logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Bujukan yang menyesatkan

Part 7
***
Pov Tama
Sejak mendengar usulan dari Yanto--sahabatku waktu itu, aku menjadi pendiam dan perenung. Pikiranku kacau dan dilema. Telpon dan WA dari Alya tak pernah digubris nya lagi. Aku tidak ingin menyakiti gadis itu, melibatkannya dalam masalah yang menimpaku. Namun bayang-bayang hutang pada Yanto meruntuhkan Pertahanan ku. "Apakah aku tega menjerumuskan seorang gadis lugu tak berdosa itu? Seandainya adikku yang berada diposisi sekarang, bagaimana?" Aku terombang-ambing dalam pikiranku sendiri.
Ting.. 
Sebuah pesan WA dari Yanto mengagetkanku.
["Tam, aku butuh kepastian darimu kapan hutangmu kau bayar. Hutang itu harus segera kau bayar, aku tak main main dengan kata kataku ini. bayar atau tidak kamu mati!" ]
Aku bergidik dengan ancaman Yanto. Selain bekerja sebagai marketing, dia juga bekerja di koperasi milik Inang Saragih, sebagai penagih utang kepada kustumer inang yang meminjam duit pada koperasinya.
"Ya Allah tolong bantu hamba keluar dari masalah ini." gumanku takut. Di negeri orang nyawa tak berharga apalagi tak punya saudara yang bisa diminta tolongi. Nyaliku semakin menciut kala mendengar ketukan berulang dari aran pintu.
"Kak Tama, kak...! Aku menarik napas lega kala tahu siapa yang berada di balik pintu.
Segera kubuka pintu dan menarik Alya untuk segera masuk. Alya terkejut mendapat perlakuan kasar yang tiba-tiba itu.
"Kakak kenapa, sih? Kakak kenapa menghindari Alya? Apa salah Alya?" tanyanya cemberut. Gadis itu bersidekap menjauh dariku.
"Maaf, kakak lagi banyak masalah, makanya Kakak nggak open sama Alya. Alya dari mana? Nggak sekolah, ya?" Alya memakai kaos oblong putih dengan jens hitam ketat melekat di tubuh rampingnya. Harusnya dia sekolah hari ini.
"Alya malas sekolah. Lagian nggak belajar, kok. Kan dah lulus, tinggal menunggu tanda kelulusan saja." Alya menunduk memainkan tali tas selempang kecil yang menyilang dibahunya. "Alya ingin membantu Mama melunasi hutang, kak. Kasihan Mama tiap hari didatangi oleh orang berbeda yang menagih hutang." Alya mengangkat wajahnya yang sekarang sudah berlinang airmata.
"Alya bisa bantu apa? Mau kerjapun belum ada ijazah," ucap gadis itu memelas. "Paling kerja di pasar kalau pelayan toko di mall juga butuh ijazah,"
Seolah mendapat angin segar di tengah terik mentari di siang hari, aku tersenyum dalam hati. Berulang kali kutarik ulur kata-kata yang ingin kusampaikan ini pada Alya, akan tetapi memang dalam situasi yang sulit apalagi dalam kondisi kurang iman, bujuk rayu setan mudah sekali diterima akal sehat. Ini kesempatanku untuk memanfaatkan Alya. "Dia bisa membantu masalah keuangan ku dan sekaligus membantu masalah hutang mamanya." Bisikku dalam hati. Padahal sebelumnya aku tak berniat menyakiti Alya, aku menyayanginya sepenuh hati. Tapi saat dalam kondisi sulit seperti ini, seolah Alya datang menawarkan diri. "Salah siapa dia datang kemari," seringaiku dalam hati. 
"Al, kamu ingin menolong mama mu dengan cara yang gampang?" tanyaku hati-hati.
Alya menoleh, senyumnya merekah. "Iya mau kak, gimana caranya, Kak?" Ah, begitu polosnya gadis ini.
Aku membisikkan sesuatu ke telinga Alya, membuat mulut gadis cantik itu ternganga seketika. Dia melotot ke arahku.
"Apa? Nggak mau, ah! Alya nggak mau." Alya ketakutan dan segera bangkit berlari cepat keluar tanpa bisa kucegah.
"Al... Alya!" teriakku mencoba menahan Alya. Tapi Alya sudah berlari menjauh. 
"Sial! Rencanaku gagal." Aku menghempaskan pintu dengan kuat menunjukkan kekesalanku.
***
Pov Alya
Sejak hari itu aku tak mau menemui kak Tama lagi. Laki laki yang sangat kusayangi dan kupercayai bisa menggantikan sosok ayah itu tega ingin menjerumuskanku ke lembah hitam, Gila betul betul gila. Betul juga kata mama, tidak boleh percaya begitu saja dengan lelaki, mereka semua sama saja.
Sore itu sepulang sekolah aku kaget begitu melihat kak Tama datang ke rumah menemui mama. Mereka terlibat obrolan serius. Aku melewati mereka menuju anak tangga, sekilas Aku sempat melirik Kak Tama sekilas. Dia yang biasanya rapi kini terlihat kucel dan semberawut.
"Kak Tama ngapain ke sini, Ma?" tanyaku setelah Kak Tama pergi.
"Emang kamu kenal Tama, kapan?" tanya mama heran.
"Sudah lama juga saat Alya main ke Restro dulu," kilahku.
"Oh. Nggak cuma mau tahu keadaan mama dan mengatakan keberadaan ayahmu,"
"Apa? Ayah dimana, Ma? Dimana, biar kita datangi mereka. Alya akan menjambak perempuan yang telah merebut ayah itu," ucapku geram.
"Sudahlah. Kita tak akan menemukannya. Mereka pindah ke benua lain. Mana mungkin kita bisa mengejar ke sana. Sudah, kamu naik, gi. Mama mau masak, ada pesanan dari pelanggan yang mau hajatan."
***
Aku hanya berdiam di kamar beberapa hari ini. Bermalas malasan di tempat tidur bersama hape kesayanganku kadang menggantikan mama menunggu jualan. Aku tinggal menunggu kelulusan dari sekolah saja. Aku bingung mau melakukan apa setelah selesai menolong mama, mau keluar bertemu teman-teman rasanya malas, cukup menghubungi mereka lewat fb atau Ig saja.
Hingga suatu malam ketika keluar kamar hendak mengambil minum ketika melewati kamar mama, kulihat mama menangis tersedu di atas sajadah.
"Mama kenapa?" Aku mendekati mama dan duduk di sebelahnya.
"Mama nggak kenapa kenapa Al." Mama menyusut air matanya. "Kamu gimana, kapan tanda kelulusannya keluar?"
"Besok atau lusa ma."
"Kalau tidak ada kalian mungkin mama sudah mengakhiri hidup mama, Al, kalian penyemangat mama." Mama tergugu, aku segera memeluk beliau. "Hidup dengan hutang dimana mana, setiap hari diteror penagih hutang, siapa yang sanggup." Mama menumpahkan segala keluh kesahnya. "Tapi tak apa Al, mungkin ini cara sangat khaliq menguji mama, agar mama bisa kembali mengingatnya. 
"Ayok kita sholat tahajud bersama," Ajak mama melepaskan pelukanku.
"Mmm... Alya lagi halangan ma," kilahku, padahal aku malas. Sholat aja kapan ingat. Dulu sewaktu sekolah dasar aku rajin sholat karena ikut sekolah taman alquran setiap sore sehabis sekolah.
Tapi sekarang, aku jarang sholat, jadi keterusan nggak sholat sama sekali. Apalagi mama dan ayah tak pernah mengingatkan, mereka sibuk dengan urusan pekerjaannya. Siapa yang mau disalahkan?
"Ya, sudah kamu pergi tidur lagi, sana. Mama mau menyiapkan bahan-bahan jualan dulu." Mama melepaskan mukena dan melipatnya, kemudian melangkah keluar kamar.
Aku segera masuk kembali ke kamar. Mataku sudah tidak mau terpejam. Tubuhku hanya berguling-guling ke kiri dan kekanan. Suara kokok ayam sudah mulai terdengar dikejauhan, pertanda sebentar lagi pagi, namun aku belum juga tidur. Nampak Tika sudah bangun, aku pura-pura menutup mata. Tika berjalan ke arah kamar mandi dan tak menyadari aku tidak tidur. Pikiranku terus melayang mengingat apa yang akan aku lakukan. Aku sudah bertekad untuk membantu mama.
Kukirim sebuah pesan inbox untuk Kak Tama.
"Aku ke kosan jam delapan pagi ya, Kak,"
Send...
TBC...

Komento sa Aklat (83)

  • avatar
    Nurur rokhmanAndika

    mantap

    7d

      0
  • avatar
    Ertus Daru

    sangat baik

    24d

      0
  • avatar
    AlbakriUmam

    ya lumayan

    11/08

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata