logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 4 DILAGA DIYA MENETUMSE PYAR

Si Uda dan Petugas PLN pun masuk ke dalam.
Meninggalkanku seorang diri.
Apa ini karma gara-gara tadi aku ngerjain Mas Tower berlebihan banget.
Jadi berasa di teror.
Btw, Petugas PLN tadi sempet ngomel katanya ribet amat pasang KWH di dalam mana di lantai dua lagi.
Aku pun tak tahu kenapa bisa begitu.
Si Uda emang aneh.
"Jadi mendadak gak selera makan."
Tanpa kembali ke kulkas aku ikut ke atas juga.
Bahaya juga kalau Si Uda cuma berduaan di sana.
"Da?!" Panggilku pada Uda yang sedang merhatikan Petugas PLN ngecek KWH.
"Iya ... Kenapa lagi?"
"Ketopraknya gak aku makan ... Buat Uda lagi aja."
"Ya emang gak ada ketoprak,Ta."
"Lah tadi katanya?"
"Ngerjain aja tuh."
"UDAAA!"
"Itu anaknya ... Ya,Da?" Kudengar PlN itu bertanya.
"Iya ... Anak ... Anak pungut haha."
Gila, dikatain anak pungut pula.
****
Kini, aku kembali pada rutinitas biasanya.
Pagi-pagi udah nyapu, ngepel, cuci sayuran dan ayam ... Ikan-ikan juga.
Sebenarnya semua pekerjaan ini begitu menyebalkan tapi demi masa depan aku pura-pura mau menerima keadaan.
[Ta, Awal bulan kamu kirim uang ya ... Adikmu Wawan butuh uang buat biaya sekolah ... Tahu sendiri akhir-akhir ini Bapakmu banyak nganggur.]
Sms dari Ibu tadi pagi membuat keringat di dahi kubayangkan menjadi uang yang berjatuhan.
Pokoknya aku harus semangat.
"Ta, saya mau ke agen sebentar ... Kamu mau dibeliin apa?"
"Apa yak?"
"Di tanya kok malah balik nanya."
"Gak usah beli apa-apa deh, Da."
"Oke, itu memang lebih bagus."
"Ish, dasar Uda pelit."
Kalau gitu ngapain pula dia nawarin.
Sudah beres semua pekerjaanku, duduk sebentar minum es teh manis.
Soalnya kalau urusan masak itu tugasnya si Uda.
"Sarapan dulu ah, bikin telor dadar kayanya enak."
Bukan karena, enak tapi lebih tepatnya aku hanya bisa masak telor dadar.
Btw, sarapan itu penting banget gaes!
Jadi yuk sarapan.
****
Pukul sepuluh pagi, semua masakan sudah tersaji rapi di dalam etalase.
Si Uda emang paling jago urusan masak.
Pelanggan pun mulai berdatangan.
Karena, masih sepi jadi kini yang jaga warung hanya aku seorang.
Si Uda entah kemana, pamitnya sih mau cuci Poto.
Padahal sabun di kamar mandi juga banyak, ngapain jauh-jauh.
"Mbak ... Nasi ayam bakar di bungkus lima ya," ucap seorang ibu-ibu bersama anak kecil yang berdiri di samping etalase.
"Eh, iya boleh,Bu ... Ayamnya mau paha atau Dada?"
"Campur aja,Mbak."
"Oke, tunggu bentar ya."
Membungkus nasi ala Padang bagiku masih menjadi hal yang sulit.
Nyatanya udah kerja hampir tiga bulan masih saja belum sempurna.
Masih penyon.
"Ibu ... Ini nasi nya sudah jadi."
"Eh, iya ini uangnya ya, Mbak."
"Totalnya ... Jadi, eh 16 ribu dikali 5 berapa ya?"ucapku pelan.
"80 ribu lho,Mbak," jawab anak kecil itu.
"Ya iya emang 80 ribu,Dek." Balasku mantap.
Padahal tadi emang keder pas ngitung.
Matematikaku rada indah soalnya, haha.
"Uangnya seratus ... Kembali dua puluh ya," ucapku seraya menyodorkan kembalian.
Setelah mengucapkan terima kasih si Ibu pun pergi.
Sedangkan aku ya tetap di sini yakali ngikut si Ibu.
Hari ini kayaknya warung sepi, buktinya jam segini baru beberapa pelanggan yang datang.
Dan biasanya jam segini ... Mas Tower dan kawan-kawan datang.
Membawa kehebohan dengan tawa-tawanya.
"DILAGA DIYA ... MENETUMSE PYAR," Bisikan itu membuat aku tersadar dari lamunan.
"Hmmmm, aaaaa ... Aaaa," tanpa sadar aku bergumam ala musik-musik India.
"Eh, makan dong."
"Astaghfirullah!" Aku langsung mengusap wajah.
"Kenapa,Ta? Oh Iya Nama kamu Tata kan?"
Kulihat Mas Tower megang piring dan di berikannya padaku.
"Lauknya mau pakai apa?" Tanyaku.
"Seperti biasa."
"Apa ... Saya lupa sih?"
"Makanya kalau kesukan Suami tuh di ingat," ucapnya.
"S--Suami?!" Sentakku.
"Udah buruan kasih ayam sayur,Paha ... Say laper ini."
"Hmmm ... Iya,Iya."
"Kami juga sama," teriak ketika kawan-kawannya Mas Tower.
Ternyata mereka sudah kumpul.
Si Uda pamitnya sebentar tapi ini udah mau setahun tapi belum balik juga.
Kebiasaan!
"Ini pesanannya," aku meletakan piring tepat di hadapan Mas Tower.
"Ciyee ... Kalau sama ayangnya pasti di duluin," ucap dia yang pakai jaket.
"Kasihan katanya Ayangnya si Mbak dari kemarin gak makan,"timpal Dia yang sedikit kribo.
"Mbak sih ... Kemarin kenapa pake acara nutup segala." Yang alisnya tebal senyum-senyum ke arah Mas Tower.
"Kalian pada kurang minum yak?" Tanyaku.
"Bukan,Mbak! Tapi kekurangan kasih sayang!" Jawab mereka kompak, kemudian mereka tertawa.
Kecuali,Mas Tower dia asyik makan sambil main Hp.
Kebiasaan buruk tuh.
Sepertinya dia emang kelaperan, kasihan ya.
Alhamdulillah sambil nunggu mereka selesai makan ada terus pelanggan datang pesan nasi dibungkus.
Kadang ada yang beli lauknya aja.
Gak apa-apa dari pada aku di kerjain terus sama mereka.
Masa iya dari tadi aku di panggil india-india mulu, jengkelin.
Padahal aku ini imut-imut banget kayak bocil Korea.
"Mbak?" Panggil Dia yang pakai jaket.
"Iya, kenapa?"
"Mbak punya Hp?"
"Punya dong masa kagak."
"Boleh saya jual gak ... Haha,"eh dia malah ngakak sendiri.
Gila.
Tak lama Si Uda datang, dijinjingnya plastik lumayan besar.
Masa iya dia nyuci Poto sebanyak itu.
"Da, apaan itu?"
"Rahasia," jawabnya.
Kalau bukan Bos udah aku sentil deh.
Setiap ngomong atau nanya pasti ujungnya nyakitin.
Kemudian si Uda pun menaiki anak tangga.
"Woe, mau bayar nih," teriak Mas Tower.
Kebiasaan suka teriak-teriak dia pikir ini hutan apa.
Untung gak ada pelanggan lain, malu-maluin.
"Totalnya jadi delapan puluh."
"Mahal amat, dihitung lagi deh."
"Oh iya ... Semuanya jadi tujuh puluh enam ... Tuh kan delapan puluh kurang empat ribu."
"Yaudah nih, lain kali ngitung yang bener."
"Kembali gak nih?"
"Gak usah, saya nitip buat bayar makan nanti besok."
"Oh, oke ..."
"Ciyyeee .... Yang lagi pede Kate ... Ris, Lu jadi cowok jangan ketus-ketus dong." Teriak ketiga kawannya dari arah belakang.
"Gak tahu tuh ... Sama cewek harusnya lembut-lembut,"jawabku.
"Aidehh ... Huu Derr dapat lampu ungu nih ... Gas keun,Ris."
"Astaghfirullah, kenapa sih kalian!" Murkanya Mas Tower.
****
Jam makan siang telah lewat, warung semakin sepi.
Nyuci piring udah, nyapu gak lupa.
Entah kadang bingung harus ngapain.
Kerja terus capek, diem malah bosen jadi manusia emang serba salah seperti aku kudu berubah dulu jadi domba.
"Dulu Uda nikah tahun berapa?" Tanyaku pada Si Uda yang lagi mojok main Hp.
Anteng sekali dia.
"Kenapa? Kamu mau nikah?"
"Aku nanya lho."
"Gak tahu lupa, kurang lebih delapan belas tahun yang lalu."
"Kira-kira jodohku siapa ya,Da .. jadi penisirin, hehe."
"Kami kenapa,Tata ... Lagi jatuh cinta yak sama Mas Jangkung haha."
"Mas Jangkung siapa sih ... Gaje."
"Halah ... Ngaku deh."
Mas Jangkung? Maksudnya Mas Tower.
Aku jatuh cinta sama dia?
Memungkinkan sih tapi masa iya aku yang cantik dan masih muda begini naksir sama Om-om ...
Omegott!
Tapi ya dia tetep ganteng sih gimana dong.
"Sepertinya dia juga suka sama kamu,Ta."
"Gak mungkin lah Uda ... Dia itu udah punya cewek."
"So tahu kamu."
"Iya ... Orang waktu itu kan dia perna makan berdua doang sama cewek ... Kalau bukan pacar pasti ya istrinya kan?"
"Bisa jadi juga sih."
"Soal dia gimana-gimana ke Tata ... Ya namanya juga cowok kan gak tahan kalau lihat cewek bening dan cantik dikit."
"Lah, emang kamu bening dan cantik?" Haha."
"Astaghfirullah,Uda ... Gak lihat nih aku tuh glowing!"
"Glowing matamu."
"Haha."
Aku dan Uda emang gitu, kalau lagi sepi pasti bercandaan.
Uda tuh udah aku anggap bapak kedua aku.
"Btw, Da ... Gimana kalau Uda cari pekerja cewek satu lagi."
"Emangnya kenapa?"
"Ya biar aku ada temennya gitu."
"Iya juga sih ... Akhir-akhir ini juga saya sering merasa kecapekan."
"Nah, itu makanya cari pekerja lagi,Da ... Tahu kan Uda dah mulai umur."
"Hadeh ... Saya gak setua itu lho."
"Ciyee ... Yang masih merasa anak ABG."
"Wajah boleh tua tapi jiwa tetap pemuda, hehe."
****
Akhirnya aku dan Uda mulai berfikir kira-kira siapa pekerja cewek yang bakalan nemenin aku.
Kalau Uda sih nyaranin aku nyari teman yang nganggur di kampung.
Biar kitanya udah akrab dan gak canggung.
"Hampir semua teman cewekku ngelanjutin kuliah,Da ... Jadi susah.
Ada yang nganggur udah nikah tapi."
"Yaudah nanti dipikirin lagi, kalau kamu gak ada biar saya nyari."
"Tapi jangan yang lebih cantik dari aku ya,Da." Teriakku ketika melihat si Uda naik anak tangga.
"Iya ... Yang merasa paling cantik," jawab si Uda sambil terkekeh.
Dih, gak percaya ya bandingkan saja aku sama Bapakku pasti aku lebih cantik kan.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (70)

  • avatar
    Iin Raencika

    bagus

    16d

      0
  • avatar
    LaiaDewimanis

    sangat terharu dgn ceritanya🥺🥺😓

    24d

      0
  • avatar
    Sakdiah

    Ceritanya best! tak bosan 💖 Terbaikkkk 👍👍😁

    24/08

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด