logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 36 Luruh di Jembatan

Arana meletakkan mug coklat hangat di meja. Dia lihat gadis sebayanya menatap kosong rintik air di dinding kaca kafe. Setelah dari tadi diam, Arana akhirnya buka suara.
"Kamu yakin nggak minum apa-apa?"
"Hm?" Silvi menoleh, tersenyum tipis. Menggeleng. "Jadi kamu mau ngomong apa?" tanyanya.
Tercenung sebentar, Arana perlahan membuang napas. Menutup sejenak kedua mata dengan jemari dinginnya. Lalu kembali menatap Silvi.
Silvi yang selama ini dia dengar tengah setia mengagumi--bahkan mencintai--sosok bos di tempatnya bekerja, Silvi yang selama ini selalu ingin menunjukkan pada Arana siapa sosok itu tanpa mau menyebutkan namanya, Silvi yang selama ini menemaninya dengan sikap ceria, kini, Arana tatap begitu lembut. Lembut, sampai-sampai Arana hampir ingin menangis.
Dia tak tahu bagaimana caranya menghadapi situasi rumit yang baru disadarinya ini.
"Maaf." Arana menunduk. Benar-benar tak mampu berlagak tegas. Padahal selama ini, Arana selalu melakonkan diri sebagai seorang kakak, bahkan ibu. Kini, dia malah berserah diri menjadi sosok yang paling bersalah dengan meminta maaf. "Kamu ngehindar ... karna tau aku istri Galih, kan?"
Senyap sejenak, terdengar kekehan dari seberang. Arana mendongak. Silvi memang tengah tertawa, namun jelas tampak terpaksa.
"Kamu mau jawaban kayak apa?" Silvi tersenyum sinis. "Kalo aku jawab iya, kamu bakal ngapain? Bilang kalo aku musti berenti karna Galih mutlak milik kamu? Atau maksa aku buat mau dipoligami demi pertemanan kita?"
Arana mengernyit. "Kok kamu ngomong gitu sih?"
"Lah emang salah?"
"Aku pengen bicarain ini baik-baik, Sil, bukan sarkas kayak gitu."
"Ya buat apa coba?" timpal Silvi, membungkam Arana. "Buat apa kalo ujung-ujungnya bakal ...." Silvi tercekat, terhambat sesak di dadanya. Matanya meluncur air. Dia tutup bibirnya yang bergetar. "Lima tahun aku jatuh-bangun bareng kamu, Rana, tinggal bareng kamu. Kenapa aku bisa nggak tau kalo kamu udah pernah nikah? Kenapa kamu nggak pernah mau cerita? Dan, kenapa aku tau Galih itu suami kamu setelah aku bener-bener yakin kalo aku udah terlanjur cinta? Sebenernya selama ini kamu nganggap hubungan kita tuh apa sih? Kamu masih anggap aku orang asing?"
Mata Arana ikut berlinang. "Nggak gitu. Aku Cuma ...."
"Kalo niat kamu cuma ngebahas itu kayaknya nggak guna. Pada akhirnya nggak ada yang bakal berubah. Kamu tetep istri Galih, dan aku tetep karyawannya."
Memperhatikan Silvi yang bergegas, Arana mencoba berkata pelan, "Jadi, siapa yang salah?"
Silvi menahan diri untuk tidak langsung beranjak. "Hah?"
"Aku punya hak untuk nggak cerita tentang lukaku lima tahun lalu. Kalo Allah berkehendak, mungkin kamu bakal tau lebih cepat siapa aku sebenernya kalo kamu mau ngasih tau siapa nama bos yang kamu suka. Aku juga bakal dipertemukan lebih cepat dengan Galih. Tapi, kita nggak bisa apa-apa Sil. Semuanya udah diatur, qadarullah. Aku harus apa supaya kamu nggak nyalahin keadaan, nyalahin aku, atau nyalahin diri kamu sendiri? Aku harus apa supaya kamu nggak ninggalin aku gitu aja?"
Silvi menatap tajam. Membiarkan air matanya mengalir.
"Aku harus apa supaya hubungan kita nggak berakhir ... Sil ...."
Silvi menyeka wajahnya. Beranjak. "Kamu nggak perlu ngapa-ngapain. Aku yang salah, aku yang harus pergi. Dan satu lagi, pelacur kayak kamu nggak pantas nyebut nama Tuhan. Dan Galih mendadak goblok karna harus nerima pelacur kayak kamu."
Arana terbelalak, spontan meraih tangan Silvi. Namun tangan itu malah ditepis, disusul kepergian Silvi yang sejenak mengundang perhatian orang-orang. Arana hanya duduk memperhatikan, terlalu kaget untuk memahami situasi. Tak lama, dirinya yang mati-matian untuk tidak menangis, kini sudah payah menutup matanya dengan jemari. Terisak pelan.
Pelacur?
Ya .... Pelacur sepertinya seharusnya tak boleh menyebut nama Tuhan. Silvi benar, dan dia harus bisa menerima kenyataan itu.
**
Pada akhirnya, Arana tak jadi membawa pergi barang-barangnya. Dia pun tidak langsung kembali ke rumah Galih, malah berkelana tak tentu arah. Padahal Maghrib sudah berlalu, dan langit juga sepertinya akan menangis lagi. Arana seakan-akan lupa bahwa Galih yang sedang sakit sejak tadi cemas karena ketidakpulangannya dari tadi siang.
Arana duduk di bangku halte hanya untuk melihat kendaraan dan orang yang lalu-lalang. Bosan di sana, dia lalu jalan-jalan di trotoar, berjalan di jembatan sembari menatap gedung-gedung menjulang. Matanya sembap; di beberapa waktu, dia tak sadar matanya tiba-tiba menangis. Keindahan malam di ibu kota ternyata masih belum bisa mengetepikan perasaan remuk yang menggerogotinya sejak tadi.
“Dan satu lagi, pel*cur kayak kamu nggak pantas nyebut nama Tuhan.”
Entah sejak kapan, dirinya menyandang status perempuan yang paling hina.
“Dan Galih mendadak goblok karna harus nerima pel*cur kayak kamu.”
Arana tersenyum tipis. Silvi benar; Galih memang mendadak goblok karena sudah berusaha menerimanya kembali. Namun, terlepas dari semua itu, bukankah Silvi tak punya hak untuk mengatakan itu? Mengatakan sesuatu yang teramat kejam; bahwa Tuhan pun tidak pantas untuk disebut oleh orang seperti Arana?
Tahu apa Silvi tentang makna ‘pel*cur’?
Apakah Silvi tahu dan mengerti apa yang Arana lalui hingga membuatnya jadi sehina itu?
Kenapa orang-orang mudah sekali menghakimi tanpa menyusuri penyebab maupun pembenaran?
Masih di jembatan, Arana menatap langit lamat-lamat. Tetes air jatuh mengenai pipinya, membuatnya berpikiran untuk segera pulang.
Pulang?
Ke mana?
Arana tak mungkin kembali ke kost itu lagi. Dia perlu mengelem sejenak hati yang tercabik karena jika dia kembali ke kostnya, maka segala kenangan bersama Silvi akan menggerayangi benaknya.
Bagaimana dengan rumah Galih?
Arana menunduk. Dadanya jadi semakin sakit. Padahal dia sudah berjanji tak akan lama. Ternyata, selain pel*cur, dia juga orang yang tak bisa menepati janji.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (110)

  • avatar

    Aku kecewa sama pembaca yg ngasih bintang satu atau sengaja mengurangi bintang. Kalian tahu nggak sih, kalau rating itu berarti banget untuk penulis. Dukung dengan kasih bintang 5 buat Author kesayanganku ini, please!

    03/01/2022

      4
  • avatar
    Nurlaila Djadi

    novel yang sangat menggugah isi hati dgn gendre yg religi. sangat bagus untuk di baca.

    03/01/2022

      1
  • avatar
    Halimah Sadiyah

    aku pengen SD 2 juta sama dia pengen selamat jalannya Angel

    11d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด