logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 7 Bahaya Mengintai Aletta

Sesampainya di Restoran paling mewah di kota A.
***
Mereka telah berkumpul di meja khusus tamu istimewa.
"Silahkan makan Rey, jangan malu-malu. Ini semua makanan spesial yang ada di restoran ini. Silahkan kamu icip-icip semuanya," ucap Zulfa ramah.
"Iya Bi, terima kasih." Reyhan tersenyum dan mengangguk. Ia tampak bingung. Kira-kira makanan yang mana dulu yang ingin disantapnya. Semua terasa lezat di pandangan matanya.
"Mmmm, jelaslah dia bakal makan semuanya! Di tempat tinggalnya yang dulu. Pasti gak akan ada makanan lezat-lezat seperti ini! Gak usah ditawarin. Pasti dia bakal embat semuanya lah Bi!" Singgung Aletta tersenyum miring. 
Aletta secara terang-terangan menunjukkan ketidak sukaanya pada Reyhan.
Reyhan hanya terdiam dan memilih salah satu yang disajikan dihadapannya. 
Hal itu membuat Aletta semakin kesal.
'Harusnya anak ini marah, aku kan udah ngehina dia!' Aletta berniat memancing amarah lelaki manis itu. Namun, Reyhan hanya diam. Tak menanggapi ucapan Aletta yang menyakitinya.
"Letta, jangan seperti itu Nak!" tegur Zulfa. 
"Nah kan! Bibi selalu saja ngebelain penyusup ini! dibanding aku." Wajah Aletta berubah merah.
"Bukan begitu sayang, Bibi hanya gak suka dengan apa yang kamu ucapkan."
"Tapi benarkan yang dibilang Aletta?" sambung anak itu lagi tak mau kalah.
"Enggak sama sekali." Zulfa membantah.
Aletta pun mendengus kesal. Ia ingin mengucapkan kata-kata lagi untuk mencari pembenaran.
Namun, Bagas langsung buka suara. Lelaki itu tidak ingin acara makan malam ini tidak selesai-selesai. Cacing di dalam perutnya sudah meronta-ronta ingin dikasih makan.
"Ehmmm... Lebih baik kita menyantap sama-sama dulu makanannya. Takutnya kalau kelamaan ke buru dingin," sela Bagas.
"Iya, ucapan Bagas benar juga! Lagipula gak baik dihadapan makanan berdebat," sambung Zulfa.
Mereka pun menyantap makanan masing-masing. Tapi, gadis putih itu hanya mengudak-ngudak makanannya. Ia tidak berselera lagi makan .
***
Beberapa menit kemudian. Mereka telah selesai makan. Tinggal menikmati makanan penutup pilihan masing-masing.
"Ehm ehmmm! Bibi ingin bicara sesuatu pada kalian semua. Terutama pada Aletta," ucap Zulfa tersenyum.
"Mau bicara apa Bi?" tanya Aletta dengan penasaran. Ia tampak tak sabaran.
"Begini… Aletta rencananya besok siang kita akan berangkat ke kota B, dan kemungkinan akan menetap di sana. Bibi harap Aletta setuju. Lalu, ayah kamu juga meminta Bagas untuk mencarikan bodyguard untukmu sebelum ini. Syukurlah Reyhan pilihan yang disetujui Ayahmu. Bagaimana Letta?" Zulfa memandangi wajah Aletta. Meminta jawaban kepada anak gasis itu.
"Gak! Aku gak mau pindah! Aku juga gak mau si penyusup itu jadi bodyguardku! Yang ada bukan ngelindungin. Tapi, bakal nyusahin!" Tolak perempuan bermata coklat itu.
"Aletta dengarkan Bibi. Ini sama sekali bukan kehendak Bibi, tapi ini kemauan ayahmu, yang jelas bibi paham ini pasti untuk kebaikanmu! Bibi mohon kali ini saja!" pinta Zulfa mendekatkan kursinya ke arah Letta. Sembari membelai rambut lurus perempuan itu.
"Non, kalau boleh saya berpendapat, yang dikatakan Bi Zulfa itu ada benarnya juga," sahut Reyhan.
Tapi, bukannya meredakan amarah gadis itu, perkataan Reyhan malah dijawab kasar oleh Aletta.
"Ehhh! Gak usah bicara deh lo! Gue gak nyuruh lo bicara ya!" tegas Letta. Tampaknya, satu kalimat saja yang diucapkan Reyhan. Sudah membuat Aletta murka.
Hal itu membuat Bagas yang ada di samping Reyhan, menyenggol lengan pemuda itu dan menyuruhnya  untuk tutup mulut dan memintanya untuk bersabar.
"Nanti, Aletta akan menghubungi Ayah dan bilang bahwa Aletta gak mau pindah dari sini dan gak mau punya bodyguard seperti orang itu!" Aletta menunjuk ke arah Reyhan. Ia bangkit dan berlalu dari hadapan mereka bertiga. Membuat ketiganya tercengang.
"Maafkan sikap Aletta ya Rey," ucap Zulfa.
"Iya, gak apa-apa Bi," ucap Reyhan dengan pelan.
***
Setelah Aletta sampai di depan pagar rumah mewahnya, perempuan itu langsung menyuruh Bagas berhenti, Tanpa pikir panjang perempuan itu gegas menuju gerbang rumahnya. Membuat semua yang ada di dalam mobil terkejut. Kalau Aletta sudah marah, apapun akan ia lakukan tanpa tahu akibat yang akan diterimanya.
Tanpa gadis itu sadari, ada seseorang yang sudah mengintainya dari kejauhan. Orang itu sudah akan mendaratkan peluru ke tubuh mungil Aletta. Namun, Reyhan yang mengetahuinya. Gegas berlari ke arah majikannya itu.
"Awas!" tubuhnya memeluk Aletta. 
Hingga….
Dor!
Tembakan itu tepat mengenai lengan pemuda tampan itu. Dia berusaha melindungi nonanya. Tidak dipedulikannya darah menetes dibagian lengannya.
"Maaf Non." Reyhan melepaskan pelukannya. Ia meringis karena baru menyadari sakit pada bagian lengannya.
Aletta tampak bingung melihat kejadian barusan. Ia terpaku tak berdaya. Badannya terasa lemah melihat darah yang ada di lengan Reyhan.
Terasa kabur pandangan perempuan manis itu, dan ia jatuh pinsan.
Seketika, Bi Zulfa dan Bagas berlari ke arah mereka. 
"Rey, kamu gak papa?" ucap Bagas mencoba mendekatinya. 
"Aku gak apa-apa, tapi Nona Letta…."
"Aletta pingsan," ucap Bi Zulfa. 
Dengan sigap, Bagas menghampiri tubuh Aletta dan mengangkat gadis itu dengan kekuatan tangan yang ia miliki.
"Bi, tolong obati Reyhan, tampaknya lukanya serius itu bukan peluru biasa Bi," ucap lelaki itu, sebelum membawa Aletta masuk. 
***
Kini, perempuan cantik itu telah sadar. Ia perlahan membuka matanya yang tampak  kabur dan terasa pusing dibagian kepalanya.
 Sesaat kemudian, penglihatannya kembali jelas, namun pusingnya tak kunjung hilang.
Beberapa pelayan rumahnya tampak berdiri di tepi ranjangnya. Tampak, Sesosok wajah tampan sedang memperhatikannya dengan wajah khawatir.
Aletta ingin beranjak dari pembaringannya. Tetapi, Bagas buru-buru menahannya.
"Non jangan bergerak dulu, keadaan non masih belum pulih," ucap Bagas melihat wajah pucat Aletta.
Aletta mengurungkan niatnya. Ia kembali merebahkan tubuhnya di ranjang empuk miliknya.
"Gas, bagaimana keadaan Reyhan!Enggak  sengaja tadi aku melihat lengannya berlumuran darah, saat menolongku. Apakah dia baik-baik saja?" Tampaknya Aletta mulai mengkhawatirkan Reyhan. Ada rasa bersalah dalam dirinya pada pengawal pribadinya itu.
Bagas yang menaruh hati kepada Aletta. Tampaknya ada perasaan cemburu ketika wanita yang diharapkan menjadi kekasihnya itu malah mengkhawatirkan orang lain.
"Reyhan gak apa-apa lukanya enggak serius, kamu tidak perlu khawatir Letta sayang. Dia baik-baik saja." Goda Zulfa. Tiba-tiba saja  perempuan paruh baya itu datang. Lalu, menghampiri anak majikannya. Perempuan itu duduk di tepi ranjang Letta.
"Aletta gak khawatir Bi!" Gadis itu tampak mengelak. Pipinya berubah merah bagai tomat saking malunya.
"Kalau enggak khawatir apa namanya?" ucap Zulfa lagi makin menggoda Letta.
"Bibi!" teriaknya. "Aletta hanya…." ucapan perempuan itu terputus.
"Hanya apa?" 
"Hanya merasa bersalah Bi! Harusnya kan aku yang kena bahaya. Tapi dia sengaja nolongin aku!"
"Menurut saya, itu sudah jadi tugas Reyhan non. Dia kan bodyguard non Letta." Bagas ikut bergabung dalam obrolan mereka berdua. "Itu sudah jadi tanggung jawabnya! Non tidak perlu merasa bersalah," sambungnya.
"Iya Letta, kamu jangan terlalu merasa bersalah! Ini sudah jadi tanggung jawab Reyhan sebagai pengawal pribadi kamu!" Zulfa tersenyum manis ke arah Letta. "Sebaiknya kamu istirahat saja ya!"
Aletta hanya mengangguk pasrah.
"Gas, sebaiknya kamu jenguk dulu sahabatmu itu. Kalau dia memerlukan sesuatu kamu bisa bantu dia. Lengannya masih sakit," bisik Zulfa pelan ke telinga pria tinggi itu.
"Tapi Bi, non Aletta-"
"Kamu gak perlu khawatir di sini banyak yang menjaganya. Lihat di sekelilingmu."
Bagas menatap satu persatu para pelayan. 
"Aku yakin, Aletta akan aman bersama kami di sini." sambung Zulfa menatap Bagas teduh.
"Baiklah Bi." Dengan terpaksa kaki Bagas berjalan keluar pintu. Padahal hati pria itu terasa berat. Ingin sekali ia menjaga Aletta sekarang ini. Ditambah pikiran yang mengganggunya. Mungkin saja besok ia tidak dapat bertemu Letta lagi setelah kepindahan gadis itu ke kota B.
Sebenarnya Bagas sungguh tidak ikhlas kalau Reyhan yang menjaga Aletta di Kota B. Lelaki itu mau dia yang menjadi pengawal pribadi nona Aletta. Tapi, apa boleh buat ini keputusan dari Tuan Panji tak akan bisa ia ganggu gugat.
***
"Aletta kenapa kamu tampak gelisah?" ucap Bi Zulfa. Ia memperhatikan setiap gerak gerik anak majikannya itu yang tampak balik badan ke kiri ke kanan di atas.
"Aletta lapar Bi, he he he." Anak gadis itu terkekeh.
"Aletta Aletta. Kenapa gak bilang dari tadi?" tanyanya menggelengkan kepala.
"He he he, maaf Bi," ucap Aletta lagi-lagi ia terkekeh.
 Kamu mau makan apa?" tanya Zulfa.
"Aku lagi pengen spagetti sih Bi, boleh?" Senyum sumringah terukir di wajah Aletta.
"Ya udah Bibi ke dapur dulu. Kamu tunggu saja di sini." ucap Zulfa.
"Terima kasih Bi, kalau masakan Bi Zulfa gak ada duanya deh!" 
Bi Zulfa hanya tersenyum. Sambil memerintahkan pelayan yang lain untuk kembali ke pekerjaan mereka. Kecuali dua pelayan yang diperintah untuk menjaga Aletta.
***

หนังสือแสดงความคิดเห็น (91)

  • avatar
    Momz Brio

    bagus cerita nya

    22/07

      0
  • avatar
    WahyuningsihNita

    Bagus ceritanya gk muter2👍

    29/04

      0
  • avatar
    Ade Priatna

    terimakasih

    17/06/2023

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด