logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 4 Semua Salah Kira

"Daddy! Apa yang kau lakukan kepadanya?! Kenapa kau buat dia menangis?!"
Melani melihat wajah Liana berantakan dan basah kuyup. Ia langsung nyempil duduk di tengah dan membuat pantat Barra meloncat.
"A-ah, tidak-tidak, aku tidak menangis karena ayahmu, aku hanya sedang bercerita." Liana menjelaskan dengan gugup gelagapan. Ia merasa berdosa karena sudah berani dekat-dekat dengan ayah Melani.
Melani menoleh ke arah Barra, dan Barra terlihat menjulurkan lidahnya. Hal itu membuat Melani merasa sangat kesal, ia ingin mencolok kedua buah bola mata ayahnya itu.
"Pergi saja, sekarang Ana akan tinggal di sini dan dia akan menemani Ken." Ucap Barra dengan wajah dan nada tidak peduli, yang malah membuat Melani terlihat senang.
"Benarkah? Yeyyy! Aku bebas! Aku bisa pergi bermain lagi!"
Melani berdiri tersenyum ria melupakan kekesalannya seakan melupakan Liana juga. Ia joget-joget seperti suporter bola. Di tangannya sudah mengacung bendera kecil yang entah muncul dan datangnya dari mana.
"Hey, Ana bukan pembantu, dia itu temanmu!" Tanpa menghiraukan bendera yang muncul secara ajaib itu, Barra berkata tegas tak suka melihat anaknya kegirangan.
"Ma'am Daddy, i know that. Yeah, what's your name?"
Melani kembali duduk dan menempel dengan Liana. Ia senang karena mendapat teman, dan lagi ia tak perlu setiap waktu kewalahan mengurus Ken, karena sekarang sudah ada Liana yang akan membantu mengurusnya.
Namun, Liana yang tidak bisa Bahasa Inggris itu sedikit kebingungan. Tapi what's your name mungkin ia agak tahu apa artinya.
"L-Liana." Jawab Liana ragu. Kemudian Melani kembali bertanya lagi.
"Your age?"
"Age ... Age ... Age miracle!"
Liana berpikir keras, your artinya kamu, tapi age? Liana tak tahu apa artinya, tapi ia pernah mendengarnya pada cuplikan iklan dan bunyinya kurang lebih seperti itu.
"Hah?"
Melani kebingungan dan lantas menoleh ke arah Barra yang kini sedang ternganga. Dari reaksi keduanya, Liana bisa menebak kalau jawaban yang ia lontarkan adalah salah. Liana sungguh malu, ia segera mengakui bahwa dirinya tidak bisa Bahasa Inggris.
"A-aku tidak bisa Bahasa Inggris." Ujar Liana sedikit menggaruk malu tengkuknya.
"Oh, maaf. Nanti akan kuajari! Berapa umurmu?" Melani kembali terlihat antusias.
"22."
Jawaban Liana membuat Melani menoleh lagi ke arah Barra. Sementara Barra, kini tengah memiringkan badan melihat Liana dengan mata lebar terbuka. Gadis kecil berkulit sawo matang dengan tinggi sekitar 140 cm itu mengaku dirinya berumur 22 tahun? Seorang kurcaci? Yang benar saja!
"Aa! Maafkan aku! Aku sudah bersikap tidak sopan kepada Kakak! Maafkan aku!" Melani segera bersimpuh kemudian mencium tangan Liana. Hal itu tentu membuat Liana sangat terkejut.
"M-melani, jangan seperti itu." Sungguh Liana merasa tak enak, ia segera membawa Melani kembali duduk di atas sofa.
"Maafkan aku Kak, aku sudah bersikap tidak sopan kepada Kakak!" Melani masih berusaha membungkuk memegang dan hendak mencium tangan Liana.
"Tidak papa, lagipula kita seumuran kan?"
Pertanyaan Liana langsung membuat Melani terdiam kaku, ia yang tadinya heboh langsung membisu seribu bahasa. Liana pun menoleh ke arah Barra.
"Melani masih berumur 14 tahun, jelas ia berbeda jauh denganmu." Tukas Barra membuat Liana langsung terkejut.
Hah? 14 tahun? Gadis itu memang lebih tinggi dari Liana, ia terlihat hampir mencapai pundak Barra yang tingginya sekitar 180 senti. Liana kira Melani berusia kisaran 18-20 tahun. Tapi, apakah iya Melani masih berusia 14 tahun?
"Apa kau bergurau kalau umurmu sudah 22 tahun?" Berbeda dengan Melani, Barra merasa kurang percaya.
"Tidak, aku jujur mengatakannya."
Mengingat Barra menunjukkan KTP nya, Liana mengeluarkan ponsel dari celana dan mengambil selembar KTP yang ia simpan di bawah softcase. Barang bukti itu pun segera ditunjukkan kepada Barra.
"Hmm ya sudahlah, lagipula tidak terlalu tua. Akan kusita ini, sebagai jaminan karena kau tinggal di tempatku." Barra mengantongi KTP milik Liana.
"K-kakak, apa aku terlihat tua?"
Melani masih terduduk kaku, gadis dengan tubuh tinggi ini memang pantas disebut lebih tua dari umurnya. Ia memiliki postur layaknya gadis SMA. Tapi tetap, Melani kan masih muda.
"Ah, tidak, tidak. Maaf karena salah mengira." Liana merasa malu, telah menyamakan dirinya yang sudah tua dengan yang muda.
"Sepertinya kita harus pindah dengan ruangan 2 kamar. Kau juga selalu mengacaukan berkas penting Daddy, Daddy akan tidur sendiri!" Ucap Barra mengalihkan pembicaraan.
"Bukan aku yang mengacaukannya! Tapi Ken! Daddy tahu sendiri kan pekerjaan Daddy jadi kacau semenjak adanya Ken di rumah ini?!" Melani kini beralih menghadap Barra.
"Kau bisa-bisanya menyalahkan anak kecil. Harusnya kau yang mengerti sendiri Melan, jaga Ken baik-baik, jangan biarkan dia bermain dengan pekerjaan Daddy!"
"Daddy tidak mengerti! Aku juga sibuk sendiri!"
Keduanya saling bertengkar dengan Liana yang dihiraukan. Tapi tunggu, tunggu, Liana masih belum paham dengan hubungan mereka. Daddy? Dan ... Anak? Bukankah pria itu seorang perjaka? Tapi kenapa dia mengaku punya anak? Hubungan apa ini? Liana tidak mengerti.
"Huh! Daddy tidak tahu karna tak pernah ikut mengurus Ken! Coba saja urus dia sekarang, aku akan pergi!"
Melani bangkit menuju pintu keluar. Sedangkan Barra, ia hanya bisa mendengus kesal sambil bersedekap tanpa mau melihat kepergian punggung anaknya.
"Aku sedari tadi masih penasaran." Ucap Liana mengalihkan perhatian Barra.
"Penasaran apa?" Tanya Barra melirik jengah.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (123)

  • avatar
    Yunitafr

    500

    19d

      0
  • avatar
    Samil edrosSamil edros

    aku suka ini

    12/08

      0
  • avatar
    ZulchiarNiro

    sangat senang

    06/08

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด