logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Interogasi

Max membuka pintu dengan kasar membuat gadis yang sedang melamun di tepi jendela tersentak.
“Inilah target kita,” ucap sang CEO kepada seorang laki-laki berjubah panjang dengan sebuah kotak perkakas di tangan kanannya.
Pria itu langsung memperhatikan Gabriella dengan saksama. Selang beberapa detik, ia mengangguk-angguk cepat.
“Baiklah. Kunci pintu!”
Max pun menjalani perintah tanpa ragu.
“Ada apa ini?” tanya Gabriella secara tak sadar merapat pada dinding. Gadis itu tahu bahwa dirinya sedang terancam.
Sang interogator meletakkan kotak perkakas di atas meja. Begitu dibuka, tidak hanya Gabriella, tetapi Max juga terbelalak melihat isinya. Beragam pisau dan alat aneh tersusun rapi pada beberapa tingkat. Benda pertama yang dikeluarkan oleh pria berjubah itu adalah sebuah tali.
“Apa yang mau kalian lakukan?” tanya Gabriella dengan napas memburu.
Pria yang dijuluki Sharp Knife pun menoleh. Mata tajamnya langsung menebas nyali sang gadis.
“Tangkap dia!”
Max sontak bergerak memenuhi perintah. Sambil menyingkirkan rasa kasihan, ia menghampiri Gabriella yang menggeleng-geleng memohon iba.
“Tidak! Kumohon, jangan!”
Gadis itu berusaha lari meloloskan diri. Malangnya, sang CEO berhasil meraih pinggangnya. Gabriella pun mencakar-cakar dan menendang-nendang udara.
Ketika sang interogator mendekat, gerakannya semakin menggila. Gabriella telah lupa pada memar dan nyeri pada tubuhnya. Ia tahu bahwa penderitaan yang lebih besar akan segera datang jika ia tidak melawan.
“Lepaskan aku!” pekik Gabriella ketika Sharp Knife berhasil mendapatkan tangan kanannya.
Tanpa belas kasihan, pria itu menyentak simpul tali di pergelangan tangan sang gadis. Teriakan Gabriella sontak mengisi ruangan. Air mata pun berjatuhan menyatakan sakit.
Malangnya, sang interogator sama sekali tidak peduli. Ia menutup jendela rapat-rapat, lalu menyeret gadis itu ke sana. Ujung tali yang mengikat tangan sang gadis disimpul mati pada terali yang paling tinggi.
“Kenapa kalian mengikatku? Engh ....”
Gabriella berusaha membuka simpul dengan tangan kiri. Belum lewat lima detik, tangannya yang itu juga ikut dilumpuhkan.
“Kalian mau apa? Kumohon ... jangan sakiti aku ....”
Gabriella memohon karena tidak ada satu pun hal yang mampu ia lakukan. Kedua tangannya tidak lagi bebas.
“Halo, Nona. Aku tidak akan menyakitimu kalau kau mau bekerja sama.”
Gabriella langsung mengangguk tanpa pikir panjang. “Aku akan bekerja sama.”
“Kalau begitu, katakan ... siapa yang menyuruhmu mengacaukan proyek Quebracha dan menjatuhkan CEO-nya.”
Tangis Gabriella mendadak tertahan. Dengan raut datar dan tak percaya, ia menoleh ke arah Max yang tegang.
“Bukankah sudah kubilang? Tidak ada yang menyuruhku,” desah sang gadis hampir putus asa. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan kecurigaan yang tidak berdasar itu.
“Kalau begitu, jangan salahkan aku kalau kau tersiksa.”
Sharp Knife melangkah kembali ke kotak perkakas. Setelah menggetarkan jari tak menentu, ia menarik sebuah pisau kecil dari sana. Mata Max pun terbelalak.
“Hei, bukankah kita sudah sepakat untuk tidak melukai gadis itu?” bisik sang CEO yang diam-diam menyembunyikan rasa tak tega.
“Aku belum memulai tapi kau sudah takut dulu, hah? Tenang saja.”
Sambil mengatupkan rahang, Max menyingkir, memberi jalan kepada orang sewaannya untuk kembali menghampiri targetnya.
Selang satu kedipan, sang interogator telah menempelkan pisau ke pipi Gabriella. Gadis yang terisak itu spontan terpejam dan menahan napas.
“Sekarang, jawablah dengan jujur. Siapa bosmu?”
Tangis Gabriella mendadak bertambah kencang.
“Aku harus apa? Aku benar-benar tidak punya bos atau orang semacam itu. Rumah itu peninggalan orang tuaku. Karena itu aku melindunginya dengan segenap jiwaku.”
“Oh, berarti kau rela mengorbankan nyawa demi rumah itu?”
Sang interogator menurunkan pisau menuruni leher Gabriella lalu mengoyak baju sang gadis hingga lebih banyak memar terlihat. Ujung pisau kemudian ditempelkan pada dada kiri sang wanita.
“Apa kau tahu, kalau aku menusuk di sini, dalam tiga sampai empat menit kau akan kehilangan 40 persen volume darah? Dan, jika lebih dari itu ... kau bisa menebak sendiri seperti apa akhirnya?”
Gabriella menggeleng dengan sudut terbatas.
“Kumohon ... aku benar-benar tidak tahu apa-apa. Aku sama sekali tidak bermaksud mengacaukan proyek atau berbuat jahat kepada siapa-siapa,” jelasnya di sela isak tangis.
Tangan Max tanpa sadar terkepal erat. Jantungnya ikut berdetak kencang melihat derasnya air mata Gabriella. Meskipun begitu, ia tetap berdiri diam dan mengamati situasi.
Sang interogator kini mengerutkan bibir dan menggeleng misterius.
“Sepertinya aku salah duga. Kau tidak takut mati.”
Ia beralih ke kotak perkakasnya dan kembali dengan sebuah penjepit besar yang bermata pisau.
“Kau tahu ini apa? Ini adalah alat sakti yang biasa digunakan untuk memotong besi. Kau bisa bayangkan apa yang terjadi kalau aku menempatkannya di jarimu?”
Gabriella semakin gemetar ketakutan. Lututnya telah kehilangan banyak tenaga, tetapi ia masih harus berdiri. Sedikit saja badannya turun, jerat di pergelangan tangannya terasa seperti mengelupas kulit.
“Kudengar, kau seorang pianis. Apa jadinya seorang pianis tanpa jari? Hm?”
Napas Gabriella semakin pendek. Wajahnya telah memutih dan basah sepenuhnya.
“Kumohon, kasihanilah aku ....”
“Oh, kau pasti mengira aku bercanda. Biar kubuktikan kalau alat ini memang benar bisa memutuskan jarimu.”
Sang interogator pergi mengambil tongkat besi dari kotak dan memotongnya di depan mata Gabriella.
Isak tangis sang gadis semakin melilit hati. Ia tak mampu lagi bicara. Hanya kepalanya yang menggeleng menolak disiksa.
“Jadi, katakan ... siapa orang yang mengatur gerak-gerikmu?”
Gabriella tetap menggeleng tanpa kata-kata. Kedua lututnya telah tertekuk kehilangan tenaga. Ia tidak peduli lagi dengan rasa sakit di tangannya. Ketakutan telah mengambil alih saraf dan otaknya.
“Apakah menurutmu ini main-main?”
Sang interogator memotong kedua tali dari terali jendela. Dalam sekejap, Gabriella tersungkur di atas lantai.
“Lihatlah tali yang malang ini!”
Sharp knife menunjukkan potongan rapi pada tali di muka sang gadis. “Apakah kau mau jarimu juga seperti ini?”
Gabriella tertunduk memperhatikan tangannya bergetar tanpa henti meski air mata menghalangi pandangan. Ia tidak sanggup membayangkan tidak ada jari untuk menekan tuts piano lagi.
“Aku sungguh-sungguh tidak tahu .... Aku tidak berbohong! Tolong percayalah padaku ....”
“Sayang sekali, Nona. Kesempatanmu sudah habis.”  
Sang interogator menarik tangan kanan Gabriella dan menempatkan telunjuknya pada ujung penjepit. Gadis malang itu pun mulai menjerit-jerit.
“Tidak! Jangan potong jariku! Jangaaan!”
Melihat sang interogator bersiap menekan tuas, Max pun ikut panik. Setelah sempat ragu, ia akhirnya ikut berlutut, mencoba menghentikan siksaan si interogator ahli.
Terlambat!
Tepat sebelum sang CEO mengatakan jangan, penjepit telah ditekan dan menimbulkan bunyi potongan yang meletupkan telinga. Seketika, Gabriella hilang kesadaran dan tubuhnya terkulai membentur lantai.
“Tidaaak!"
Max bergegas mengangkat tubuh Gabriella agar bersandar di pundaknya.
"Gabriella? Gabriella?”
Sambil memeluk dan menepuk-nepuk pipi yang sangat pucat itu, ia menanti respon. Sayangnya, sang gadis sudah jatuh ke alam bawah sadar yang sangat dalam.
“Kenapa kau melakukan itu? Bukankah kita sudah sepakat untuk tidak melukainya?” protes Max dengan alis menanjak marah.
Alih-alih merasa bersalah, sang interogator malah tertawa ringan.
“Beginilah cara kerjaku. Aku memanfaatkan ambang keputusasaan seseorang untuk menggali informasi.”
“Tapi tidak perlu sampai memotong jari!” hardik Max seraya membelai gadis malang dalam dekapannya.
“Maafkan aku, Gabriella. Maafkan aku ...” sesal sang CEO lewat bisikan. Matanya yang merah juga telah berair merasakan kesakitan.

Komento sa Aklat (242)

  • avatar
    Katrin Chaka Khan

    bagus banget aku suka aku suka... lanjut terus y semoga karyanya semakin banyak lagi...

    26/01/2022

      2
  • avatar
    Susan Utami

    Cerita yg bagus,,, menarik, gak bosan,,happy ending,, the best author good job 👍👍😊

    22/12/2021

      5
  • avatar
    DiasAna

    maravilha

    28d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata