logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 5 Sugar Daddy?

Barra masih bersedekap kesal di posisinya, kelakuan Melani amat sangat menyebalkan, anak itu selalu saja berani beradu mulut dengan ayahnya. Barra heran, Melani ini didikan siapa.
"Melani itu anak Tuan kan?" Liana mulai bertanya.
"Jelas, dia bukan istriku." Sahut Barra dengan mendengus.
"Tapi kenapa Tuan mengakui hal yang bertentangan sekaligus? Mengaku seorang perjaka tapi mengaku punya anak juga?" Liana heran.
"Melani itu anak angkatku, ia sudah tinggal bersamaku sejak usia 5 tahun. Dan Ken, baru aku adopsi satu minggu yang lalu."
Dari penjelasan Barra, Liana percaya bahwa pria yang ada di hadapannya ini memanglah masih perjaka. Tapi, ia merasa penasaran kenapa pria ini hanya mengangkat anak saja tidak sekalian dengan istrinya?
"Ohh begitu rupanya.. Sekarang Melani 14 tahun, sudah selama itu, aku ingin tahu alasan Tuan mengasuh mereka." Kembali Liana bertanya.
"Entahlah, aku hanya gemas saja, mungkin karena aku tinggal sendiri, jadi aku ingin ada teman di sisiku." Nada suara Barra menjadi tenang.
"Kalau begitu, kenapa Tuan tidak menikah saja?"
"Menikah? Haha, aku masih muda, belum mau menikah."
"Tapi Tuan sudah mau punya anak kan?"
"A-anak?! Sudah ku bilang aku hanya gemas. Dan itu, jangan panggil aku Tuan, panggil aku dengan sebutan Daddy."
Barra terlihat salah tingkah. Sedangkan Liana, ia terkejut mendengar permintaan Barra. Tak disangka rupanya Barra berterus terang membalas sinyal cintanya.
"D-Daddy? Sugar Daddy?!" Liana bersemu merah, ia ingat dengan cita-cita temannya yang ingin mendapatkan sugar daddy, dan sekarang, Liana yang mendapatkannya.
"Hah? Sugar Daddy? Kau pikir aku setua itu? Masih jauh untuk aku mencapai umur 35 tahun." Barra tak mau disebut tua.
"T-tapi Daddy akan membiayai seluruh kebutuhan finansialku kan?" Itu yang Liana tahu soal sugar daddy.
"Tentu, aku kan yang bertanggung jawab, karena kau sekarang sudah ku angkat menjadi anakku."
KREKK!
Leher Liana patah, ternyata Daddy itu panggilan untuk seorang ayah, bukan seorang kekasih. Liana ikut ditampung dan hanya dianggap sebagai anak. Rupanya pria yang hobi mengumpulkan anak ini menyita KTP Liana untuk syarat masuk ke panti asuhannya.
Memang sih dengan tubuh bocah seperti ini mungkin Barra tidak memandang Liana sebagai lawan untuk pasangannya, tapi Liana sudah jatuh cinta kepada Barra, walaupun ia memiliki anak 2.
"Kau kenapa?" Tanya Barra melihat kepala Liana yang sengklek dan tangannya yang menadah seperti hendak mencakar.
"Ahaha, tidak, tidak, aku hanya senang dianggap anak." Jawab Liana berbohong.
"Hm, syukurlah, sekarang kau harus jadi anak Daddy yang baik." Barra mengacak-ngacak rambut Liana. 
"Oh, aku lupa, aku masih harus kembali ke kantor. Ana, kau bisa menjaga Ken kan? Dia mungkin sedang tidur, Daddy akan antarkan kau ke kamarnya." Barra bangkit dari duduknya.
"I-iya Daddy." Liana tertekuk sedih, ia kecewa karena dianggap anak. Tapi Liana tak kan menyerah sampai di sini, bukan mustahil dirinya mengubah status anak menjadi istri.
Liana pun beranjak dari tempat duduknya. Namun tiba-tiba, ia merasa tubuh dan kepalanya berat, dirinya tak mampu berjalan dan lantas terhuyung kembali ke atas sofa.
"Bruk!"
"Kau kenapa Ana?!" Mendengar suara benda jatuh, Barra langsung berbalik, ia segera menghampiri Liana.
"Kepalaku pusing, sepertinya aku kelelahan." Ucap Liana menyentuh kepalanya.
"Di saat yang seperti ini? Hah.. Maaf karena hampir melupakannya, Daddy akan membawamu ke kamar."
Barra langsung membopong tubuh mungil Liana, membuat pandangan yang mengabur berusaha Liana tajamkan. Dilihatnya wajah Barra yang arogan, rasanya seperti drama Korea, baru lemas sedikit sudah diangkat saja.
Barra masuk ke dalam kamar dan meletakkan Liana di atas ranjang. Seperti pengantin baru, tapi Liana tak bisa melayani karena lemas.
"Daddy pesan yang ada di depan saja ya, akan lama jika harus memasak."
Barra kemudian memesan makanan lewat ponselnya, ia lupa kalau Liana yang kabur itu belum makan dan tidur sama sekali. Sebagai seorang ayah, tentu ia harus mengkhawatirkannya.
Barra menyentuh kening Liana, memastikan hangat suhu tubuhnya. Tidak panas, Liana mungkin hanya kekurangan energi saja.
Tak berapa lama bel berbunyi, menandakan makanan yang ia pesan sudah sampai di depan pintu. Barra hendak pergi mengambilnya, namun di saat yang bersamaan, Ken bangun dan menangis kencang.
"Ya ampun!" Keluh Barra menepuk pasrah jidatnya, ia langsung menggendong Ken dan lantas menghilang di balik pintu.
Dalam waktu singkat, ia kembali ke kamar dengan tangannya yang rempong juga Ken yang masih menangis di gendongannya.
"Ini, Daddy sudah membelikannya, kau bisa makan sendiri kan?" Barra menyimpan makanan itu di nakas, Liana mengangguk, berusaha bangkit mengambil makanan itu.
Dibukanya bingkisan itu dan nampak hanya ada seporsi ayam crispy, lalapan, bersama sekepal nasi. Liana mana kenyang makan ini, dan ia tak mau ayam yang keras, mulutnya lemas, giginya kempes, ia ingin makanan yang langsung ditelan saja.
'Pelit sekali!'
Batin Liana memandang porsi kecil makanan itu. Walau sebenarnya, masih ada kantong kresek lain yang kelihatannya adalah camilan.
"Kenapa hanya dipandangi? Kau tidak suka dengan makanannya ya? Tadinya Daddy mau pesan bubur, tapi itu akan memakan waktu lama." Barra merasa tak enak.
"Mm, tidak, akan ku makan." Liana menggeleng tak mau merepotkan.
"Kalau begitu Daddy keluar dulu, habiskan makanannya ya, air minum sudah ada di nakas, Daddy yakin itu masih baru kok. Kau istirahat saja, Daddy tidak jadi ke kantor."
Barra keluar dari kamar untuk menenangkan tangisan Ken. Karena lapar, Liana langsung menyantap makanan itu walau tidak dihabiskan. Setelah itu Liana lekas minum dan ia memejamkan kelopak matanya yang sudah teramat berat.
Waktu menunjukkan pukul 6 petang, Liana terbangun, ia tidak begitu nyaman kalau tidur di rumah orang. Tenggorokannya terasa sangat kering, ia hendak keluar mengambil segelas air.
Saat membuka pintu, Liana sudah dinampakkan oleh pemandangan yang membuat dirinya langsung berlari ke arah sofa. Ia melihat Ken duduk di lantai memegang sendok sambil mengacak-ngacak makanannya hingga bercecran kemana-mana. Sedangkan Barra, ia terlihat tertidur pulas berlayar di atas sofa.
'Ayah yang ceroboh! Padahal dia juga sempat memarahi Melani karena buang hajat!'
Liana mendengus kesal melihat Barra yang dengan santai tidur bersedekap membiarkan Ken bermain sendirian.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (123)

  • avatar
    Yunitafr

    500

    19d

      0
  • avatar
    Samil edrosSamil edros

    aku suka ini

    12/08

      0
  • avatar
    ZulchiarNiro

    sangat senang

    06/08

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด