logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Kekesalan Meisya

Meninggalkan Kaffi yang terdiam karena kehadiran Alva, yang Meisya juga tak ketahui mengapa pria itu bisa berada di sana.
Langkahnya cepat mengikuti pria yang kini sudah berada di lobi depan.
Meisya berdecak pelan karena memakai high heels yang cukup tinggi, meskipun hanya lima centimeter tetap saja dirinya masih tak bisa mengejar Alva yang langsung saja berbalik setelah memastikan dirinya telah selesai dengan pekerjaan apa pun yang sebenarnya bukan pekerjaan miliknya. Dia hanya membantu.
Seingatnya Zeina tak mengatakan apa pun tentang Alva padanya, dan dia hanya langsung pamit pulang lebih dulu karena ada janji.
“Pak, tunggu! Pak Alva,” teriaknya lantang karena tertinggal jauh di belakangnya.
Meisya mengeram kesal karena berjalan seperti siput, ia merasa kakinya jenjang tapi, soal langkah masih kalah cepat.
Pria itu berbalik ketika vallet parkir datang dan langsung memberikan kunci mobil pada Alva.
“Kenapa?”
Meisya yang kini sudah berdiri di hadapan pria tampan yang dia perkirakan lebih tinggi dari Kaffi dengan sedikit poni menyamping layaknya aktor Korea Goong Yoo membuatnya bingung.
“Kenapa jadi dia yang bertanya, harusnya kan aku yang jelas-jelas nggak mengerti maksudnya mengatakan sudah selesai ketika dirinya tengah berada dalam ruangan kerja Kaffi,” ucapnya dalam hati sambil menatap pria tampan yang dicomblangkan Zeina untuknya.
“Loh, Pak. Tadi itu maksudnya apa? Atau saya yang salah tafsir ya?”
Meisya dapat melihat kerutan di keningnya yang membuatnya semakin terlihat tampan.
“Begini, kalau bukan Zeina yang minta, mungkin saya tengah bersantai dengan segelas kopi saat ini, bukannya malah memastikan kamu yang sudah selesai mengerjakan entah apa di dalam sana, yang jujur saja saya sudah memastikan tidak ada lembur, karena saya rasa Kaffi bisa mengerjakan pekerjaannya sendiri.”
Appa!!
Bukan main terkejutnya Meisya karena disangka tengah melakukan pendekatan atau menggoda Kaffi d saat dia tengah bekerja seperti itu?
“Maaf ya Pak Alva yang terhormat, jelas-jelas saya tengah membantu bagian coaching tim milik Kaffi, bukan malah berniat lain di sana. Apakah saya terlihat seperti wanita seti itu, wah... analisa anda sungguh luar biasa Pak.”
Pria di depannya hanya mengangkat sebelah alis matanya dan terlihat malas mendengar ocehan perempuan yang bisa-bisanya merepotkan dirinya.
Padahal dalam hatinya tidak menyukai kedekatan yang terlihat intim, meski hal itu masih dalam batas wajar.
Dan bagaimana bisa Zeina memintanya untuk mempertimbangkan seorang Meisya Anastasia, wanita yang tidak lagi dia harapkan, ia merasa semua sudah usai sejak lama.
Dan dirinya yakin kalau wanita itu memang sengaja melupakannya, tapi rasanya ada yang berbeda, dan dia tidak mau terlalu berpikiran yang bukan-bukan.
Kini wanita itu sudah jauh berbeda dari yang lalu, dengan postur tubuh yang terlihat proporsional, lemak-lemak yang berada tepat di beberapa tempat yang tepat, lumayan tinggi sejajar dengan dagunya, membuat wanita itu harus mendongak menatapnya.
Perubahan yang cukup cantik dan memukau bila diperhatikan baik-baik dari jarak sedekat ini. dan ada hal yang baru ia ketahui kalau wanita itu juga bisa beradu argumen dengannya.
Berbeda dengan yang dulu. Tapi, dia sudah ikhlas dan tidak akan kembali hanya hatinya berkata lain.
Semua berubah dan seketika pikiran nakalnya berlari pada bibir yang tampak penuh dan sungguh menggoda untuk ia cicipi. Tapi mengingat wanita ini terlihat cukup keras kepala, rasa lelahnya justru lebih mendominasi.
Mendengar wanita di depannya dengan mudah menyebut nama panggilan pria itu, otomatis, pikirannya seketika menebak, kalau mereka pasti memeiliki hubungan yang cukup dekat, dan bila benar, ia rasa saran dari Zeina tak perlu terlalu digubris.
Jodoh bukan berada di tangan sahabatnya, tapi jodoh ada di tangannya.
Dia bisa mencari pasangan yang tepat, ketika dia siap membuka hatinya kembali. Itu juga kalau dia bisa menemukan seseorang yang bisa mengetutangannya kembali. Di bayangi masa lalu itu sama sekali bukan hal yang baik. Mood Alva bisa naik turun.
“Kaffi? Menarik, kalau kalian memang sedang dalam sebuah hubungan, maka saya minta maaf dan anda bisa kembali ke sana. Maaf mengganggu.”
Setelah mengatakan kalimat yang ambigu sampai membuat Meisya tertegun dan tak menyadari kalau pria itu dan mobilnya sudah berlalu dari hadapannya.
"Sinting, apa-apaan sih? Dia tadi bicara ngawur kali ya, enak aja aku berada dalam hubungan, hubungan apa coba? Rekan kerja sih iya.”
Meisya memekik kesal sambil melemparkan tas tangannya yang dengan gerakan refleks ditangkap oleh pria yang berdiri di belakang punggungnya.
Berdeham dan membuat Meisya berbalik kane mengenali suara yang baru beberapa menit lalu ia tinggalkan pria itu sendiri di ruangannya tanpa meminta maaf terlebih dahulu, dan tak berpamitan juga.
“Suasana hati sedang tidak baik ya? Dan jangan main lempar aja Mei, nggak lupa kan, kalau ada Pak Bowo di samping, bisa rata nanti wajahnya kena tas tangan kamu yang isinya aku rasa jauh lebih berat dari beban hidupku.”
Meisya langsung tergelak akan guyonan Kaffi dan menundukkan wajahnya pelan pada Pak Bowo petugas gedung yang tengah memperhatikannya. Ia meminta maaf karena tidak melihat situasi.
“Maaf ya Pak, refleks gitu aja, biasa olahraga di rumah dan baru sadar kalau saya masih di kantor.”
Pak Bowo dan Kaffi berusaha menahan tawa mereka akan ucapan Meisya yang nggak jelas.
“Kamu kok bicaranya mengawur, lempar tas kan bukan berarti lempar lembing juga, Mei. Ya ampun kamu kalau lagi kesal tuh lucu ya?”
Suara gelak pak bowo kembali terdengar.
“Puas banget Pak tertawanya?” celetuk Meisya terdengar sinis.
“Maaf, maaf Mba. Kalau pasangan muda itu pasti selalu unik kalau sedang bertengkar, tapi saya yakin Mba dan Pak Alva pasti langgeng.”
Mata Meisya membola seketika. Berbeda dengan Kaffi yang menatap wanita di sampingnya dengan tatapan penasaran.
“Pacar?”
Meisya menggeleng dengan cepat.
“Pak, saya nggak pacaran sama Pak Alva. Dia seharusnya ditempatkan di Antartika saja. Karena memiliki kesamaan,” cetus Meisya yang membuat Pak Bowo bingung.
“Loh, memang Starry Corp punya cabang di sana Mba? Sampai harus ditempatkan di sana?”
Meisya langsung meringis sedang Kafii hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Ya, Nggak ada Pak.”
“Tapi tadi Mba bilang–“
“Ya karena mereka itu sama. Sama-sama dingin.”
Akhirnya Pak Bowo mengerti dan langsung menepuk keningnya sendiri.
“Kamu benar memiliki hubungan dengan Pak Alva?”
Meisya yang hampir saja melangkah keluar lobi berhenti dan menoleh ke arah Kaffi.
“Masih dibahas juga?”
“Tapi tadi dia jemput kamu, lalu kalau tidak ada hubungan, status kalian itu apa? Bisa jelaskan?”
Meisya tertawa akan pertanyaan Kaffi.
“Memangnya harapan kamu aku jawab apa?” tanyanya balik, sambil tersenyum manis yang dipaksakan.

Komento sa Aklat (28)

  • avatar
    Nia

    awesome

    9h

      0
  • avatar
    WastutiWastuti

    bagus ceritanya

    10/05

      2
  • avatar
    SyamimiNur

    bgus

    01/03

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata