logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Meisya, Alva dan kepenatan

Tidak ada hal yang membuatnya pusing selain Kaffi yang kini berdiri di sisi mejanya.
Hari ini cukup berat baginya yang ternyata banyak sekali tim di floor yang kedapatan asyik berbicara dengan rekan kerjanya dan masuk ke dalam percakapan yang tengah berjalan dengan customer. Ini cukup membuat para tele baru yang bisa dapat surat peringatan karena telah lalai.
Tugasnya pun tidak mudah, memberikan teguran melalui note ke masing-masing komputer para karyawan baru. Teguran halus yang telah dirinya buat sebagai stick notes di sana. Bila tidak juga paham, dia akan meminta para team leader di floor dengan huruf kapital, menegaskan kesalahannya bisa masuk ke ruangan coaching.
"Kaf, sorry aku sibuk banget, ini tuh lagi parah banget situasinya, kamu kan bisa sendiri, beberapa hari lalu Pak Alva bilang kalau kamu bisa selesaikan tugas kamu, bukan? Lalu mana itu kemampuan kamu yang selalu di elu-elukan karyawan lainnya?” Meisya tidak lantas menatap pria yang masih belum beranjak dari tempat kerjanya.
Mood Meisya terjun bebas karena banyak complain dari para costumer akan penawaran para tim marketing.
Sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal, akhirnya Meisya menoleh sebentar sebelum kembali menatap ke arah Kaffi.
“Gelagat kamu aneh deh? Apa yang sekarang jauh lebih penting dari apapun yang tengah kamu kerjakan itu?” tanyanya penasaran.
Kaffi yang sadar kalau pada akhirnya wanita itu akan tahu niatnya, tidak akan jadi masalah, tapi yang jadi pikirannya adalah, ada hubungan apa antara Meisya dengan Alva yang berstatus sebagai atasan.
Tak ada respon dari Kaffi, pria itu hanya menatap Meisya dalam diam, dan hal itu terasa janggal bagi wanita yang kembali menatap layar komputernya, sambil menyuarakan sesuatu di dalam kepalanya keluar.
“Sekarang apa lagi? Aku sibuk, seriusan! Tapi, tunggu Aku paham betul loh Kaff, ternyata selama ini bukan Zeina, jadi ngaku aja deh siapa itu wanita yang kamu suka, kalau bukan Zeina, dan satu lagi pemberian kamu itu yang selama ini kamu kasih ke aku akan dikembalikan besok.”
Kaffi hanya bisa menghela napas panjang dan rautnya terlihat resah, namun Kaffi bukanlah tipikal pria yang mau memperlihatkan suasana hatinya pada siapapun, cukup dirinya saja dan Tuhan yang tahu.
“Tidak perlu, itu aku berikan secara cuma-cuma buat kamu, simpan untuk kamu sendiri. Aku bukan pria yang meminta sesuatu kembali setelah kuberikan,” jelasnya yang dapat Meisya tangkap ada sirat nada kecewa di sana. Dan dia tidak ingin meraba apa yang tengah dirasakan Kaffi padanya.
Meisya membalasnya dengan anggukan kepala dan ucapan terima kasih.
Dalam benak Kaffi, dia masih mempertanyakan, apakah masih kurang jelas perhatiannya selama ini pada wanita yang tidak juga tahu kalau dirinyalah yang jadi pusat perhatiannya beberapa minggu terakhir ini. Bagaimana bisa wanita secantik Meisya tidak memeiliki kepekaan pada orang-orang di sekitarnya, apa lagi yang harus dia lakukan agar Meisya bisa melihatnya.
Ataukah dia yang kurang gencar berusaha menarik perhatian Meisya.
“Saya tidak tahu kalau kalian bisa sedekat ini. Atau kalian memang memiliki hubungan?”
Meisya dan Kaffi sontak tersentak ketika satu suara masuk di antara obrolan keduanya.
Meisya bingung harus mengatakan apa, karena dirinya masih berfokus di depan layar komputernya menyelesaikan beberapa tugas dari Mba Shelly, leadernya.
Kaffi menatap atasannya sungkan.
“Maaf, saya memang memiliki keperluan dengan Meisya dan semua sudah beres.”
Setelah mengatakan itu, kaffi beranjak dari sisi meja kerja wanita itu, dan pergi meninggalkan keduanya yang mana Meisya merasa malas.
Alva paham betul dengan Kaffi yang tengah melakukan pendekatan dengan Meisya, wanita yang beberapa hari lalu telah berstatus menjadi pasangannya. Walaupun tidak ada kata ‘iya’ sebagai persetujuan.
“Bukankah job desk kalian itu beda, kalau semua ini mengenai pekerjaan dan saya rasa sudah dijelaskan juga bukan kalau sedari awal tiap divisi lebih fokus dan sadar akan standar poin pekerjaan masing-masing, dan sejauh ini saya pikir kamu mendapatkan reward bagus itu dari hasil kerja kamu?”
Meisya memejamkan matanya sejenak karena ucapan yang kadang suka bikin kesal perasaannya.
Ucapan itu bila dilayangkan pada dirinya sudah pasti namanya cari ribut. Kadang Alva, atasannya yang terhormat itu tidak bisa melihat situasi, suka sekali mengambil kesimpulan sendiri. Sampai seorang Meisya yakin, ini adalah salah satu keburukan yang dimiliki seorang Alva Trihardjo.
Dirinya juga beberapa kali kerap membuat atasan tak langsungnya ini selalu dingin padanya termasuk ketika laporan bulanan, dia selalu kena imbas dari laporan yang dirinya presentasikan, tapi berbeda perlakuannya bila itu terjadi pada Zeina, dan tak mempermasalahkan kesalahan kecil yang menurut karyawan lain bisa menjadi faktor masalah yang bisa jadi besar bila tidak diselesaikan dengan baik.
Zeina pernah cerita kalau dia tidak nyaman dengan cara Alva memperlakukannya. Yang membuat orang lain berpikiran yang tidak-tidak.
Sampai sejauh ini terlalu banyak desas desus kalau Zeina di anak emaskan oleh Alva, tapi tidak ada yang berani menyinggungnya. Termasuk dirinya, tapi dengan alasan yang berbeda, Alva dan Zeina adalah sahabat, keluarga mereka juga dekat sudah seperti layaknya saudara. Atau bisa jadi, keluarga dari Alva yang berharap memiliki seorang menantu seperti Zeina, tidak ada yang tahu dibalik keakraban yang terjadi sejak lama itu.
Meisya berpikir pasti pria di depannya ini terkena sindrom friendzone. Tak bisa memiliki Zeina dan hanya bisa menatapnya saja, atau bahkan hanya bisa melindunginya seperti pria sejati, atau hal paling mengenaskan dianggap sahabat saja.
“Kita sudah sepakat bukan? Jadi bersikaplah yang baik.”
Meisya meradang, bersikap baik.
"Maaf ya, aku nggak pernah mengatakan ‘ya’ atau setuju dengan usulan baik yang hanya buat kamu aja Pak Alva, anda tuh memang pemaksa dan egois ya? Kenapa nggak jadian saja dengan Zeina? Kenapa juga harus saya?”
Ketika Alva ingin membalas ucapan Meisya. Kedatangan resepsionis ke tempat kerja Meisya membuat keduanya menoleh bersamaan.
“Maaf Pak, tadi saya cari Bapak di ruangan Bapak, tapi Bapak tidak ada.”
Meisya yang mood-nya sudah malas, langsung merapikan meja kerjanya dan beranjak, namun segera ditahan Alva. Membuat matanya seketika melotot.
"Kenapa cari saya,” tanyanya sambil memastikan Meisya belum meninggalkan ruangannya.
Resepsionis bernama Tini menatap tak enak.
“Itu, ada yang cari Bapak, namanya Nona Arum, dan dia maunya menunggu di dalam ruangan kerja Bapak.” Tini menjelaskan dengan perasaan takut, karena selama ini wajah atasannya yang tampan itu tidak pernah tersenyum, hanya menatap dengan tatapan datar dan terkesan garang, meskipun wajah sanggar jelas tidak ada, hanya wajah khas oppa Korea yang terlihat membuat banyak karyawan tetap jatuh cinta.
“Terima kasih, nanti saya akan menemuinya.”
Tini mengerti dan langsung pamit undur diri, kini Alva menatap ke arah Meisya.
“Kamu harus bantu saya.”
Meisya mengerjapkan matanya bingung, dan seketika tak bisa berkata apa-apa saat tangannya ditarik menuju lift dan untungnya di luar ruangan, semua orang tampak fokus dengan pekerjaan masing-masing.
Tapi, ada sepasang mata yang menatap kepergian keduanya dengan tatapan sendu.

Komento sa Aklat (28)

  • avatar
    Nia

    awesome

    7h

      0
  • avatar
    WastutiWastuti

    bagus ceritanya

    10/05

      2
  • avatar
    SyamimiNur

    bgus

    01/03

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata