logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

3. Melampaui Ekspektasi

Alma yang merasakan pergerakan Damar pun ikut menggeser tubuhnya semakin dekat dengan Damar dan memeluk dari belakang.
Seketika Damar tercekat, desiran aneh itu datang lagi, saat jemari halus nan lentik kekasihnya menyentuh pinggang kekarnya. Ia berusaha memindahkan tangan itu, tetapi Alma kembali merintih, membuat Damar urung melakukannya dan merasa iba.
Malam terus beranjak semakin matang. Namun bagai menghitung detik, malam terasa lebih panjang dan Damar tak kunjung bisa terpejam. Rasa gelisah yang tak ia pahami menyelimuti dirinya akibat terpaan hangat napas Alma yang mengenai punggungnya yang hanya terbalut kaus tipis.
Merasa furstasi Damar memaksa untuk terpejam, meski telinganya masih bisa menyimak suara detik jarum jam dan tiba-tiba indra perasa di kulit bibirnya merasakan ada sesuatu yang mendarat. Hangat, lembut dan manis.
Sejenak Damar mengerutkan dahinya, menebak-nebak apa yang terjadi. Sampai hal itu ia rasakan kedua kalinya, dengan sensasi lebih hangat dan lebih intim. Ia kira itu mimpi.
Dan awalnya ia berusaha menolak, tetapi lama-lama berubah pasif mendapat perlakuan itu hingga akhirnya ia berusaha membalas balutan kehangatan di bibirnya dengan sebuah isapan.
Tidak, Damar yang belum terlelap sepenuhnya berusaha untuk sadar.
Ia terbelalak mendapati Alma dengan terpejam tengah melumat indra pengecapnya, spontan ia mendorong Alma menjuah.
“Kamu menikmatinya, Damar.” Alma berkata lirih. Menatap lembut. Bibirnya yang ranum tampak basah, sepintas mampu memperdaya Damar.
Damar mengerjap-ngerjap, berusaha berpikir jernih. “Stop sampai di sini Alma, dan tidurlah.”
“Damar, aku butuh merasa benar-benar ditemani.”
“Bukankah aku sudah benar-benar menemanimu Alma?” Elaknya yang mulai merasa jatuh ke jurang yang Alma ciptakan.
“Belum, jika tidak ada kehangatan diantara kita.”
“Gak Alma, aku gak mau terlalu jauh. Aku gak mau kamu hamil!”
“Gak akan hanil. Ayolah Damar, bantu aku menepis mimpi buruk itu malam ini saja, kehangantanmu membuatku merasa lebih baik dan mampu menghalau bayang-bayang buruk itu.” Alma berusaha kembali meraih pinggang sang kekasih.
“Tolong lepaskan Alma.” Lirih Damar memohon, lebih memohon kepada dirinya sendiri yang semakin terhanyut belain kekasihnya.
Alma tak banyak bicara terus berusaha menawarkan pelukannya. Damar masih terlalu canggung untuk itu berusaha menolak, meski penolakannya kalah akan usaha Alma meluluhkannya.
Hingga hal yang paling intim terjadi. Pertama seumur hidup bagi keduanya, membuat isi kepala Damar berantakan tak keruan sampai ia lupa telah mengeluarkan benihnya di rahim Alma tanpa kontrasepsi apapun.
3. Goodbye Kiss
Pagi musim semi yang hangat dan cerah, sangat kontras dengan raut wajah Damar. Ia bangun lebih awal dari Alma. dengan perasaan tak keruan mengingat kejadian semalam, meski ia tidak dapat mengelak bahwa sensasi semalam begitu memabukkan. Lelaki berusia 26 tahun itu berlalu menuju kamar mandi, berniat mendinginkan kepala yang candu sekaligus merasa bersalah.
Di kamar mandi, Damar mengguyur kepalanya yang terus mengulang bayang-bayang pergumulan semalam. Ia tak menyangka dirinya yang selalu berusaha menjaga jarak dengan Alma bisa luluh dalam satu kecupan bibir. Kevmana Damar yang teguh pendirian selama ini? Ataukah memang ia menikmatinya?
Damar meremas rambutnya kesal dan frustrasi, kecemasan lain tiba-tiba menyusup, bagaimana jika Alma hamil? Haruskah menikah? Modal apa? Statusnya saja masih pascasarjana dengan beasiswa. Lelaki berhidung bangir itu terus meremehkan dirinya sendiri.
Selesai mandi pikirannya masih berantakan, tapi tidak mungkin seharian ia mengurung diri di kamar sembari mengguyur kepalanya ‘kan? Justru ia butuh kesibukan untuk melupakan kejadian semalam.
Ia pun segera keluar kamar mandi setelah merasa cukup menetralkan pikiran yang sebenarnya masih saja terasa berantakan. Pelan-pelan Damar berjalan menuju lemari dan mengambil baju ganti, ia tak ingin membangunkan Alma terlebih dalam keadaan tubuhnya hanya terlilit handuk sebatas pinggang hingga lutut. Ia sudah cukup malu bertelanjang bulat semalaman bersama Alma.
Namun baru saja ia akan mengenakan kaos tiba-tiba dua tangan dengan warna kulit yang kontras dari pigmen kulitnya melingkar di pinggang. Damar menahan napas, jantungnya kembali berpacu seperti semalam. Sensasi itu muncul lagi seiring dekapan tangan Alma yang kian menguat.
“Le-lepas Alma!” Damar berusaha berpikir jernih, tidak ingin terpengaruh akan sentuhan-sentuhan sensual itu lagi.
Alma justru dengan santai bergumam manja, tak mengendurkan sedikit pun pelukannya dari belakang.
Damar berusaha melepaskan pelukan Alma secara paksa. Namun, begitu pelukannya terlepas Alma kembali memeluk lagi.
Sejenak Damar menghela napas, kesal.
“Aku bakal kangen banget nantinya di Indonesia,” bisik Alma dari belakang daun telinga Damar.
Embusan napas Alma yang menyentuh kulit sensitif Damar membuatnya hampir terlena lagi. Ada sensasi geli bergelenyar, tapi ia tahan dengan menggertakkan rahangnya.
“Lepas atau kuseret keluar,” ucap Damar dengan ketus.
Alma yang tersentak langsung melepaskan pelukan dan menjauh. Raut wajahnya menyiratkan kekecewaan akan sikap sang kekasih.
Damar bergegas mengenakan pakaiannya dengan lengkap, ia sudah tidak perduli jika Alma mungkin tengah menontonnya. Begitu selesai, ia melempar handuk ke sembarang arah sedangkan satu tangannya menyisir rambut yang basah.
Alma termangu sejenak, menatap wajah segar yang tampak memerah antara malu dan amarah. Andai keadaan tidak secanggung pagi itu mungkin Alma akan begitu tersipu menikmati ketampanan lelaki sederhana yang mempesonanya.
Seketika Damar mengalihkan pandangan ke Alma yang membuat perempuan itu merasa terintimidasi kemudian berpura-pura merapikan poninya untuk menutupi perasaan takut. Namun tanpa diduga, Damar justru dengan agresif menarik tangan Alma yang sedang merapikan rambutnya.
Alma tersentak kaget bahkan sempat limbung hampir tersungkur di bingkai pintu kala damar menghentakkan pergelangannya agar keluar dari flatnya. Gadis bermata almond itu menatap nanar, ketakutan dan penuh keheranan akan sikap kekasihnya. Matanya berkaca-kaca menahan pedih di ulu hati.
“Maaf, aku sebenarnya sayang sama kamu Al—“
“Sayang tapi kamu tega mengusirku dan kasar ke aku!” Alma yang kini berderai air mata meneriaki Damar.
“Karena kamu melewati batas yang aku buat Al—“
“Kamu menikmatinya!” bentak Alma dengan kedua mata berair.
Damar meremas rambutnya frustrasi, napasnya memburu dengan wajahnya kian memerah. “Jangan lupa minuml pil kontrasepsi darurat sebelum terlambat, aku tidak mau kamu hamil.”
Tanpa merasa perlu menunggu jawaban dari Alma yang sudah membuka mulut, Damar membanting pintu hingga berdebam. Sedangkan Alma urung membantah lantas termangu di luar sana dengan air mata menggantung di sisi dagunya yang runcing.
Pedih, hati Alma begitu pedih diperlakukan demikian. Ia pun berbalik, dengan pasrah. Sore nanti ia harus terbang ke Indonesia, ia pun memutuskan untuk pulang ke flatnya sendiri untuk berkemas-kemas. Kini tinggal penyesalan memenuhi benak Alma, ia pikir dengan rencananya meluluhkan Damar berhasil itu akan jadi penghangat hubungan di antara mereka sekaligus menjadi perpisahan yang mengesankan sebelum keduanya menjalani hubungan jarak jauh. Namun reaksi Damar justru di luar dugaan Alma. Berantakan.

Komento sa Aklat (17)

  • avatar
    BoyEnda

    bagus

    18/06

      0
  • avatar
    IsaMuhammad

    Mantap

    29/03

      0
  • avatar
    NdutJohari

    Nicesiakk

    07/03

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata