logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 2 Perasaan Tidak Biasa

Kuhela napas beberapa kali supaya lebih tenang. Sabar, Icha, sabar. Ini ujian. Bermain gitar dengan melihat lirik lagu di Han, justru membuatku kesulitan fokus pada akhirnya. Aldin Barata, nama itu selalu datang tidak tepat waktu dengan modus meminta maaf.
Salahnya? Iya, laki-laki selalu salah. Kesan pertemuan pertama harusnya bisa manis. Nanya profesi, nama, pura-pura ramah. Lah, ini enggak. Malah julid seenak isi kepala.
Sambil menggerutu sendirian, segera kuletakkan gitar di dekat handphone, membiarkan benda pipih itu berkedip-kedip dalam keadaan silent. Aku tidak peduli telepon dari siapa pun itu, mood sudah berantakan sejak penulis ... Eh, kang nyinyir sajalah, meneror hanya demi satu jawaban mau kencan apa tidak.
Sudah kubilang, semua tidak semudah makan mie instant!
Aku lalu beralih main piano. Beberapa kali sambil bernyanyi, senyumku mengembang. Mendadak halu; bagaimana kalau suatu saat aku sama Kak Aldin damai, terus dia menulis banyak puisi cinta, dan salah satunya jadi laguku yang trending satu bulan.
Apa? Cinta? Ya ampun, salah minum obat apa sih bangun tidur tadi sampai pikiran bisa ngadi-ngadi. Sudah jelas pertemuan pertama menyebalkan, makin ke sini dia mirip hama tanaman. Kok, bisa-bisanya hati kecilku berharap cinta.
Jangan, ya, Icha. Jangan!
Akan tetapi, kalau boleh jujur,  sebenarnya Kak Aldin tu cowok tipeku banget. Kalau chat sama dia rasanya  detak jantungku sulit dikendalikan. Kak Aldin selalu memiliki cara untuk membuat hidupku tidak membosankan akhir-akhir ini. Pokoknya Tom and Jerry, deh. Antara tidak bisa dekat dan tidak bisa jauhan.
Lah, mikirin Kak Aldin lagi!
"Cha, nggak latihan, ya?"
Seseorang masuk rumahku tanpa permisi, menepuk pundakku hingga aku terlonjak kaget. Yaa, nggak jadi halu.
"Latihan, kok," jawabku singkat. "Ngapain Kakak ke sini?".
"Mana buktinya latihan? Icha, piano itu disentuh sambil nyanyi, baru bisa bunyi. Bukannya diliatin terus!"
Mulai ngajak ribut!
"Iya, iya, ngerti!" Aku segera menyalakan piano lagi, membuka buku catatan lagu, dan menaruhnya di posisi strategis dibaca. Namun, sebelum benar-benar nyanyi, aku melihat laki-laki itu sekali lagi.
"Kakak duduk situ aja, nggak usah ganggu!!" ujarku.
"Beres!" Diangkatnya kedua ibu jari, kemudian duduk di sofa yang letalnya tidak jauh dariku. "Ganggu, dipikir gue setan apa?"
Piano yang kumainkan saat ini berada di sudut ruang tamu. Satu tahun lalu, aku bisa membeli rumah dari hasil menyanyi dari satu acara ke acara lain dan menjadi konten kreator. Aku tinggal sendirian demi pekerjaan. Jadi, kalau ada yang datang sesekali, adalah teman dekat atau ... calon pacar.
Pertama aku bertemu kamu
Rasanya waktu berhenti di tempat
Jantungku berdetak tak biasa
Juga aliran darahnya
Bukan tentang cinta
Tapi kamu seenaknya bicara
Tukang julid, tukang nyinyir
Aku sampai ingin lupa ingatan
Semoga ini bukan plot twist
Atau mirip cinta ftv
Di mana aku endingnya jatuh cinta
Kepada kamu musuhnya hati
Semoga bukan plot twist
Kamu berubah baik seperti pangeran
Membuatku jatuh cinta
Apa adanya
"Kak, gimana lagu aku?" tanyaku antusias. Duduk di samping laki-laki yang selama ini menjadi tetangga, tutor sekaligus kakak angkat.
Namanya Arhan, tapi bukan pemain sepak bola yang terkenal itu, bukan. Dia seseorang yang baik, selalu ada dan memuji apa pun hasil tanganku. Kalau ada yang harus dibenahi, Kak Arhan pasti mengatakan hal itu dengan hati-hati. Pokoknya dia itu bisa mengembalikan senyumku se gabut apa pun hidup ini.
Kak Arhan tiba-tiba bertanya hal tidak terduga. "Kamu lagi jatuh cinta, Cha?"
Hah? Kok, bisa nebak? Mana bener lagi. Astaga, aku harus bilang apaan?
"Kakak apaan!" Aku mengibaskan tangan, berusaha menutupi gugup. "Emangnya Kakak bisa ngeramal, aku lagi jatuh cinta atau enggak, cuma dari sebuah lagu?"
Lagi-lagi dia tersenyum penuh arti.
"Iya, mungkin aja barusan nyanyi sambil mikirin seseorang. Kakak kan cuma nanya. Bukan nebak, Cha."
Alasan!
"Emang bisa nyanyi sambil mikirin seseorang, Kak?"
"Bisa. Lebih bagus malah jadinya." Kak Arhan mengusap rambutku, menyelipkan sebagian yang menutupi telinga. "Emang lagi jatuh cinta beneran, ya?"
"Enggak!"
"Ya udah kalau nggak mau cerita. Terusin latiham aja kalau gitu."
Laki-laki yang memakai kaos putih itu hendak berdiri, tapi kembali duduk begitu aku menahan lengan kirinya.
"Kak." Aku menatapnya ragu, entah kenapa tiba-tiba ada perasaan tidak enak. Takut saja kalau orang baik tersinggung. Marahnya bisa awet sampai tahunan.
"Iya, Kakak nggak jadi pergi. Ada apa?" balas Kak Arhan.
"Rasanya dicintai penulis tu gimana?"
Aduh, kenapa aku justru menanyakan hal se-absurd itu!
Kak Arhan tidak segera menjawab, kami berpandangan dalam suasana hening cukup lama.
"Lagi jatuh cinta sama penulis?"
Tuh, kaan!
"Enggak, aku tu cuman nanya. Rasanya dicintai, bukan mencintai!"
"Oh, kirain. Kakak juga nggak tahu kalau itu. Tapi, kalau kamu jatuh cinta beneran sama siapa pun itu, Kakak bakalan seneng banget!" tukasnya.
Bagaimana ini? Apa iya harus cerita tentang perasaan aneh yang aku sendiri tidak yakin cinta atau bukan. Kalau dipendam sendiri, makin ke sini aku merasa serba salah juga. Namun, kalau jujur ... bagaimana kalau Kak Aldin sama Kak Arkham ternyata saling kenal. Bahkan, sahabatan sangat dekat, malu berkali lipat pasti.
Aku harus sadar diri, cuma penyanyi receh yang mendapat keberuntungan dekat dengan orang-orang baik dan multi talent. Untuk berharap berlebihan, mesti mikir ribuan kali.
"Kakak seneng kalau aku punya pacar?" celetukku.
Kak Arhan mengangguk. "Iya. Karena, berarti tugas Kakak untuk jagain kamu selesai."
Kalau jatuh cintanya sama Kak Aldin ....

หนังสือแสดงความคิดเห็น (665)

  • avatar
    ZᴇʀᴏKɪɴɢ

    nice app

    1d

      0
  • avatar
    RayraChrisyra

    lucuu bingitt

    2d

      0
  • avatar
    Lilis Liss

    baukk

    12d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด