logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Pindah Fakultas

Mungkin sudah sekitar lima belas menit aku mondar mandir di bawah tangga. Belum juga kuputuskan akan naik sekarang atau tetap menunggu Azwar datang. Berulang kali jam tangan menjadi objek penglihatan tetapi yang ditunggu belum juga menunjukkan bayangannya.
"Alia, kenapa kayak setrikaan? ayo, naik!" Suara Lina mengagetkan.
"Eh, sebentar Lin, kamu naik duluan saja." Aku mempersilakannya untuk naik lebih dulu.
Hari ini jadwal kuliah kami akan berlangsung di ruang dua puluh satu dan ruangan tersebut berada di lantai dua.
"Ciyee yang tungguin Azwar," goda Lina memperdengarkan tawa tertahannya sambil segera melangkah menjejaki tangga naik menuju atas.
Lima menit berlalu setelah sapaan Lina. Azwar belum juga terlihat hilalnya. Ke mana dia? Apa dia tidak masuk kelas pertama? Padahal aku sudah penasaran setengah mati ingin melihat penampilannya hari ini. Kemarin kami belanja banyak, mulai dari sepatu, ransel, kemeja dan celana jeans untuk Azwar. Tidak boleh lagi ada penampilan dia yang seperti bapak-bapak beranak tiga.
Dari kejauhan tampak siluet Azwar. Aku yakin itu pasti dia yang sedang melangkah kemari. Tetapi benarkah? kukucek mata berulang kali, ternyata benar itu Azwar.
Seketika tanpa diminta, senyumku merekah. Azwar benar-benar berubah. Tidak ada lagi sepatu pantofel ketuaan dan tas dokumen kantoran. Kemeja polos sedikit berserat abu-abu, jeans hitam, sepatu kets dan tentu saja ransel merk terkeren dengan harga lumayan yang kami beli kemarin kini tersampir di pundaknya.
Aku saja sampai pangling. Apalagi orang lain yang akan melihat penampilannya kini. Selamat tinggal Azwar cupu delapan bulan lalu.
"Hei Alia, kamu tunggu aku?" tanyanya begitu sudah sampai ke tempatku berdiri.
Aku mengangguk. "Kenapa lama?" kukerucutkan bibir tanda merajuk.
"Angkotnya kelamaan berhenti tungguin penumpang," jawabnya tersenyum.
Manis sekali, semakin manis dengan penampilan barunya ini. Sungguh, rasa suka dan cintaku bertambah berkali-kali lipat.
"Ayo naik!" aku berjalan di depan.
"Tunggu Alia! Kita bolos saja yuk!" Azwar lagi-lagi memamerkan giginya dengan alis dinaik turunkan.
"Kita sudah sering bolos, kamu lupa?" aku mendelik. Lagi pula, aku ingin semua teman-teman di kelas melihat perubahan penampilan Azwar hari ini, karenanya harus masuk kelas.
"Ayo cepatan! keburu dosennya datang." Tegas suaraku memperingatkan.
"Oke, setelah selesai kuliah nanti tunggu aku di batu besar, ya!" ucapnya sedikit lesu namun tetap mengikuti langkahku menaiki tangga.
***
Penantian kedua dalam hari ini, dan ini semakin parah saja. Sudah setengah jam, Azwar belum juga muncul di bawah pohon akasia tempat ia menyuruhku menunggu. Padahal aku yakin sekali kuliahnya telah selesai sekitar dua puluh menit lalu.
"Alia, Maaf. Kamu jadi menunggu lama." Azwar datang dengan napas terengah-engah.
"Alia, benaran aku minta maaf. Tadi Siska dan teman-temannya minta bantu selesaikan tugas sebentar di kantin." Akunya jujur.
"Apa?" Aku melotot.
"Iya, kamu ‘kan tahu aku tidak bisa menolak jika ada orang yang butuh bantuan?" Azwar memelas memohon pengertian.
"Sejak penampilanmu berubah, banyak benar ya, cewek yang butuh bantuanmu," ketusku kesal.
"Loh, kamu cemburu?" Azwar menatap wajahku dalam. "Ngerjain tugasnya enggak berduaan, loh, Alia Sayang," lanjutnya lagi. Kini dengan senyum setengah menggoda tersimpul di bibirnya.
"Lihat saja kalau kamu macam-macam!" Mataku membelalak tajam.
"iya, kamu satu-satunya," balas Azwar sambil mengangkat telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf 'V' tanda berjanji.
***
Sekarang hampir semua teman-teman di kampus tahu aku dan Azwar tidak terpisahkan, di mana ada dia pasti ada aku, begitu pun sebaliknya.
Duniaku benar-benar indah bersamanya. Meskipun kemana-mana kami selalu jalan kaki atau naik angkutan umum, tak masalah. Selama bersamanya, apa pun aku terima.
"Azwar ..." Aku mau bicara.
"Berapa kali lagi sih Alia harus aku bilang, panggil ‘Abang’, jangan Azwar lagi." Suaranya terdengar geram.
Aku merengut tapi tertawa. "Iya Abang ..." Kuperlihatkan gigi cengengesan.
"Ada apa?" tanyanya sambil terus menyuapkan mie goreng ke mulut.
"Aku mau pindah Fakultas," ucapku memberitahu.
"Apa?" Terlihat Azwar terkejut.
"Kenapa? Kamu enggak suka dekat-dekat aku lagi? Kamu mau menjauhi aku? Apa aku punya salah?" Azwar menghentikan suapannya setelah pemberitahuanku barusan dan mulai memberondong dengan berbagai pertanyaannya yang terdengar gusar.
"Enggak, Abang. Aku hanya merasa tidak cocok kuliah di sini. Aku ingin kuliah di jurusan yang sesuai hati nurani," ungkapku jujur dan berharap dia mau mengerti.
"Abang tenang saja, meskipun raga Alia tidak lagi di fakultas ini, tetapi hati Alia masih tetap di sini bersama Abang." Aku mulai merayunya dengan gombalan.
"Janji tidak akan tergoda cowok lain di kampus baru?" tanyanya dengan raut sangat serius.
"Iya, Janji." Aku mengangguk mantap.
Senyum Azwar merekah. "Mana sini formulir barunya, biar Abang yang isi!" Ia mengulurkan tangan ke arahku meminta formulir yang sedari tadi aku pegang.
"Oh ya, satu lagi Alia, untuk memperkuat hubungan kita karena kamu juga akan pindah Fakultas, besok ikut Abang ke rumah, jumpa Mamak Abang." Tegas suaranya tak ingin di bantah.
"Baiklah." Aku mengiyakan, namun jantungku berdegup secara tiba-tiba. Rasanya belum siap bertemu calon mertua.
***
Azwar benar-benar memaksa membawaku ke rumahnya. Berulang kali aku mencari alasan untuk mengundur-undur kunjungan ini. Sayangnya, Azwar lebih gigih lagi meyakinkan.
Alia, tinggal di mana?" Pertanyaan pertama dari calon mertua.
Aku menjawab dengan menyebutkan nama daerah tempat tinggalku yang sedikit berjarak dari rumah Azwar ini. Sekitar tiga puluh menit jauhnya.

Komento sa Aklat (782)

  • avatar
    Mohd AmirAhda Suhada bt Mohd amir

    I so like the story

    1d

      0
  • avatar
    TatiHartati

    bagus

    3d

      0
  • avatar
    Naufal

    semoga dapat

    5d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata