logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 8 Makan Bersama

“Sori, Om cuma bergurau,” ujar laki-laki keren itu seraya menyalakan alarm mobil New Camry silver-nya. “Ayo masuk ke mobil. Kita berangkat sekarang. Om lapar sekali.”
Sang gadis mengangguk. Beberapa saat kemudian mereka telah duduk bersebelahan. Edward menyalakan AC dan memutar lagu lawas pop romantis berbahasa Inggris. “Aku ini termasuk old fashioned dalam selera lagu, Rose. Sukanya lagu-lagu klasik ala Bryan Adams, Celine Dion, Mariah Carey, dan sejenisnya. Mereka berjaya sekali di masa muda Om. Hahaha…ketahuan ya, Om sekarang kira-kira berapa usianya? Memang udah generasi jadul, sih,” aku pria itu tanpa tedeng aling-aling. Senyumnya lebar sekali memperlihatkan sederetan gigi yang putih bersih mengkilat.
Perasaan dulu dia nggak seceria ini, deh, komentar Rosemary dalam hati. Memang Om Edward selalu ramah. Maklum, dia kan marketing dan bertujuan memprospek kliennya supaya mengambil asuransi dengan nilai premi yang tinggi. Tapi senyumnya dulu nggak sesering ini. Sekarang kelihatannya kepercayaan dirinya meningkat berlipat ganda seiring dengan kesuksesan yang diraihnya, batin gadis itu takjub. Begitukah orang kalau sudah mencapai keberhasilan? Sikapnya sangat menyenangkan seolah-olah hari-hari selalu indah!
Mobil itu meluncur melintasi jalan raya. Edward mengajak gadis di sebelahnya bercakap-cakap.
“Sebelumnya aku mau minta maaf dulu padamu, Rose.”
Rose memandangnya tak mengerti. “Mengenai apa, Om?” tanyanya polos.
Edward menghela napas panjang. Dia lalu bertutur. “Aku tadi terpaksa menceritakan pada pemilik showroom itu bahwa kamu adalah anak mantan nasabahku di Balikpapan yang baru meninggal dunia. Dia lalu iseng bertanya berapa uang pertanggungan kematian yang dicairkan perusahaan asuransi. Kujawab tidak ada, karena tiga bulan sebelum ayahmu meninggal dunia, dia menutup semua polis asuransi keluargamu akibat tak mampu melanjutkan pembayaran premi.”
Rosemary menelan ludah. Itu toh, ternyata. Agak minder juga aib keluarganya diceritakan begitu rupa pada orang lain. Tapi ya sudahlah, toh itu bukanlah hal yang memalukan. Setiap pengusaha berisiko mengalami kesulitan keuangan, kan? Tak melulu selalu berada di atas terus.
“Tujuanku menceritakan hal itu supaya nasabahku tadi merasa kasihan terhadapmu dan membeli mobilmu dengan harga tinggi. Maafkan Om ya, Rose. Bukan maksud Om menceritakan yang tidak-tidak mengenai keluargamu.”
“Tidak apa-apa, Om,” jawab gadis itu pasrah. “Justru saya harus berterima kasih pada Om Edward. Sepertinya karena mendengar cerita Om itulah, bapak tadi memberikan penawaran harga yang tinggi untuk mobil saya. Terima kasih banyak ya, Om.”
Edward tersenyum. “Memangnya mobilmu akhirnya laku berapa, Rose?” tanya pria itu ingin tahu.
Rosemary menyebutkan nominalnya. Senyuman laki-laki itu semakin lebar. “Aku tahu nasabahku itu pasti takkan tega membeli mobilmu dengan harga rendah. Dia sudah tiga tahun ini membeli polis asuransi dariku. Mulai untuk dirinya sendiri, istrinya, anak-anak dan menantunya, bahkan cucu-cucunya juga! Orangnya murah hati sekali dan mudah berempati terhadap kesusahan orang lain. Asalkan satu hal, jaga betul-betul kepercayaannya. Begitu dia merasa tidak puas dengan pelayanan yang diperolehnya, wah…bahaya. Bisa-bisa seluruh polis asuransi keluarganya ditutup sekaligus! Hahaha….”
“Om Edward sudah berapa lama menjadi agen asuransi?” tanya gadis itu ingin tahu.
“Hampir sepuluh tahun, Rose,” jawab pria itu santai. “Udah bangkotan. Hahaha….”
“Tapi Om kelihatan menikmati sekali pekerjaan itu. Bahkan kelihatan semakin sukses. Mobil diganti dengan yang lebih mewah, penampilan juga semakin keren….”
“Kamu mau mengikuti jejakku, Rose?” sela Edward cepat. Dia tak mau menyia-nyiakan peluang yang terbuka di depan mata untuk merekrut agen baru.
Rosemary jadi gelagapan. Dia tadi sebenarnya asal berkomentar saja. Untuk mengimbangi pembicaraan dengan laki-laki ini. Tapi kok jadinya aku malah ditodong dengan pertanyaan ini? pikir gadis itu kebingungan.
Edward yang menyadari perubahan ekspresi Rosemary mulai agak menarik diri. Pelan-pelan, Ward, gumam laki-laki itu dalam hati. Gadis ini kelihatannya masih lugu. Dia bisa panik nanti kalau kamu tiba-tiba menawarinya pekerjaan yang tak pernah terbayangkan olehnya.
Pria cerdas itu lalu mengalihkan pembicaraan. “Oya, kamu suka makan apa, Rose?” tanyanya sambil terus menyetir.
“Apa saja, Om. Terima kasih,” jawab si gadis tahu diri. Dia masih merasa asing dengan laki-laki ini, jadi tak berani membuka dirinya terlalu jauh.
“Jangan sungkan-sungkan, Rose. Kamu bilang saja suka makan Indonesian food, Chinese food, Thai food, Korean food, atau Japanese food? Sebentar lagi kita akan melewati sepanjang jalan yang dipenuhi resto-resto itu. Kamu tinggal pilih salah satu.”
“Maaf, Om,” sahut Rosemary lirih. “Saya memang tidak pemilih dalam hal makanan. Saya ikut saja Om Edward mau makan apa.”
Teguh juga pendirian gadis ini, komentar sang pria dalam hati. Aku suka karakternya yang kuat. Dia bisa kupoles menjadi marketing yang tangguh.
“Kalau begitu kita makan di pujasera saja, yuk. Di sana kan ada banyak kedai. Pilihan menunya bermacam-macam. Nanti kamu pilih yang sesuai selera.”
“Baik, Om. Terima kasih.”
Beberapa menit kemudian mereka sudah tiba di pujasera atau foodcourt yang dimaksud. Setelah memesan menu, Edward mulai membuka pembicaraan.
“Bagaimana kabar mama dan adik-adikmu, Rose?” tanyanya ingin tahu. Matanya menatap lawan bicaranya lekat-lekat.
Rosemary terkesima. Pria ini mempunyai aura kewibawaan yang besar, puji gadis itu dalam hati. Apapun yang diinginkannya dari seseorang kemungkinan besar akan berhasil didapatkannya tanpa kesulitan. Daya pikatnya luar biasa, membuat orang lain mau tak mau menaruh kepercayaan kepadanya. Mungkin itulah yang menyebabkan banyak pengusaha Balikpapan yang akhirnya mempercayakan pengelolaan asuransi jiwa dan kesehatannya pada Om Edward, pikir Rosemary menarik kesimpulan. Termasuk papaku sendiri….
“Mama, Oliv, dan Nelly baik-baik saja, Om. Mereka masih tinggal di Balikpapan. Saya sendiri baru balik ke Surabaya pagi ini untuk membereskan urusan dengan ibu kos dan menjual mobil tadi. Besok pagi saya balik lagi ke Balikpapan,” terang gadis itu panjang lebar.
Lawan bicaranya manggut-manggut tanda mengerti. “Berarti ini pertama kalinya kamu datang ke Surabaya semenjak papamu tiada dan kamu sembuh dari luka parah akibat kecelakaan?” tanyanya meminta kejelasan.
“Betul, Om,” jawab Rosemary mengiyakan. Kemudian pembicaraan mereka terjeda sesaat karena kehadiran pelayan yang menyajikan minuman pesanan tamu-tamunya. Teh manis hangat untuk Rosemary dan jus melon buat Edward. Selanjutnya pelayan tersebut memberitahu bahwa makanan pesanan mereka akan tiba sekitar lima belas menit lagi.
“Silakan diminum, Rose,” ucap Edward mempersilakan.
“Terima kasih, Om.”
Setelah menikmati sejenak minuman masing-masing, si agen asuransi kembali bertanya, “Kenapa kamu cepat-cepat kembali ke Balikpapan besok, Rose? Seingatku papamu dulu bilang kamu sudah bekerja di Surabaya.”
“Benar, Om. Dulu saya memang bekerja di kota ini. Sebagai sekretaris di sebuah showroom mobil.”
“Lho,” sergah pria di hadapannya keheranan. “Kamu bekerja di sebuah showroom mobil tapi menjual mobilmu sendiri di showroom lain!”

หนังสือแสดงความคิดเห็น (70)

  • avatar
    Lahmudin

    rdg

    15d

      0
  • avatar
    RifqiMoch.

    ......

    26/08

      0
  • avatar
    RobertErick kelvin

    bagus

    26/07

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด