jari manisnya, sementara jari manisku terisi cincin emas yang kubeli sendiri karena tergoda dengan rayuan penjual emas saat aku mengantarkan Ibu ke toko perhiasan beberapa bulan yang lalu.
"Ca, ambil makan yuk." Ratna tiba-tiba sudah berdiri, menarik tanganku padahal aku belum mengiyakan ajakannya, dan mau gak mau aku harus menuruti ajakannya yang sebenarnya akan kuiyakan kalo dia perlu menanti jawabanku.
"Kenapa harus semeja sama mereka," kataku begitu kami tiba di depan meja prasmanan yang tergelar memanjang.
"Terpaksa. Aku gak punya temen. Teteh sama yang lainnya gak bisa datang karena sibuk ngurus anak. Dan kamu, katanya gak bakalan datang, yaudah daripada aku plonga plongo sendirian, mending gabung sama mereka,"
Begitu alasan panjang dia beberkan, aku mengangguk faham.
"Pulang dari sini, mampir ke rumahku yuk,"
Aku langsung meletakkan centong nasi, dan menatap Ratna dengan raut penyesalan. "Maaf Na, habis dari sini aku mau jenguk Irsa ke pesantren."
"Oh yaudah. Lain kali aja. Kamu kayaknya sibuk banget Ca habis jadi bos. Emang semuanya yang handle kamu ya?"
Aku ancang-ancang bersuara tapi Ratna lebih dulu memotong dengan menarik tanganku untuk duduk menikmati makanan.
"Enggak. Aku cuma mikirin ide promosi, sama handle keuangan. Sisanya anak buahku semua,"
Ratna mengunyah makanannya kilat, lalu menelan sebelum akhirnya melontarkan pertanyaan lagi.
"Aku gak nyangka punya teman sesukses kamu. Btw, kalo butuh karyawan lagi, aku mau kok,"
Keningku mengernyit. "Ijazah kuliahmu buat apaan? Buat pajangan?"
"Dahlah Ca, capek gue. Jadi guru itu gak semudah yang gue bayangin."
"Karena yang kita bayangin terlalu mudah dari realita di lapangan. Makanya bayangin itu yang sulit aja, kalopun realitanya ternyata lebih sulit, yaudah anggap aja itu berkah,"
"Gak segampang itu Ca,"
"Kamu gak ngerasain jadi aku Na. Dibalik usahaku yang kayak gini, jatuh bangun udah aku rasain satu persatu. Tau gak rasanya gimana? Ah mantap." Teringat semua yang pernah kulalui di masa lalu, bibirku merekah. Aku bangga dengan diriku, karena bisa melewati semua itu.
"Dia mantan kamu bukan sih? Siapa sih namanya? Yuba?"
Aku ikut mengikuti arah pandang Ratna, menyipitkan mataku agar bisa melihat sosoknya dengan jelas, lalu manggut-manggut setelah mengiyakan perkataan Ratna sesuai dengan apa yang kulihat.
"Udah jadi mantan, ngapain juga. Dahlah lupain." kataku mengakhir pembicaraan tentang si mas mantan yang sekarang tambah dewasa. Laki-laki itu terlihat lebih gagah perkasa dengan tubuh yang tetap tinggi sama seperti dulu.
"Dia tau gak ya Ca, kalo kamu udah secantik dan sesukses ini. Dia dulu bucin banget kan sama kamu." Celoteh Ratna lagi dengan mata masih mengamati pergerakan laki-laki itu.
"Gak tau. Ngapain juga ngomongin dia. Udah lah biarin, lagian dia kayaknya udah nikah deh." Sungguh, aku sama sekali gak minat untuk lebih jauh lagi membicarakan laki-laki yang dulu pernah menambatkan hatinya kepadaku. Bukan karena teringat kenangan yang dia ciptakan bersamaku, tapi aku teringat dengan kata 'mantan' yang tersemat untuknya, dan malah teringat sosok lain yang juga menyandang status itu. Itu sangat memuakkan.
"Oh iya Ca. Bulan depan aku tunangan. Aku harap, kamu bisa hadir ya. Siapa tau jodoh kamu nyempil disana,"
Kalo gak dengan cepat aku menarik bibirku dari sedotan, aku pasti sudah menyeruput orange juice ini dan membuatku tersedak akibat perkataan Ratna yang mengejutkan nyawa. Itu bukan sebuah lawakan, dan aku gak pantas tertawa. Kalimat itu diucapkannya dengan begitu serius, hingga aku gak percaya apa setiap kata mengandung arti yang sama dengan apa yang kukira. Tapi sebenarnya, ada yang lebih mengejutkan dari itu.
"Assalamu'alaikum Sab. Ini aku, Barikli."
Sebuah notifikasi whatsapp yang muncul di layar handphone ku, membuat mataku terbelalak lebar, lalu umpatan-umpatan terlarang berjubelan di otakku meminta untuk disuarakan.
Ya Tuhan, lindungilah aku dari buaya terkutuk itu.

Komento sa Aklat (854)

  • avatar
    Puspita SariAlisa

    cerita ini sangat ser

    9d

      0
  • avatar
    Ivan Vandex

    ok ok ok ok ok ok ok

    11/08

      0
  • avatar
    RhmdtyScy

    menurut ku ini bagus tapi lebih ke terlalu panjang karna susah untuk di ikuti

    31/07

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata