logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Manja

"Hiks hiks hiks!"
Suara tangisan gadis di kecil di sebuah ruangan terdengar memilukan. Tania sudah didandan cantik dengan gaun merah selutut dan bando dengan warna senada. Namun, matanya bengkak karena tak berhenti menangis.
Bram menatap putrinya dengan putus asa karena sejak tadi sudah mencoba membujuk tetapi hasilnya gagal. Laki-laki itu bahkan menjanjikan banyak hal tetapi tetap ditolak, hingga akhirnya dia ingin menyerah.
"Ayo, Tania. Kita keluar. Acaranya sebentar lagi dimulai," bujuk Bram lagi.
"Enggak mau."
Tania menggeleng, menolak untuk ke luar ruangan. Dia merajuk sejak tadi, merasa tidak terima dengan keputusan Nero yang akan menikah hari ini.
"Jangan begitu. Masa omnya mau nikahan, kamu malah sedih. Harusnya kamu senang. Dapat tante baru. Jadi makin rame."
Bram mengusap kepala Tania, mencoba menenangkan. Kalau sudah begini, putrinya sulit untuk dirayu. Jikapun bisa, butuh waktu yang lama dengan negosiasi yang alot. Kadang jika dia malas, laki-laki itu malah meninggalkannya begitu saja. Mungkin, memang hanya Nero yang bisa melakukannya.
"Om jahat! Nanti kalau udah nikah, om Nero gak sayang lagi sama Tania," jawabnya. Memang anak ini pintar sekali berbicara, pandai juga menjawab ucapan orang tua.
Bram menggeleng karena tak habis pikir, hingga akhirnya berkata, "Kok, kamu ngomong gitu? Om Nero pasti tetap sayang sama kamu. Ini kan om nikah biar ada temannya. Kasian kalau ke mana-mana sendirian. Tante Saskia juga baik sama kamu. Masa enggak boleh nikahan sama om."
Bram menjelaskan panjang lebar agar gadis kecil itu luluh.
"Tapi nanti om sibuk. Enggak mau ajak Tania jalan-jalan lagi," jawabnya dengan bibir yang masih ditekuk.
Bram tertawa geli. Ternyata putrinya cemburu pada Saskia. Sejak kecil anak itu memang dekat dengan omnya. Apalagi semenjak dia menjadi duda karena kematian istrinya. Nero yang selalu menemani dan membujuk saat dia merajuk, juga mengajak berjalan-jalan kemana saja.
Bram memang sibuk mengelola perusahaan yang diwariskan oleh keluarga. Selama ini memang Nero yang banyak memberikan perhatian pada putrinya. Semenjak tahu bahwa lelaki itu akan menikah, Tania tidak terima. Anak itu merajuk berhari-hari dan menduga bahwa perhatian omnya akan terbagi. Tadinya untuk dia semua, sekarang harus berbagi dengan Saskia.
Tania merasa tantenya itu telah merebut om kesayangangnya. Dasar anak-anak.
Melihat Tania yang masih saja ngotot tak mau keluar, akhirnya Bram memutuskan untuk menyusul Nero ke depan, meminta bantuan lelaki itu untuk membujuk. Jika putrinya tidak mau juga, acara akan tetap dilanjutkan.
Gadis kecil itu membuat papanya kebingungan. Pasalnya, Nero tidak mau acara dimulai kalau keponakannya itu tidak ada. Lelaki itu mau kalau Tania ikut serta menyaksikan. Untung saja masih ada waktu dan penghulunya tidak terburu-buru. Jadi, masih bisa diusahakan.
"Ada apa, Mas?" tanya Nero heran. Sejak tadi mereka menunggu, tetapi Bram dan Tania belum muncul juga.
"Ngambek dia. Gak terima kamu mau nikah."
"Terus?"
"Kamu bujuk dulu sana. Mana tau mau keluar," pinta Bram.
"Acara udah mau dimulai, Mas. Kasihan penghulunya kalau kelamaan."
"Yaudah kalau gitu mulai aja. Gak usah nunggu Tania lagi. Kasihan Saskia juga," ucap Bram sembari melirik pengantin wanita yang masih saja tersenyum walaupun harus menunggu lama.
Mereka berunding sebentar, lalu Nero meminta izin untuk menyusul Tania. Laki-laki itu akhirnya mengalah dan mengekori Bram. Mereka berdua segera masuk ke ruangan. Sedari tadi, semua orang sudah menunggu.
Sebelum Bram datang membujuk, sebenarnya sudah keluarga lain yang berusaha merayu Tania, tetapi tetap saja anak itu tidak mau.
Nero membuka pintu dengan pelan dan berjalan mendekati Tania. Tangannya menggenggam jemari kecil itu lalu mengusapnya pelan.
"Kok cemberut?"
Nero menghampiri Tania dan berjongkok di hadapan gadis kecil itu. Tak perduli beskapnya akan menjadi kusut karena perbuatannya.
"Huh!"
Tania membuang pandangan dan melipat tangan di dada, tanda tak mau bicara. Melihat sikapnya, Bram dan Nero saling berpandangan kemudian tertawa. Lucu sekali memang.
"Ayo kita ke depan. Udah rame loh di luar. Masa kamu sendirian di sini."
"Gak mau!"
"Apa gak takut hantu kalau sendirian?"
"Gak!"
Nero menutup mulut karena geli, lalu berkata, "Di depan banyak makanan. Ada kue-kue sama bakso kesukaan kamu."
Mendengar kata-kata bakso, sikap Tania mulai melunak karena itu memang makanan favoritnya. Namun, dia kembali membuang pandangan karena tidak mau tergoda.
"Aku enggak mau!" Suara kecil itu nyaring terdengar.
Nero mengusap wajah, lalu menghela napas sebelum berbicara kembali.
"Masa'? Baksonya beneran enak. Om tadi makan sampai kepedesan."
Nero masih berusaha. Biasanya lama-kelamaan Tania akan luluh, hanya memang harus sabar. Anak ini pintar sehingga tak mudah dipengaruhi.
"Om jahat! Om nanti udah enggak sayang aku lagi." Tania kembali menekuk bibir.
"Kata siapa om enggak sayang sama kamu?" tanya Nero penasaran. Ternyata inilah penyebab anak itu tidak mau keluar.
"Kata aku. Nanti kalau ada tante, om enggak mau ajak aku jalan-jalan."
Nero tergelak lalu kembali mengatur mimik wajah agar terlihat serius.
"Ya enggak, lah. Om tetap sayang sama keponakan yang cantik ini." Nero mencubit pipi gembul yang membuatnya gemas itu.
"Bohong!"
Tania memalingkan wajah. Ekspresinya yang sedang cemberut dan marah membuat Nero mengulum senyum. Lelaki itu berusaha menenangkan diri agar tak terpancing emosi.
"Walaupun udah ada tante Saskia, om tetap sayang sama kamu." Nero menunjukkan jari kelingkingnya.
"Beneran?" Mata kecil gadis itu berbinar senang.
Nero mengangguk untuk meyakinkan. Dalam hati berucap semoga Tania mau mendengarkan ucapannya kali ini.
"Janji?"
"Janji!" Nero mengucapkannya dengan sungguh-sungguh.
"Kalau om bohong nanti aku ngambek." Gadis kecil berbulu mata lentik itu kembali memasang wajah cemberut.
Nero hanya bisa menggeleng melihatnya.
"Beneran. Sumpah!" Kali ini Nero sedikit mengeraskan suara, supaya lebih menyakinkan.
Mata Tania berbinar karena omnya benar-benar bisa dipercaya. Anak itu langsung turun dari kursi dan memeluk Nero dengan erat.
"Yaudah kalau gitu. Aku mau makan bakso yang banyak."
Tania mengaitkan jari kelingkingnya ke jari Nero. Deal, sudah akur lagi mereka. Lelaki itu menggandeng lengan keponakannya dan keluar secara bersamaan.
Acara pun dimulai. Penghulu dan para saksi sudah siap sejak tadi.
"Saya terima nikahnya Saskia Putri binti Hendra Baskoro dengan mas kawin sebuah cincin berlian tunai!"
"Sah?"
"Sah!'
"Alhmadulillah."
Semua orang mengangkat tangan membacakan doa bagi kedua mempelai, Nero dan Saskia. Ijab dan kabul sudah dilaksanakan. Kini, mereka sudah sah menjadi suami istri.
Setelah melewati prosesi, kini para tamu dipersilakan untuk mencicipi hidangan. Tania mengambil kue-kue dan meminta semangkuk bakso. Tak lupa es krim dua rasaa yang dia suka.
Ovi, tantenya membantu menyuapkan makanan. Hari ini dia begitu senang. Ada banyak orang, juga makanan. Ada teman-teman yang seumuran dengannya. Jadi, dia bebas bermain dan tidak merasa kesepian lagi. Semua orang bisa bernapas lega.
Hingga sore menjelang, acara pernikahan pun selesai. Semua orang meninggalkan tempat itu dengan hati bahagia.

Komento sa Aklat (307)

  • avatar
    FriyatanJeffrey

    god

    18d

      0
  • avatar
    WahyudinBayu

    yes

    21d

      0
  • avatar
    Ayunie jmAtiqah

    love it

    20/08

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata