logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 2 Klinik Bersalin

Di parkiran mobil, Edric kembali meyakinkan Inayah, bahwa semuanya akan baik-baik saja. Jadi, Inayah tidak perlu mencemaskan dan memikirkan masalah itu terlalu larut.
"Ayo, Sayang. Kita turun," ucap Edric, sambil mendekat untuk membuka sabuk pengaman Inayah. Wanita belia berambut lurus itu masih mematung. Kepalanya menunduk dalam-dalam, kata-kata yang diucapkan sang majikan, tidak mampu menenangkan gejolak kekhawatiran di dadanya.
"Hei, kenapa masih mematung? Kamu tidak percaya padaku?" tanya Edric. Jarinya yang perkasa membingkai wajah cantik milik Inayah. Tatapan mereka bertemu untuk sesaat.
"Saya takut, Tuan." Suara Inayah menjadi serak, karena tenggorokannya tercekat. Edric menggeleng, lalu memejamkan matanya. Inayah menjadi tidak paham apa maksud dari majikannya.
"Selagi masih ada aku, kamu tidak perlu cemas. Walaupun kamu hamil, kan, ada aku. Aku ayah dari anak itu nantinya." Edric mengusap lembut kepala Inayah, lalu dia segera turun dari mobil.
Kalimat yang baru Inayah dengar, bukannya membuat jiwanya tenang, justru membuatnya semakin gundah. "Tuan Edric memintaku mengandung anaknya?" Inayah membatin. Dirinya semakin gusar, karena dia masih 19 tahun, status pun masih gadis. Apa pandangan orang nantinya? Itulah yang terus memenuhi kepala Inayah.
Edric segera membukakan Inayah pintu mobil, karena Inayah tak kunjung turun. "Ayo, Sayang," ucap Edric menggenggam jari tangan Inayah dengan lembut.
Besar keinginan Edric agar Inayah mengandung anaknya. Sepuluh tahun menikah dengan Anne, Edric tak kunjung mendapatkan anak darinya. Selain hubungan ranjang mereka yang terganggu, Anne pun menolak untuk hamil. Dia lebih memilih tetap meneruskan karirnya.
Bertahun-tahun hati Edric hampa, tanpa istri yang peduli padanya. Setiap malam Edric menghabiskan waktunya meneguk minuman beralkohol. Namun, dia tidak berniat untuk berhubungan dengan wanita-wanita malam. Dia masih mengutamakan kesehatannya. Ya, Edric takut terjangkit penyakit menular seksual.
Pertemuan pertama dengan Inayah, sudah membuatnya hatinya terpincut. Wajah polos Inayah yang cantik tidak bisa mengalihkan pandangan Edric, sehingga membuat Edric khilaf. Dia merenggut kesucian Inayah dengan ancaman yang membuat Inayah takut. Namun, jauh di lubuk hati Edric dia benar-benar menyayangi Inayah.
"Ayo kita masuk!" ucap Edric menggandeng tangan Inayah. Ketika mereka melewati beberapa pengunjung lain, mereka pun menjadi sorotan. Ada tatapan yang tak biasa yang ditujukan pada mereka.
Di dalam pikiran para pengunjung adalah perbedaan yang sangat kontrak, antara Edric dan Inayah. Karena, usia mereka memang terpaut jauh. Namun, Edric berusaha acuh atas tatapan beberapa pengunjung. Hanya Inayah yang semakin ciut dan tertekan. Inayah takut, orang-orang memikirkan terlalu jauh. Walaupun, Inayah memang sadar dia sangat salah dalam hal tersebut.
Ponsel Adric yang berbunyi, membuat pria dewasa nan gagah itu, melepaskan tangan Inayah. "Sebentar, Sayang. Kamu duduk saja di situ dulu," ucap Edric, sangat lembut pada Inayah. Inayah hanya mengangguk dan mengikuti perintah majikannya.
Sepeninggalan Edric, Inayah semakin tak nyaman. Apalagi ketika seorang wanita mengajaknya mengobrol.
"Mau periksa kehamilan juga?" tanya wanita, yang duduk tepat di samping Inayah.
"Iya, Bu." Inayah berusaha menyembunyikan rasa gugup dan takutnya.
"Yang tadi itu suami kamu?" tanya wanita itu lebih berani.
"Emm, anu …, Bu." Inayah menjadi bingung harus menjawab apa. Dia tahu Edric bukanlah majikannya, dia pun menjadi bingung. Hanya bisa terdiam meremas jarinya kuat-kuat.
"Kakak kamu? atau apa?" Pertanyaan wanita itu semakin membuat Inayah takut. Peluh dingin mulai membayang di permukaan kulitnya. Wanita itu pun menggeleng, karena Inayah tak bisa menjawab.
"Jangan … jangan …."
"Sayang, kamu sudah mendaftar?" tanya Edric, tiba-tiba muncul.
Wanita tadi pun hanya menjadi gugup, memilih untuk menjauh dari Inayah dan Edric.
"Belum," ucap Inayah.
"Sebentar, biar aku daftarkan dulu." Edric melangkah menuju meja pendaftaran.
Setelah mendaftar, Edric kembali duduk di samping Inayah. Tangannya yang kekar, meraih jari Inayah yang sudah berkeringat. "Jangan gugup, Sayang. Ada aku di sini," bisik Edric di telinga Inayah.
Inayah mengangguk. Dia coba untuk menarik napas perlahan, agar ketakutannya segera sirna. Setidaknya, Inayah mulai merasakan kenyaman, karena Edric ada di sampingnya. Agar, tidak ada lagi siapa pun yang mengajaknya bicara, apa lagi bertanya hal-hal yang membuatnya tertekan.
Para pengunjung pun mulai sepi. Namun, Edric masih bertahan di samping Inayah. Bahkan, genggamannya tak kunjung lepas. Membuat orang yang melihat pemandangan itu merasa iri.
Siapa yang tidak ingin menjadi istri Edric? Laki-laki bertubuh tegap, berwajah tampan, dengan manik mata yang indah. Bahkan, tangan perkasanya yang berbulu membuat wanita berimajinasi.
Sungguh beruntung Inayah bisa disayangi oleh Edric. Hanya saja caranya yang salah, sangat bertentangan dengan aturan agama, yang Inayah anut. Edric sendiri adalah keturunan yang beragama nonis. Tentu terlalu banyak hambatan dan rintangan di antara mereka berdua.
"Bu Inayah, silakan masuk!"
Edric langsung berdiri dan menarik tangan Inayah perlahan. "Aku temani ke dalam," ucap Edric, seraya sedikit membungkuk. Postur tubuh Edric yang tinggi, membuat Inayah hanya setinggi sebatas dadanya saja. "Tidak usah, Tuan."
"Loh, kenapa?"
"Bu Inayah, segera masuk ya," ucap salah seorang petugas sekali lagi.
Lagi, Inayah memilih mengalah. Membiarkan Edric tetap masuk. Di depan seorang dokter kandungan, rasa gugup Inayah kembali menyerang. Debaran jantungnya mulai berpacu lebih kuat. Apalagi ketika melihat sang Dokter menatap lama status, yang ada di depannya.
"Maaf, Ibu Inayah saya mau menanyakan beberapa hal." Dokter laki-laki itu menyingkirkan status pasien yang ada di depannya, yang tak lain adalah milik Inayah.
"Ya, Dok."
"Di data yang saya lihat, Ibu usianya masih sangat muda. Betul begitu?" tanya Dokter.
"I … iya, Dok."
"Umur berapa Ibu menikah? Maaf, sebelumnya. Semua itu untuk kelancaran untuk kedepannya."
Inayah terdiam. Telapak tangannya kembali berkeringat. Pompaan jantungnya pun menjadi semakin cepat. Menyadari akan kegugupan Inayah, Edric langsung angkat bicara.
"Kami menikah baru satu tahun, Dok. Ya, di usia istri saya baru 18 tahun."
"Baiklah, Pak. Bapak bisa menunggu di luar. Saya mau melakukan pemeriksaan dan beberapa pertanyaan lagi."
Edric mengangguk, sebelum keluar dari ruangan. Dia menatap kembali wajah Inayah yang terlihat tegang. Edric memejamkan matanya, memberikan isyarat, bahwa semua akan baik-baik saja.
Setelah Edric keluar, sang dokter pun memberikan beberapa pertanyaan, yang bertujuan untuk mengetahui Inayah beneran hamil atau tidak. Selain itu, dokter juga meminta Inayah untuk menampung air seninya, untuk melihat hasilnya apakah positif atau negatif.
Inayah mengerjakan semua yang diarahkan dokter. Dia berjalan gontai menuju toilet. "Hancur sudah kehidupanku," Inayah membatin, menyandarkan tubuhnya ke dinding toilet, seraya menunggu keinginan untuk buang air kecil. Tatapan Inayah begitu sendu, dia berharap hasilnya negatif. Tidak mampu rasanya apabila hasilnya beneran positif.
***
"Bagaimana hasilnya, Sayang?" tanya Edric, sudah tidak sabar. Ketika disuruh keluar tadi. Edric memilih untuk menunggu di dalam mobil, karena ada telepon penting mengenai pekerjaannya.
Inayah membuang napas dengan kasar. Kemudian, dia menunjukkan bungkusan tespek yang masih utuh tersegel.
"Belum ada hasilnya?" Edric mengambil tespek tersebut.
"Belum, Tuan. Pipis saya tidak bisa keluar. Mungkin tunggu nanti atau esok pagi," ucap Inayah, masih tak bersemangat.
"Tidak apa-apa. Aku yakin, sudah ada benihku dalam kandunganmu, Sayang." Tangan kekar Edric terulur ke arah perut Inayah, yang masih rata. Edric mengusap perut Inayah dengan gerakan pelan dan penuh kasih sayang.
Tiba-tiba hati Inayah menjadi semakin sendu. Mereka pun meninggalkan klinik dengan dua perasaan yang bertentangan. Edric berharap Inayah benar mengandung anaknya, sedangkan Inayah berharap sebaliknya. Walaupun kesuciannya sudah hilang, setidaknya jangan sampai hamil, begitulah pikiran Inayah.
—---------
Bagaimanakah hasilnya? Positif atau negatif?
Nantikan di part 3, ya.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (142)

  • avatar
    MujiatunSiti

    saya mau diamond

    20d

      0
  • avatar
    SinaIbnu

    san

    04/08

      0
  • avatar
    Ahmad

    Suka ceritanya

    01/07

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด