logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

I Am Insecure

I Am Insecure

Feroza


Kehidupan Sekolah

Kelas 3-4
Hiruk pikuk kelas bertambah jelas seiring langkah seorang gadis berambut panjang mendekati kelasnya di ujung koridor. Namun, sesampainya di kelas, suasana ramai seketika senyap berganti suara bisik-bisikan.
Gadis itu Alissa Lucy, dengan geraian rambut yang hampir menutupi seluruh wajahnya. Dia berlalu duduk di kursinya mengabaikan tatapan benci sekitarnya. Alissa menyumpal telinga dengan earphone dan menenggelamkan wajahnya dalam lipatan tangannya.
Bel berbunyi bersamaan dengan munculnya Pak Fordi berkepala botak dengan kacamata bulat dengan pinggiran hitam yang tebal, tak lupa perut buncit yang membuat kemejanya nampak sesak menutupinya. Sekali pun tampangnya bagai badut, tapi tak ada yang berani menertawainya. Guru Biologi itu terkenal sangar pada murid.
Fordi memperbaiki posisi kacamatanya sembari membuka halaman buku. "Hari ini kita membahas kelanjutan materi kemarin tentang mutasi ...." Kalimat Fordi menggantung, matanya menyipit melihat seorang gadis yang bertelungkup wajah di atas meja.
Fordi tak menyukai murid pemalas. Melihat gadis yang entah tidur atau tidak, memancing amarahnya. Siswa lain mengikuti arah pandang Fordi pada meja yang paling belakang dekat jendela. Namun, tak ada satu pun yang berniat membangunkan gadis itu.
"Silahkan keluar jika tak ingin mengikuti kelas saya," ujar Fordi dingin sembari pandangannya kembali berkutat di buku ajarnya.
Kursi berderik. Tatapan siswa lain menoleh menatap Alissa yang beranjak dari kursinya, dia berlalu keluar kelas tanpa sepatah kata pun.
Fordi mendengus. "Sekarang fokus dengan materi kelas saya hari ini, atau barangkali ada yang ingin menyusul?"
Pandangan semua murid kembali lurus menatap Fordi. Tak ada yang berani bertingkah di depan guru botak itu jika tak ingin nilainya jebol.
*
Semilir angin menerpa wajahnya, matanya menyipit menyesuaikan paparan cahaya. Alissa berdiri di atap gedung sekolah, menyaksikan aktivitas di jalan raya yang ramai.
Satu kakinya mengetuk-ngetuk permukaan semen menyesuaikan irama lagu yang diputarnya.
Pintu berderik, tak lama terdengar jelas derap sepatu melangkah mendekat.
"Wow, sepertinya hari ini begitu cerah, bukan?" Dia Brianna, siswa kelas 3-2 berganti melirik dua temannya di sisi kanan-kirinya.
Alissa memicing sekilas tak memedulikan ucapan gadis berambut pendek itu.
"Suara Pak Fordi terdengar jelas dari kelasku, tapi kenapa satu muridnya ada disini?" Brianna memiringkan kepalanya untuk melihat wajah pucat di sampingnya.
Alissa tak menggubrisnya hingga Brianna menarik lepas benda yang menyumpal telinga Alissa. Gadis berambut cokelat gelap itu menatap Brianna dan merebut earphone-nya cepat.
Tawa Brianna berderai. "Tatapan matamu membuatku ingin menyiksamu!" Gigi Brianna bergemertak, dia menarik rambut Alissa ke belakang hingga gadis itu mendongak. Kemudian, Brianna menghempas Alissa ke belakang dan gadis itu terduduk di lantai semen.
Brianna mendekat, menangkap dagu Alissa. "Lihat matamu meminta lebih!"
Wajah Alissa mendongak menatap tajam mata Brianna. Senyum sinis muncul di wajah Brianna.
"Bagaimana kalau kita bermain-main sebentar. Kamu mau 'kan? Ah, aku lupa, kamu 'kan gadis penurut."
Tangan Brianna terayun menampar sisi wajah Alissa berkali-kali hingga pipi pucat gadis itu berubah memerah.
"Ayo melawan!" Brianna makin gencar menampar Alissa yang tak berkutik sedikitpun.
Itulah Brianna, gadis manis nan seksi, setidaknya begitulah pandangan siswa laki-laki. Rok ketat pendek yang melanggar regulasi berpakaian, memakai riasan ke sekolah, dan rambut yang diwarnai abu-abu. Mirisnya, tak ada yang berani menegurnya kalau tak ingin donasi dari keluarganya berhenti mengalir.
Namun, bagi Alissa, Brianna tak lebih dari seorang pecundang yang menggaet kepuasan melalui penyiksaan. Korbannya tak banyak, gadis itu pemilih. Contoh, Alissa, sorot mata tajam Alissa menjadikannya korban rundungan favorit Brianna.
Kini Alissa terbaring lemah, penglihatannya mengabur. Dia bukannya tak bisa melawan, dia tentu dengan mudah meninju wajah Brianna. Namun, tak urung dia hanya membiarkan tubuhnya disiksa karena Alissa juga membenci tubuhnya, dirinya, dan hidupnya.
Alissa tak merintih sedikitpun membuat Brianna kian beringas menyiksanya. Brianna menjongkok, tertawa senang melihat tubuh tak berdaya Alissa.
"Sebenarnya aku kasihan padamu, tapi aku belum puas melihatmu tersiksa. Main lagi, ya!" ujar Brianna dengan mata berbinar. Jemari Brianna berlapis cat kuku biru-hijau melepas satu per satu kancing seragam Alissa hingga terpampang dalaman tank top putih Alissa.
Tawa Brianna kembali terurai. Seratus kali pun dia melepas baju Alissa, seratus kali pula dia akan tertawa. Alissa, garis tubuhnya selurus pensil, dada rata, dan pantat tepos. Benar-benar tak ada yang menarik di tubuh Alissa.
Brianna beralih menepuk dadanya memamekan miliknya yang berisi. "Ini baru dada, kalau punyamu entah apa namanya, hahaha!" Brianna bangkit berdiri, sepatu converse putihnya menapak dada Alissa hingga meninggalkan jejak debu pada dalaman putih Alissa.
Brianna baru ingin menginjak-nginjak dada Alissa sebelum suara datang menginterupsinya.
Alissa menatap lelaki itu dalam penglihatannya yang kabur, bibirnya melontarkan decihan.
Dia Reynand, ketua kelas 3-4. Ya, dia teman kelas Alissa.
Brianna memutar bola mata, tanpa sepatah kata pun, dia menyelonong pergi hanya dengan tatapan datar Reynand.
Dengan susah payah, Alissa mencoba bangkit. Reynand berjongkok hendak membantu Alissa. Namun, tangannya langsung ditepis.
"Kenapa kau kemari?" tanya Alissa ketus, entah Reynad mendengarnya atau tidak. Pipinya berdenyut dengan rasa panas menjalar. Dengan tangan gemetar Alissa mencoba mengancing bajunya. Namun, dia kesulitan.
"Kau ingin mati muda?" tanya Reynand beralih mengancing baju Alissa walau gadis itu menepis tangannya.
"Kalau pun aku mati mengenaskan disini, apa pedulimu?"
Reynand beralih menatapnya datar. Dia tak menggubris pertanyaan Alissa. Lalu, kedua tangannya menyelip pada tengkuk dan bawah lutut Alissa.
"Hey, turunkan aku!" Alissa memukul-mukul dada Reynand yang kini menggendong tubuhnya. Namun, pukulannya terlalu lemah hingga Reynand tak merintih sedikipun. Ah, dia lupa, bukankah tenaganya sudah habis direnggut oleh gadis setan itu?—Brianna.
Reynand membaringkan tubuh lemah Alissa di atas ranjang UKS, lalu dia berlalu mengambil obat.
"Kalau kau ingin mati, bukan begini caranya." Reynand mengoles kapas yang sudah dicelup antiseptik ke pipi Alissa.
Gadis itu menoleh ke samping, dia tahu jarak wajahnya dengan Reynand begitu dekat.
"Ini bukan urusanmu!" ketus Alissa lalu merebut kapas dari tangan Reynand.
Pemuda berkacamata itu menyungging senyum. "Jelas ini urusanku. Aku ketua kelasmu. Kau tahu kelas kita jadi perbincangan para guru gegara kau. Terdengar tak adil, bukan? Yang bermasalah hanya satu orang. Namun, satu kelas terkena dampaknya. Asal kau tahu saja, aku sama sekali tak peduli denganmu. Aku melakukan ini demi nama baik kelas."
Sorot mata tajam Alissa menatap Reynand, dan pemuda itu menyengir.
"Brianna harusnya takut dengan mata tajammu itu alih-alih merundungmu." Reynand menatap lekat gadis di depannya.
"Sudah bosan hidup, ya, Alissa?" celetuk Reynand. Dia melihat jelas hasrat untuk mati yang tinggi di mata tajam gadis itu dan bekas-bekas luka di leher dan tangannya, entah itu dia dapat dari Brianna atau bagaimana, tiada yang tahu.
"Jangan panggil aku Alissa!" bentak Alissa.

Komento sa Aklat (202)

  • avatar
    Nisya hadahNadia

    banguss bgt😍 tapi ending nya gantung bangettt, plis sambung lgi😣

    27/03/2022

      3
  • avatar
    Chiaraa

    yukiiiiiii

    11h

      0
  • avatar
    HidayatullahSudirman

    sangat menyenangkan

    3d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata