logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 42 Di Toko Buku

Aku tidak bisa lagi mengucapkan kata-kata banyak selain itu. Pertemuan ini seperti tahu bulat yang digoreng dadakan di pinggir jalan.
Tanpa menunggu aku tersadar sepenuhnya dari rasa kaget luar biasa, laki-laki berkaos merah dengan jaket levis biru itu menarik tanganku. Tidak memerdulikan langkah yang terhuyung akibat ditarik paksa, dia terus membawaku ke sebuah celah dinding di samping pintu kaca tebal.
"Kakak ngapain bawa aku ke sini?" tanyaku kebingungan.
Tentu saja aku protes. Laki-laki di sampingku ini adalah Kak Faisal, dan kami sudah mengenal dengan baik selama di ibu kota. Akun media sosial pun tidak pernah saling blokir. Kalau sekadar berbasa-basi karena kebetulan bertemu, kenapa harus memilih tempat agak terlindung dari pandangan orang? Terjangkau cctv ya malah bagus.
"Sstt, liat, tuh!" tunjuk Kak Faisal ke arah kasir yang bisa dilihat dari tempat kami berdiri.
Mataku membulat sempurna saat mata mengikuti arah telunjuk Kak Faisal, di antara orang-orang yang mengantri untuk membayar buku mereka, ada seorang laki-laki berkemeja putih dengan paper bag di tangan. Meski hanya nampak dari belakang, aku tidak mungkin lupa siapa dia.
Ya ampun, baru tadi aku sama dis video call, sorenya langsung dipertemukan di sebuah toko buku. Untung Kak Faisal menjadi penyelamat yang membelokkan takdir pertemuan. Kalau tidak ....
"Jadi, Kakak ke sini sama Kak Arhan?" tanyaku memelankan suara, tanpa menutupi raut panik.
Kak Faisal mengangguk.
"Terus, gimana, Kak? Aku nggak mau ketemu dia!"
"Bentar, aku telpon Aldin. Kamu tenang, ya! Diem pokoknya!"
Mampoos!
Takut ketahuan laki-laki yang setengah mati berusaha dihindari, eh, malah ditelponin. Gimana kalau Kak Faisal bilang sedang bersamaku! Mencegah? Terlambat. Handphone yang sudah menempel telinga itu terlanjur menyambungkan pembicaraan.
"Halo, Aldin?"
Tuhan, tolonglah aku ....
"Faisal, Lo di mana? Gue udah di kasir nih antri bayar!"
"I-iya, gue masih milih buku dongeng buat ponakan. Lo tunggu di mobil aja, ya, Din!"
Huft, ternyata. Aku pikir mau membocorkan rahasia.
Aku mengembuskan napas lega mendengar alasan Kak Faisal, apalagi saat seseorang yang ditelpon itu mengiyakan sebelum mematikan panggilan. Iya maap tadi sempat berburuk sangka. Kan, aku jaga-jaga.
"Gimana kabar kamu di Bandung, Cha? Seneng?" tanya Kak Faisal sambil memasukkan handphone dalam sakunya.
"Nggak juga, sih. Banyak yang harus aku ceritain sama Kakak, tapi nggak bisa sekarang," jawabku.
"Oh, iya, kenapa DM Kakak nggak dibalas?" lanjutnya sambil sesekali melihat ke pintu masuk toko.
Beberapa kali aku ikut menengok ke pintu masuk toko, takut Kak Aldin ke luar dan tidak sengaja mendapati tempat persembunyian kami yang bisa dibilang tidak cukup aman. Aku tidak akan bisa ke mana-mana kalau sampai ketahuan.
"Panjang ceritanya," ucapku beralih menatap lekat Kak Faisal. "Kakak ada kartu nama? Soalnya handphone aku mati!".
Tidak mungkin aku menyalakan handphone pada situasi seperti ini, Arif bukan laki-laki yang mudah putus asa dan mudah percaya, sebelum tahu ke mana aku pergi sebenarnya.
Kak Faisal menggeleng.
"Ya udah sini handphone Kakak, aku catetin nomorku!"
Kak Aldin sudah ke luar dari toko buku, dengan tenang laki-laki itu berjalan menuju sebuah mobil biru, lantas membuka pintu kemudinya. Kontan saja hal itu membuat aku dan Kak Faisal panik, dan tanpa menawar Kak Faisal mau menyerahkan handphone.
"Icha cepetan!" desaknya tergesa.
"Iya, Kak. Ini udah." Kuserahkan benda pipih itu kembali pada pemiliknya, setelah menyimpan nomor WhatsAppku.
Melupakan terima kasih, Kak Faisal memegang pundakku sebelum tergesa melangkah ke area parkir. "Tunggu sini sampai mobilnya Aldin nggak kelihatan di jalan sana. Nanti Kakak hubungin kamu, ya?"
Aku mengangguk. "Hati-hati, Kak."
Setengah berlari Kak Faisal menuju mobil Fortuner biru itu, membuka pintu sebelah kiri kemudi sebelum kendaraan roda empat itu membawanya pergi. Dan, aku harus merapat ke celah dinding ini selama beberapa menit sampai mobil itu benar-benar menghilang di antara hiruk pikuk jalan raya.
Benar-benar pertemuan yang membagongkan. Huft, hampir saja.
Dengan mengusap wajah gusar, aku lantas melangkah masuk melewati pintu kaca. Memilih satu per satu novel terbaru dengan judul dan sampul saling bersaing bagusnya. Sampai mataku menemukan sebuah novel bersampul amazing, bertuliskan KARENA Aku MENCINTAIMU.
"Sepertinya ini pilihan menarik, dengan warna sampul cantik," gumamku tersenyum simpul, meneruskan pencarian novel bernama penulis luar negri.
°°°°
Malamnya, Kak Faisal benar-benar menghubungiku. Setelah dua balasan chat, kami langsung berbincang banyak hal melalui telepon. Kak Faisal orangnya luwes. Jadi, secara halus bisa dikepoin tentang Kak Aldin. Nggak nyadar aja gitu karena obrolan mengalir.
Tentang Kak Aldin pertama kutanyakan. Kak Faisal membenarkan, bahwa sahabatnya itu menjadi pemabuk berat dan tertutup beberapa hari setelah kepergianku. Dia baru mau berhenti kalau sudah bertemu aku, atau menanggung resiko sakit seumur hidup karena organ dalam di tubuhnya sudah tercemar dosis tinggi alkohol.
Dibujuk siapa pun tidak mempan, orang tua Kak Aldin sampai pusing harus bagaimana.
Demi aku.
Gara-gara aku.
"Oh, iya, Kakak DM aku beberapa hari lalu kenapa?" tanyaku mumpung ingat. Tentu saja setelah Kak Faisal selesai cerita.
"Enggak. Kakak cuma tanya, kamu mau nggak nyanyi lagi? Kebetulan nih coret-coret buku harian, kok jadi puisi."
"Kakak bisa nulis puisi, ya?" selorohku. Aslinya penasaran.
Kak Faisal terbahak sebentar. "Udah agak lama sih, Cha. Cuma terbengkalai aja itu tulisan. Kan ngiranya nggak penting juga. Terus waktu Aldin ke sini, dikasih saran tu jadi lagu aja, yang nyanyi kamu."
Menolak? Tentu saja aku ingin. Namun, masalahnya Kak Faisal baik banget selama ini, sudah menyelamatkan aku juga dari pertemuan tidak diinginkan sore tadi. Kalau menerima, aku takut hasil tidak sesuai ekspektasi.
"Kak Faisal, tapi kalau nanti aku aransemennya nggak sesuai harapan. Maafin, ya. Soalnya ... udah nggak deket lagi sama Kak Arhan." Sejenak aku menghela napas demi menetralisir sesak. "Kak Faisal kan tahu, hampir semua lagu-lagu aku tu dibantuin dia."
"Memangnya kalian ada masalah apa? Maaf, Icha."
Aku lantas menceritakan chat tadi pagi, Kak Arhan sepertinya sangat membenciku entah oleh sebab apa. Bahkan, komentar dan DM instagram pun diabaikan seperti chatku tadi pagi. Kemarin serta sebelumnya tidak begitu.
"Ya sudah, nggak apa-apa. Apa pun hasilnya Kakak akan tetap dukung kamu," ucap Kak Faisal akhirnya.
"Terima kasih, Kak. Kalau begitu Kakak kirim aja liriknya, nanti aku kerjain sebisanya."
Setelah Kak Faisal mengiyakan dan memintaku istirahat, telepon segera kami matikan. Alhamdulillah, ada project buat konten YouTube. Semoga ini menjadi tambahan rezeki, menjadi jalan pula aku bangkit dari bullyan orang-orang red flag.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (663)

  • avatar
    Lilis Liss

    baukk

    8d

      0
  • avatar
    Sya Syi

    good

    09/03

      0
  • avatar
    LauraAweh

    sukakkkk bagus banget

    04/02

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด