logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Lamaran

Pagi-pagi sekali aku sudah tiba di kampus. Sudah kuputuskan masalah ini tidak boleh didiamkan terlalu lama. Semalam aku telah mengirimkan pesan pada Azwar agar datang cepat juga ke kampus. Ada hal penting yang ingin aku bicarakan. Kali ini aku tidak ingin berbicara hanya lewat telepon.
Tak lama aku menunggu di tempat biasa kami janjian, Azwar muncul dengan senyum menawannya seperti biasa. Tapi, kali ini aku sudah bertekad tidak boleh terpesona dengan senyumnya itu.
"Alia, kenapa ajak bertemu di sini? Ke kantin saja yuk, sekalian sarapan," ujarnya begitu tubuhnya mendekat di samping tempat dudukku.
"Duduklah Bang! kita bicara di sini saja." jawabku sambil sedikit bergeser memberinya tempat duduk di bangku taman ini.
"Ada apa?" tanyanya masih dengan rona ceria.
"Siapa perempuan yang kemarin bersama Abang di pantai?" Pelan suaraku bertanya namun terdengar tegas.
Kulirik dari sudut mata, wajah Azwar tampak terhenyak. Sepertinya ia tidak siap dengan pernyataan ini di pagi-pagi buta.
"Dari mana kamu tahu?" Suaranya mulai terbata.
"Enggak penting dari mana aku tahu, yang aku mau sekarang Abang jelaskan siapa perempuan itu?" Suaraku berubah ketus meski tetap saja pelan.
"Dia ..., dia ..., "
"Pacar Abang juga?" potongku karena terlalu lama menunggu jawaban Azwar yang semakin tergagap.
Aku membalikkan tubuh menghadapnya. Menatap wajahnya yang pias. Azwar kemudian mengangguk. "Iya," lirihnya samar hampir tak terdengar. Untung saja kampus masih sepi jadi suaranya jelas memasuki indera pendengaranku.
Kutarik napas dalam, "Sejak kapan?" Pertanyaan yang meluncur dengan emosi yang coba kuredam.
"Sebelum kamu, Alia, maaf," ucap Azwar seperti ada penyesalan dalam nadanya.
Aku gamang, harus seperti apa bersikap. Aku masih mengharapkannya, akan tetapi ini sudah kali kedua dan ia tidak sedikit pun membantah hubungan mereka. Jadi aku harus apa?
"Sudah cukup ya, Bang, Alia capek. Kita putus saja. Semoga Abang bahagia!" seruku sedikit lebih keras sambil beranjak bangkit dari kursi itu dan pergi dari sana.
Langkahku semakin jauh, tetapi Azwar tidak pun berusaha mencegah maupun mengejarku. Dia seperti menerima saja keputusan ini. Sedemikian tidak berartinyakah aku di matanya? Padahal, aku sangat berharap ia mengejarku, menahan langkahku dan meminta maaf lalu berucap jika tak ingin putus dariku. Sayangnya itu hanya ada dalam angan saja.
***
Dua bulan berlalu. Tidak ada kabar apa pun dari Azwar. Jangankan telepon, SMS pun tidak. Wajahnya tak pernah kulihat lagi. Perlahan tapi pasti, rinduku semakin menyeruak.
Rindu menatap senyumnya, rindu melihat cara ia berbicara, kedipan matanya yang menggoda jika aku merajuk dan tawanya yang begitu renyah. Ah, aku merindukan segala hal tentangnya. Ke mana dia?
Tok ..., tok ...
"Alia!"
Terdengar suara ayah mengetuk pintu kamar. Setelahnya, ayah melongokan kepala ke dalam kamar setelah membuka pintunya yang memang tidak terkunci.
"Ayo pakai jilbab, Nak, keluar. Ada tamu," suruh ayah lembut.
Aku mengangguk, menuruti perintah ayah. Tetapi siapa tamunya? untuk apa aku keluar?
Perlahan tapi pasti dengan sedikit ragu-ragu aku melangkah ke ruang tamu. Ayah dan ibu sudah ada di sana bersama dua orang tamu laki-laki yang tidak kukenali. Ibu menepuk sofa di sampingnya agar aku duduk.
"Alia, perkenalkan ini paman-pamannya Azwar," ucap ayah tersenyum.
Aku terperangah sesaat, sebelum akhirnya aku mengangguk sopan ke arah tamu yang kata ayah, paman-pamannnya Azwar itu. Ada apa mereka kemari? Aku semakin penasaran, tetapi lebih memilih diam saja menunggu kelanjutan ucapan ayah.
"Paman-paman ini kemari dengan tujuan melamarmu untuk Azwar," lanjut ayah lagi yang sempurna membuatku terhenyak.
Dua bulan sudah aku tak bertemu Azwar, bahkan kami telah putus. Kenapa sekarang tanpa angin tanpa hujan dia malah mengirim utusan untuk melamar. Apa-apaan ini?
"Bagaimana, Nak?" tanya ayah menatapku.
Ibu mengelus-elus pundakku sambil tersenyum.
Aku bingung. Bukankah kami tidak punya hubungan apa-apa lagi? Kenapa akhirnya jadi seperti ini? Kucubit paha sendiri. Sakit, berarti ini nyata bukan mimpi.
"Bagaimana, Nak?" Ayah mengulang pertanyaannya tadi karena aku belum juga bersuara.
"Ayah tidak bisa menjawab 'iya' sebelum anak gadis Ayah mengangguk sendiri." Ayah melanjutkan lagi ucapannya dengan senyum terkulum.
Aku tidak pernah cerita sama ayah, ibu dan keluarga lainnya jika aku dan Azwar sudah bubar-an. Jadi, wajar jika ayah dan ibu memberikan senyuman menggoda seperti itu.
Tanpa kusadari, kepalaku mengangguk. Padahal hati masih meragu. Kali ini anggota tubuh dan suara hati tidak bisa diajak bekerja sama untuk seiya sekata.
Setelah anggukan kepalaku, aku melihat kedua pamannya Azwar seperti bernapas lega. Ayah dan ibu malah lebih lebar lagi senyumnya.
"Persoalan permintaan pertunangan, saya rasa jangan dulu dilakukan. Saya dan kita semua tidak tahu apakah mereka akan berjodoh atau tidak. Saya rasa biarkan dulu mereka menyelesaikan kuliah, baru setelah itu langsung menikah," ujar ayah pada kedua pamannya Azwar.
"Sekarang kamu dan Azwar sudah semester berapa?" tanya ayah beralih padaku.
"Semester tujuh, Ayah," beritahuku.
"Nah, InsyaAllah sudah tidak lama lagi. Bagaimana Pak, bisa ‘kan seperti itu?" tanya ayah kepada kedua tamu kami.
Kedua Pamannya Azwar mengangguk. Lalu membahas hal lainnya terkait lamaran, pernikahan dan segala macamnya. Aku memilih pamit menuju kamar.
Kurebahkan tubuh di kasur dengan kasar, dan tersenyum bahagia. Ini benar-benar kejutan yang tak terbayangkan. Lebih indah dari sekedar Azwar menahan langkahku seperti yang kuharapkan saat mengucap kata putus dua bulan lalu.
Aku meraih handphone, hendak menghubungi Azwar. Tetapi urung kulakukan, kugenggam dulu handphonenya. Aku ingin menikmati getaran-getaran indah di hati dengan sabit di bibir yang sedari pintu kamar tertutup tak mampu kutarik lagi, tetap melengkung sampai aku tertidur dengan kenyataan yang seperti mimpi ini.

Komento sa Aklat (782)

  • avatar
    Mohd AmirAhda Suhada bt Mohd amir

    I so like the story

    1d

      0
  • avatar
    TatiHartati

    bagus

    3d

      0
  • avatar
    Naufal

    semoga dapat

    5d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata