logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 5 DI TEMBAK SESEORANG

Malam ini hujan turun dengan derasnya.
Aku pikir tidur mungkin lebih enak.
Tapi tiba-tiba fikiranku melayang.
Mendadak pengen menikah tapi takut pas malam pertama.
Takut gak bisa jadi istri yang baik pula.
Intinya takut, gak ada yang mau sama aku.
[Ta, aku mau ngomong sesuatu sama kamu.]
Satu pesan masuk dari Bang Zaki.
[Ya ngomong aja.]
[Aku tuh suka sama kamu ... Kalau kamu gimana?]
[Maksudnya, Kamu nembak?]
[Menurutmu.]
Dih, gak asyik banget masa nemba cewek lewat chat.
Gak jentel man.
[Gimana ya ... Aku pikir-pikir dulu ya.]
[Jangan kelamaan,Ta ... Oh Iya nanti besok aku pura-pura beli nasi Padang deh biar ketemu kamu langsung.]
[Hmm ... Iya boleh.]
Duh, aku sama Bang Zaki?
Dia gak jelek-jelek amat sih. Dia juga lumayan masuk ke kretiria idamanku tapi kok rada ragu ya.
Bang Zaki juga baik, sopan.
"Duh, kenapa Bang Zaki bisa suka sama aku sih? Aku kan jadi gak bisa tidur ini." Aku mengacak rambut.
Malam ini fikiranku semakin kacau.
Kira-kira terima gak ya ajakan Bang Zaki.
Apa aku tanya ke si Uda tapi masa iya nanti aku diketawain.
Atau dia ngadu ke Kakakku.
[Ta, lu betah gak kerja di sana.]
Ada angin apa nih kenapa tiba-tiba Kak Rey SMS.
[Betah gak betah aku betahin,Kak.]
[Kalau gak betah ya jangan dipaksa.]
[Udah deh, Kak Rey ... Mau aku betah mau enggak kek, bukan urusan Kak Rey.]
[Tata, kamu kok ngomong gak sopan.]
[Kak Rey yang mulai duluan.]
[Maksud kamu apa? Kecil-kecil berani melawan.]
[Kak Rey kan yang ngadu ke Ibu dan Bapak kalau uang gaji Tata kemarin Tata beliin ke Hp.]
[Ya emang kenyataannya begitu kan.]
[Gara-gara Kak Rey bilang Tata di marahin sama Ibu ... Katanya Tata boros Hp masih bagus udah di ganti.]
[Salah kamu sendiri kan ... Iya, emang Hp kamu gak kenapa-kenapa kan?]
[Iya tapi Tata juga kan pengen Hp yang bagus ... Kameranya jerih, lagian Hp lama Tata udah di jual ... Duitnya juga dikirim ke Ibu semua.]
[Udah kenapa sih, gitu doang ribet lu!]
[Tata gak suka di marahin,Ibu ... Kak Rey tahu kan.]
[Yaudah besok Gue ke tempat kerja,Lu.]
[Jangan deh.]
[Udah jangan ngebantah.]
Ih, Kak Rey ... Aku bukan anak kecil lagi ya.
Yang harus di pantau terus.
Kak Rey dari dulu emang menyebalkan.
****
Keesokannya, aku bangun seperti biasa.
Hari ini aku benar-benar tidak bersemangat.
Aku tak punya alasan kenapa aku harus semangat hari ini.
Apalagi Kak Rey mau ke sini, btw aku lupa bukankah Bang Zaki juga bakalan kesini.
Aduh bagaimana jika mereka bertemu terus Bang Zaki ngomong macam-macam sama Kak Rey.
Meski mereka belum pada kenal tapi kan mereka kenal aku.
"Ta, yang di iris tuh daun bawang bukan tali plastik!"
"Astaghfirullah, Uda!"
"Kamu kenapa sih?"
"Gak apa-apa kok, cuma kurang tidur aja."
"Halah, bentar lagi Mas Jangkung datang kok."
"Kak Rey mau ke sini,Uda ... Aku gak mau."
"Lah, kakak sendiri mau datang kok gak suka ... Durhaka banget jadi Adek."
"Masalahnya, dia itu bawel."
"Ya sama kayak adeknya."
"Cewek bawel wajar."
"Wajar menurut kamu."
"Udah ah, jadi gak pokuskan iris daun bawangnya."
"Ihhh, jangan lupa telur dadar di dapur di balik ... Awas kalau gosong lagi."
Hehe, dulu emang iya aku pernah lupa balikin telur dadar alhasil jadi gosong hitam persis masalaluku.
Semua gara-gara aku keasyika dengerin lagu India pakai handset.
Sejak saat itu aku kapok pakai handset.
Bahkan sudah aku jual itu benda ke anaknya pelanggan.
Mana udah mati sebelah, untung anak itu mau.
****
Jam makan siang telah tiba, Bang Zaki belum datang.
Kak Rey janjinya pas dia istirahat mau ke sininya.
Eh, yang nongol malah grup Mas Tower.
Benar-benar pembawa bencana mereka.
Kenapa sih mereka gak makan di tempat lain.
Padahal aku tahu PT tempat mereka kerja itu lumayan jauh dari sini.
"Haii ... India, biasa makan ya."
"Oh iya menu saya ganti hari ini ... Mau pakai ikan kembung bakar soalnya semalam mimpi makan sama itu, jadi ngiler," ucap salah satu teman Mas Tower yang berjalan menuju meja paling pojok.
Mereka berempat emang doyan mojok.
"Lucu ya mimpi dia," ucapku pelan sambil ngambil secentong nasi.
"Lucuan juga kamu," ucap Mas Tower.
"Apaan sih."
"Nasi sama Ayam sayur ya ... Ayamnya ganti sama dada, bosen paha mulu," jelasnya sambil tersenyum, senyum yang bikin aku pengen nampol.
"Minumnya apa?"
"Seperti biasa."
"Oke."
Setelah Mas Tower berlalu, datang lagi satu rombongan enam orang para Mbak-mbak.
Duh gusti rempong kayaknya, lihat saja baru saja datang udah heboh.
"Mbak ... Makan ya," ucap si Mbak yang alisnya setinggi harapan.
"Sama apa,Mbak?"tanyaku.
"Ikan lele ada gak?"
"Gak ada ... Habis, Mbak."
"Yaudah sama cumi aja deh."
"Oke ... Tunggu sambil duduk ya Mbak."
Sekarang gantian yang pakai kerudung pink.
Yang ini heboh banget, minta nasi setengah aja terus kuahnya di banyakin.
Ayam bakar tapi yang tebal kulitnya.
Ya Allah, aku ingin pindah kerja saja.
"Alhamdulillah rame ya,Ta."
"Iya alhamdulillah, encokku kambuh ... Uda dari mana aja sih?"
"Maaf, tadi ketiduran."
"Fixs ... Kita harus rekrut karyawan baru kalau gini."
"Yaudah bantu cari."
"Uda ... Kita mau bayar nih," teriak salah satu gerombolan Mbak-mbak tadi.
"Tuh,Da ... Mau bayar."
"Kamu aja gih."
"Aku kalau ngitung suka keder."
Sebelum Si Uda pergi masih sempat-sempatnya dia nyubit bahuku.
Dasar!
Eh, pas Mas Tower mau bayar tiba-tiba ada bapak-bapak turun dari mobil dan langsung pesan nasi di bungkus lima puluh bungkus.
Edan!
"Pesan berapa tadi si Bapak?" Tanya Mas Tower.
"Lima puluh," jawabku singkat.
"Banyak tuh ... Kamu yakin bisa ngerjainnya?"
"Kan ada Si Uda ... Oh iya kurang empat ribu ini."
"Lupa ya ... Kemarin kan ada empat ribu di sini."
"Iya kah?"
"Iya,Beb."
"Dih,Bebek." Aku menjulurkan lidah sebel. Tapi kok ada ser-sernya gitu ya.
Duh.
"Benjol ... Jidat kamu tuh benjol!"
Seketika aku mengecek.
"Gak kok, ngerjain ya."
"Haha ... Btw semangat ya buat lima puluh bungkusnya."
"Ris, jangan di godain terus buruan bawa ke penghulu," entah teriakkan milik siapa itu.
"Siapa yang mau dibawa ke penghulu?"
Suara itu? Sepertinya aku kenal.
"Kak Rey?"
Dan Kak Rey pun langsung menghampiriku juga Mas Tower.
Dia juga kenapa gak pergi, masalah bayar kan udah.
"Ta? Sini dulu," Panggil Kak Rey.
"Aku lagi kerja dulu,Kak."
"Ada pesanan 50 bungkus katanya," sambar Mas Tower.
"Urusan sama kamu apa?!" Sentak Kak Rey.
"Kak, dia pelanggan di sini ... Yang sopan kenapa."
"Dia juga gak sopan, orang lagi ngomong ikut campur aja."
Sambil menunjukan wajah tak suka Mas Tower berlalu.
Keempat pria langganan itu pun pergi meninggalkan tempat ini.
Mungkin merasa tidak nyaman atau waktu istirahat sudah habis.
****
Kak Rey membawa aku ke dapur.
Mencekal tanganku dengan erat, menyebalkan.
"Jadi benar ya kata Si Uda ... Kalau kamu sudah mulai genit-genit."
"Aku gak genit-genit, Si Uda aja tukang ngadu."
"Kerja ya kerja aja jangan nakal, kamu disekolahin biar bisa mikir."
"Kalau ke datangan Kakak ke sini cuma buat marah-marahin aku ... Mending gak usah datang sekalian."
"Berani ya kamu?!"
"Ada apa ini?" Tiba-tiba si Uda datang sambil membawa bungkus nasi.
"Tanya aja sama,Kak Rey!" Pungkusku.
Kemudian memilih pergi meninggalkan tempat kerja ini.
Aku malas kalau dikekang-kekang.
Kak Rey dari dulu tak pernah berubah, selalu mengatur semua yang aku lakukan.
"Arghhh!" Aku memukul pohon seri yang berdiri di pinggir jalan.
Eh kok malah di liatian sama tukang gorengan dan kawan-kawannya.
Dih, bikin malu.
"Kesian neng pohonnya gak ada salah kok di pukul-pukul ... Mending pukul Abang sini," teriak tukang ojek yang emang biasa mangkal di pertigaan.
Malu gak? Malu gak? Gak dong. Mukaku udah aku tambal pakai beton jadi gak apa-apa.
"Aku ingin pulang saja!" Aku jongkok di bawah pohon seri dan menutup wajah.
"Pulang ke rumah saya yuk mau gak?"
Suara itu ... Ah, aku mendadak mules pengen kentut.
Masa iya kujawab pakai kentut.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (70)

  • avatar
    Iin Raencika

    bagus

    16d

      0
  • avatar
    LaiaDewimanis

    sangat terharu dgn ceritanya🥺🥺😓

    24d

      0
  • avatar
    Sakdiah

    Ceritanya best! tak bosan 💖 Terbaikkkk 👍👍😁

    24/08

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด