logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Bab 4

Video berdurasi sekitar dua menit itu benar-benar menggemparkan seisi kampus. Berbagai macam komentar muncul. Tanpa berpikir panjang Asher langsung menarik Vivian ke kantor DPA. Setibanya di sana seluruh orang di kantor itu langsung heboh.
"Mengapa tim IT tidak segera menghapus videonya?!" Bentak dosen berkumis tebal
yang mengurus kasus Vivian dan Kathryn. Ia memukul-mukul mejanya. “Lambat sekali!”
“Jangan sampai video itu tersebar keluar kampus! Bisa Cepat hubungi pihak IT!” Bentaknya lagi.
“Kau!” Tunjuk dosen itu. “Mengapa kau diam saja di depan pintu? Masuk! Jelaskan semuanya kepadaku!”
“Oh, siap, Pak!” jawab Asher dengan menarik tangan Vivian masuk ke ruang kerja pribadi dosen itu.
Asher dan Vivian masuk ke dalam ruangan. Mereka berdua duduk di sofa dan bersiap untuk melakukan pembelaan. Sebenarnya bukan mereka berdua, sih, si Asher yang siap dan menggebu-gebu, sementara Vivian seperti tidak tertarik. Vivian terlihat sekali cuek dengan kasusnya.
“Mengapa kau tidak berterus terang kepada Bapak mengenai hal ini?” tanya Pak Dosen itu sambil menatap lurus ke arah Vivian.
“Pak, kami sudah bilang kemarin--”
Dosen itu memberikan isyarat kepada Asher untuk diam. Sepertinya ia benar-benar ingin mendengarkan alasan dari mulut Vivian langsung.
“Apakah yang ada di dalam video itu adalah dirimu?” tanya dosen itu sembari menunjukan ponselnya dan menunjuk dirinya.
“Ya.” jawab Vivian tenang.
“Mengapa Kathryn memukulimu?”
Vivian menghela napasnya. “Saya rasa itu terjadi karena #vivianautis menjadi trending nomor satu di aplikasi kampus.” jawab Vivian tenang. “Sementara #dewikathryn jauh merosot ke urutan delapan. Untuk seseorang yang haus akan nama
baik macam Kathryn, tampaknya itu adalah hal yang buruk, Pak.”
“Lalu, anak yang memukulimu tadi pagi bernama Sarah dan Helen, bukan?” tanya dosen itu kembali dengan menunjukan video rekaman perudungan Vivian tadi pagi.
Vivian tertawa kecut. “Belum ada satu hari kejadian itu, tapi sudah disebar dengan
cepat.” Gumamnya.
Terdengar suara pintu diketuk dari luar. Dosen itu mempersilahkan masuk. Dua mahasiswi masuk ke dalam ruangan. Betapa terkejutnya mereka berdua jika Helen dan Sarah yang masuk ke dalam ruangan.
“Duduk.” ujar dosen itu sembari mempersilakan Sarah dan Helen duduk di sofa. “Hentikan pandangan sengit kalian. Itu membuatku gerah.” lanjutnya, memperingati.
“Ada apa, Pak?” tanya Helen manis dan sopan yang langsung membuat Asher jijik melihatnya. Benar-benar berkebalikan dengan tadi pagi.
“Kalian pasti sudah tahu mengenai video kalian berempat yang ramai di aplikasi kampus. Saya tidak ingin berbasa-basi. Mengapa Kathryn menjatuhkan dirinya sendiri?”
“Bukan, Kathryn tidak mungkin menjatuhkan dirinya sendiri, Pak. Saya berani bersumpah.” jawab Sarah dengan yakin.
“Lihat videonya!” Desis dosen itu dengan kesal. “Kalian ini seharusnya belajar yang benar, tidak ada gunanya mencari perhatian!” Dosen itu memukul kepala Sarah dan Helen bergantian dengan penggaris.
Keempat mahasiswa itu terdiam.
“Vivian dan Asher, kalian boleh keluar. Saya masih ada urusan dengan kedua preman ini."
"Sebelum kami berdua keluar. Kami ingin memastikan sekali lagi."
“Apa lagi? Kau tidak lihat saya sedang sibuk? Dengan tingkah kalian, kalian sudah sukses menambahi pekerjaan saya sebagai dosen! Bukannya belajar dengan baik dan jadi juara perlombaan sains, malah jadi preman!”
“Kami ingin memastikan. Apakah Vivian jadi dikeluarkan??”
“Tidak!” jawab dosen itu singkat. “Pergi sana!”
Asher bersorak senang, mengacak-acak rambut Vivian dengan gemas. Sementara si empunya rambut sendiri berdiri kaku tidak percaya. Belum semenit Asher merayakan keberhasilannya menyelamatkan Vivian, tiba-tiba Helen mendobrak meja dengan kesal.
"Gak bisa begitu, Pak!" ujar Helen. Ia menunjuk Vivian. "Dia pasti yang membuat Kathryn lompat!"
"Benar, Pak. Kathryn gak mungkin melompat begitu saja!" Sarah yang ada di samping Helen ikut berseru. “Bapak gak tau rumor apa yang dimiliki oleh Vivian? Dia bisa membunuh kita tanpa menyentuh, Pak!”
“Iya, Pak! Dia ini suka bermain dukun agar Kathryn celaka!” Sahut Helen lagi.
Yang diajak bicara menyahut tenang. "Jadi maksud kalian Kathryn kerasukan setan?"
Sarah dan Helen mengangguk, mereka memasang wajah puppy face tanpa dosa
terbaik mereka.
“Kalian kira saya percaya?” tanya dosen itu. “Mana ada seperti itu? Jangan ngelantur!”
"Tetap saja! Lihat siapa yang terluka di sini, Kathryn adalah korban, Pak!" Helen bersikeras.
"Lalu Kathryn adalah korban? Bagaimana dengan Vivian?" Kali ini si dosen duduk tegak dengan ekspresi serius. "Apakah kalian pernah berpikir dua kali untuk melakukan perudungan kepada Vivian?"
Keduanya terdiam, mereka memasang raut wajah tidak terima.
“Sampai pihak kampus mengumumkan bagaimana kelanjutkan kasus kalian ini, saya
hanya bisa memberi kalian skors selama satu minggu.” kata dosen itu dengan tegas.
“Lagipula mengapa juga si Kathryn sengaja melompat? Mau bunuh diri?” Ejek Asher kesal.
"Bagaimana kau bisa berkata seperti itu padahal Kate sedang di rumah sakit?!" Sarah memotong tak terima.
Asher melirik tajam. “Hei, orang yang tidak pernah merasakan penderitaan tidak layak disebut sebagai korban."
Helen dan Sarah yang tidak bisa membalas ucapan Asher hanya bisa menggeram menahan marah. Wajah Helen bahkan sampai memerah, ia menunjuk Vivian bengis.
Setelahnya, Helen dan Sarah melenggang pergi. Pintu dibanting sehingga membuat Vivian dan Asher tersentak.
***
‘Sesungguhnya Kathryn itu Dewi Malapetaka #justiceforvivian’
‘Apanya yang dewi? Dia lebih rendah dibanding iblis. Yew, iblis aja masih ada bagus-bagusnya #justiceforvivian’
‘Gak nyangka sang dewi bisa sekeras itu mukulin Vivian #justiceforvivian’
‘Wah, pertengkaran sengit tadi pagi lebih menarik dibanding ini #justiceforvivian’
‘Dia yang iri dia sendiri yang jatuhin diri. Udah gila #justiceforvivian’
‘Guy's, yuk unvote Kathryn di acara duta jurusan kita #justiceforvivian’
Selama dirawat di rumah sakit, tidak henti-hentinya Kathryn memperhatikan komentar-komentar pada akun pribadinya. Ia mengigiti kukunya. Kathryn mengecek status votenya. Votenya mulai menurun, kemudian pesan-pesan pribadi masuk tanpa henti. Seluruhnya adalah komentar kebencian.
“Vivian sialan! Dasar anak haram!”
Kekesalan Kathryn tak bisa ia bendung, keinginannya untuk menjadi terkenal memang terwujud, bahkan tagarnya juga mulai bersandingan dengan tagar milik Vivian. Tapi siapa juga yang mau kalau terkenalnya karena keburukannya.
“Kyaaa!! Vivian sialan!” Kathryn berteriak sembari menendang selimutnya dan melempar vas bunga yang ada di sebelahnya.
***
Esoknya Vivian yang baru saja selesai mandi segera mengganti pakaian. Ia melirik ke arah cermin. Tidak ada yang berubah dari dirinya. Bahkan luka cambuk dan ukiran sayat yang ada di punggungnya masih berbekas. Tak lupa Vivian membubuhkan foundation untuk menutupi luka sayatan pada pergelangan tangannya.
Saat Vivian keluar dari gerbang kosan, ia terkejut begitu melihat Asher yang dengan wajah sok gantengnya berdiri sambil bersandar ke mobil Volvo abu-abu.
Asher membukakan pintu penumpang. "Kereta labu anda telah siap, Cinderella." ujarnya sambil tersenyum jahil.
Vivian memandang Asher selama beberapa detik tanpa ekspresi, kemudian ia berbelok menyusuri trotoar hendak ke halte bus tanpa mengucapkan apapun pada Asher.
Asher menghela napas di tempatnya, kemudian berkacak pinggang. "Jangan menolakku, Viii. Kalau sejarah mencatat seorang Asher Konstanza ditolak oleh gadis jelek gimana? Memalukan sekali."
Vivian mengangkat kedua alisnya, sedikit terkejut karena Asher tak menghentikannya. Tapi kesenangannya sirna begitu saja saat klakson mobil terdengar, disusul mobil abu-abu Asher yang berjalan di samping trotoar dan menyamai langkahnya.
Asher menurunkan kaca mobil. "Hei, Cinderella. Bus sudah lewat setengah jam yang lalu, kereta labumu sudah kuganti dengan Volvo. Kau akan terlambat jika tidak ikut denganku."
"Apa itu ancaman?"
Asher memutar bola mata mendengar sahutan Vivian, kemudian mendesis sebal. "Iya!"
"Pergi sana." Usir Vivian sambil menggerakan dagunya. “Aku akan menggunakan kereta labu yang lain."
"Oh, ayolah!" Seperti biasa Asher yang pantang menyerah untuk memaksa Vivian. Ia
menyembunyikan senyum muslihatnya dari Vivian. "Padahal aku baru ingin menunjukan sesuatu padamu."
"Siapa kau mau mengajariku?" Mata Vivian menyipit.
"Kau mau ikut atau tidak?" tanya Asher sekali lagi. Ia memasang wajah sok cool berharap Vivian akan tertarik.
Vivian melirik jam tangannya dan memandang wajah Asher yang menjengkelkan bergantian. Vivian menghela napas. "Apa kau punya kursi yang nyaman untukku?"
Asher tersenyum, ia turun dari mobil dan membukakan pintu untuk Vivian. “Semuanya terbuat dari sutra, Tuan Putri.”
Setelah Vivian masuk ke dalam mobil. Asher masih dengan gaya sok cool memakai
kacamata hitamnya. "Memang tidak ada yang bisa menolak pesona Asher."
Kumat lagi penyakitnya. pikir Vivian dari dalam hati.
Jalan raya kali ini sengang. Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk sampai di area kampus. Saat keluar dari mobil, semua mata menatap Vivian dengan sorot yang berbeda dengan sebelumnya. Bahkan ada beberapa anak menyapa Vivian dan Asher.
Vivian yang tidak pernah mengalami hal ini merasa gugup, ia tidak terbiasa dengan
hal ini.
"Asher! Kau lama sekali!" seru seorang cowok dari arah pintu lobi.
Yang dipanggil melambaikan tangan, berlari kecil menghampiri sambil seenaknya menarik tangan Vivian. "Yo, Eomyn!" Sapa Asher, ia menarik Vivian mendekat.
"Yo," Balas cowok berambut kecoklatan bernama Eomyn, ia beralih menatap Vivian seraya melambai kecil. "Pagi, Vii."
Vivian tak merespons. Ia masih terpaku dengan kebaikan hati orang-orang di hadapannya.
"Kenalkan, ini Eomyn Ramirez di sebelahnya si adik bernama Eowyn." ujar Asher memperkenalkan Eomyn dan cewek berambut kecoklatan di sampingnya.
"Halo, Vivian!" sapa Eowyn ramah, ia mengulurkan tangan. "Salam kenal!"
Bukannya menyambut uluran tangan itu, Vivian malah mundur perlahan. Ia kemudian melirik Asher, ia berbisik. "Apa maksudnya ini? Dopplegangesap
"Dari sekian banyak sebutan yang ada di dunia ini, kenapa kau memilih doppleganger, sih, Vii?." Raut wajah Asher berubah datar.
"Hahaha.” Eowyn terkekeh sambil menarik kembali tangannya yang sempat terulur dengan canggung.
"Maklumilah, Wyn!" Asher mengibaskan tangan. "Cinderella tak bertuan ini baru akan kuajari beberapa hal."
Mata Vivian menyipit curiga. "Ha? Mengajari apa?"
"Cara bersosialisasi!"

Komento sa Aklat (22)

  • avatar
    HidayatMuhammad

    bgus

    08/05

      0
  • avatar
    M Rifai

    bagus bnget

    05/04

      0
  • avatar
    RahmaEka

    baguss

    06/03

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata