logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 22 Tiga Orang yang Dikenal

“Nak!” panggil Maria mendekati Reyhan yang sedang duduk di pelataran rumah.
“Eh, Ibu.” Reyhan mendekati ibunya yang berada tidak jauh dari tempatnya bersantai. “Ibu belum tidur? Ini kan sudah sangat malam. Sebaiknya Ibu istirahat.”
“Iya, nanti setelah ini Ibu istirahat, kamu sendiri kenapa kok belum tidur? Bukannya besok pagi kamu harus bekerja lagi?”
“Rey, Cuma cari angin sebentar, Bu. Kalau sudah selesai, Rey pasti akan tidur,” jawab lelaki itu tersenyum.
“Jangan bohong sama Ibu, Nak. Ibu tahu kamu bukan sekadar cari angin.”
“M-maksudnya?”
“Maksud Ibu kamu di sini bukan sekadar cari angin, tapi... Lebih dari itu kamu juga sedang memikirkan sesuatu, kan?” tanya Maria.
“Ibu, ini ada-ada aja, nggak, Bu. Apa juga yang Reyhan pikirkan?” Lelaki itu tersenyum tipis dan menggelengkan kepala.
“Nona Aletta, yang sedang kamu pikirkan ya, kan, Rey?” tebak Maria yang seratus persen memang benar.
Reyhan terdiam, sesaat kemudian berbicara.
“Apa benar? Orang miskin seperti kita ini nggak pantas ya, Bu dekat sama orang kaya? Apa lagi menjalin hubungan sama anak orang kaya.” Reyhan tertunduk lesu.
“Sebenarnya ya pantas-pantas saja sih, Nak. Tapi, kita lihat dulu orang kaya itu, mau nggak menerima keadaan kita seperti ini, kalau nggak, ya balik lagi ke kita sebagai orang miskin, harus sadar diri.” Maria tersenyum.
“Pesan Ibu ke kamu cuma satu, nggak usah terlalu mikirin hal yang bisa membuat kamu sakit hati ya, Lepaskan semuanya dengan cara berdoa sama Gusti Allah sang penghapus segala kesusahan mau pun kesedihan.”
“Iya, Bu, Reyhan akan mendengarkan pesan Ibu dengan baik, dan menanamkan di hati, Reyhan.”
“Bagus! kalau gitu, Ibu masuk dulu.” Senyum merekah ditunjukkan Maria ke arah Reyhan.
“Iya, Bu,” jawab Reyhan.
“Kamu juga ya, masuk kamar dan tidur!” titah Maria.
“Iya, sebentar lagi, Bu.”
Perempuan paruh baya itu kemudian menjalankan kursi rodanya menuju kamar dia dan Raisa.
Reyhan tersenyum manis menatap satu bintang yang bersinar terang.
“Bintang itu adalah kamu Letta, sangat indah namun susah sekali untuk aku raih.”
***
Pagi.
“Letta sayang. Ayo siap-siap.” Panji menghampiri anak semata wayangnya yang masih bergulat di tempat tidur.
“Eeungg, memangnya ayah mau ajak aku ke mana?” tanya perempuan itu beranjak dari kasurnya dan mengusap matanya perlahan, dengan rasa ngantuk yang masih menghinggapinya. “Aletta, masih ngantuk!” jawabnya lagi.
“Ayah mau ajak kamu ke suatu tempat yang pastinya kamu bakal betah di sana.”
“Nggak mau ah! Aku masih pengen tidur, Yah.” Aletta kembali merebahkan tubuhnya di ranjang empuknya. Lalu, memejamkan mata.
“Oke, sepuluh menit, ayah tunggu di bawah, kalau nggak siap, ayah nggak akan kasih uang belanja lagi.” Ancam Panji.
Hal itu ternyata berhasil membuat Aletta terbangun dengan keadaan sadar dan langsung meloncat turun dari ranjangnya.
“Apa-apaan sih, Yah kok ngancam!”
“Biarin, yang jelas itu jurus ampuh yang ayah miliki, terbukti kamu langsung beranjak dari tempat tidur.” Panji terkekeh. “Kalau gitu ayah turun dulu, cepat mandi, kalau masih mau uang belanja.”
“Iya,” jawab Aletta cemberut.
“Oh iya, kamu pakai baju yang ada di kotak warna biru itu ya.” Panji menunjuk satu buah kotak di atas nakas.
“Ayah beliin buat aku?” tanya Aletta
“Iya, dipakai ya.”
“Siap ayah, makasih ya udah dibeliin baju baru.”
“Sama-sama,” ucap Panji tersenyum.
Pria paruh baya itu melangkah ke luar kamar Aletta.
Ketika Aletta ingin berjalan ke kamar mandi. Tapi, tiba-tiba saja perempuan itu berpikir.
“Tak biasanya ayah mengajakku pergi sepagi ini, ada apa ya?” lirihnya. “Perasaanku kok jadi nggak enak,” batin Aletta.
Beberapa menit kemudian, Aletta telah selesai melakukan aktivitas mandi, perempuan itu mengenakan handuk. Lalu, berjalan ke arah nakas untuk mengambil kotak yang diberikan ayahnya. Ketika di buka, ternyata ada satu buah gaun berwarna biru malam panjangnya semata kaki.
“Gaun panjang? Apa ayah ingin mengajakku ke pesta?” tanya perempuan itu dalam hati, ia tampak bingung.
Namun, sesaat kemudian Aletta memilih untuk mengenakan dress itu, ia juga sedikit memoleskan wajahnya dengan riasan. Setelah itu ia turun untuk menemui ayahnya.
“Yah,” sapa Aletta mendekati ayahnya yang sedang berada di meja makan.
“Hai, putri ayah kamu telat satu jam lo, dari waktu yang ayah berikan.”
“Maaf, Ayah.” Perempuan itu tersenyum.
Namun, entah kenapa. Aletta wajahnya kembali murung.
“ Gak papa. Aletta, ayo duduk,” ucap Panji sambil mengamati wajah anaknya.
“Iya, Yah.” Aletta duduk di samping ayahnya.
“Ayo di makan,” titah Panji menyuruh Aletta menyantap makanan yang telah tersedia di meja.
“Iya,” singkatnya. Namun, bukannya makan, Aletta malah mengaduk-aduk makanannya dengan tatapan kosong.
“Sayang, kamu kenapa kaya nggak napsu makan gitu? Ayo cepat makan, biar kita lekas perginya,” ucap Reyhan sambil menikmati makanan yang ada di piringnya.
“Aletta agak kurang napsu, Yah.” perempuan itu menatap panji yang masih sibuk dengan makanannya.
“Kenapa jadi nggak napsu? Kamu lagi memikirkan sesuatu?” Panji menghentikan aktivitas makannya dan kembali menatap putrinya.
“Iya, Aku masih kepikiran Reyhan, apa benar? Dia pergi begitu saja tanpa pamit sama aku, aku rasa....”
“Kamu rasa apa? Lagi pula untuk apa kamu masih memikirkan dia, anak itu juga belum tentu memikirkan kamu. Kalau dia memang cinta sama kamu nggak mungkin kan dia pergi tinggalin kamu tanpa kabar, lagi!”
“Tapi, aku yakin dia masih mikirin aku, Yah. Apa ayah benar-benar nggak tahu keberadaan Reyhan?” Aletta menelisik ke mata hitam milik Panji. Ia Ingin meminta jawaban dari sana.
“Ayah benar-benar nggak tahu Aletta!” Panji gegas mengalihkan pandangannya. “Lebih baik kamu habiskan makananmu sekarang! Setelah itu kita pergi.”
Aletta kemudian melahap makanannya dengan perasaan yang masih di selimuti tanda tanya.
***
“Ini rumah siapa ayah?” tanya Aletta mengamati rumah besar yang ada di hadapannya.
“Rumah sahabat ayah,” ucap Panji dengan senyum yang sulit diartikan.
“Untuk apa kita ke sini?” tanya Aletta penasaran.
“Nanti juga kamu akan tahu.” Panji menggandeng tangan Aletta mendekati rumah besar itu.
Beberapa pelayan menyambut mereka berdua dengan ramah. Setelah Panji menyerahkan sebuah kartu nama, pelayan itu menundukkan badan dan mempersilakan masuk.
Saat tiba di halaman belakang. Beberapa orang sedang berkumpul menikmati makanan serta musik yang tersedia
“Sahabat ayah sedang ada acara?” tanya Aletta.
“Iya, kita adalah tamu VIP-nya. Ayo kita naik panggung menyapa mereka.”
“Aku di sini saja. Ayah saja yang ke atas,” jawab Aletta.
“Ayolah temani ayah. Ayah sudah bilang ke sininya bersama kamu.” Panji memasang wajah memelas.
“baik,” jawab Aletta dengan nada malasnya.
“Gitu dong.” Panji melangkah ke panggung diikuti langkah Aletta di belakang.
Saat mereka telah sampai di atas, Aletta di kejutkan dengan ketiga orang yang dikenalnya.


หนังสือแสดงความคิดเห็น (91)

  • avatar
    Momz Brio

    bagus cerita nya

    22/07

      0
  • avatar
    WahyuningsihNita

    Bagus ceritanya gk muter2👍

    29/04

      0
  • avatar
    Ade Priatna

    terimakasih

    17/06/2023

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด