logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 6 Dilema

"Kau, membentak ku?"
Yara menjulurkan telunjuknya ke wajahnya sendiri dengan berurai air mata karena nada tinggi yang dikeluarkan Arthem kepadanya membuat hatinya sakit. Arthem yang frustasi menyeret Yara ke kamar mandi dengan paksa.
"Kau tidak ingin mengganti baju mu? baiklah aku akan membuka pakaian mu dengan tangan ku sendiri."
Namun tanpa di duga Yara menghambur kedalam pelukan Arthem dengan tangis yang semakin pecah, Yara memeluk tubuh Arthem dengan erat sambil sesekali memukuli nya.
"Kau jahat! kau putus dengan ku hanya demi seorang bocah ingusan itu, memang aku kurang apa? Aku sangat mencintaimu tapi kau lebih mencintai pekerjaan mu itu! aku membenci mu!" Hal yang sangat diluar dugaan Arthem, dalam pikirannya Yara akan melawannya dengan sekuat tenaga dan terus membangkan, tapi ternyata pikirannya salah, Yara bukannya melarikan diri tapi malah menghambur ke dalam pelukannya. Apakah ini bisa di artikan jika Yara masih mencintainya...
"Ssshh, sudah jangan menangis, maafkan aku ya... maaf kan aku sayangku..."
Arthem mencoba menenangkan Yara dengan membisikkan kata maaf, memeluk nya dengan penuh kasih sayang, penuh dengan kelembutan, namun Yara tak menggubris sedikitpun.
"Aku membenci mu tapi aku lebih benci diriku sendiri, kenapa sampai saat ini aku masih saja mencintaimu, bahkan... bahkan aku sulit untuk berhubungan dengan pria lain."
Mendengar kalimat yang terlontar indah dari bibir sang pujaan hati, membuat Arthem tersenyum bahagia. Yara yang menangis dalam pelukannya ternyata benar masih mencintainya. Arthem hanya tersenyum dalam diam hingga suara tangis Yara yang terputus-putus melemah dan terhenti karena dia kelelahan lalu tertidur dengan pakaian basah yang masih melekat di tubuhnya.
"Yara... Yara!"
Arthem mencoba membangunkannya namun saat terdengar suara nafas Yara yang teratur Arthem pun tenang, dan dilema kembali muncul di hadapannya, Yara belum memngganti bajunya yang basah kuyup, namun dia malah tertidur pulas, dikamar mandi pula.
***
Di siang Hari Draga terbangun, kemudian mandi dan pergi ke dapur untuk menikmati camilannya. Namun saat menyadari suasana rumah begitu hening Draga menjadi curiga dengan apa yang sedang di lakukan oleh Yara.
Dengan perlahan dia mengetuk Kamar tempat Yara menginap, namun karena tak ada jawaban Draga membuka pintunya dengan bantuan beberapa lembar tissue.
"Astaga Yara! kau jorok sekali ! Yara... Yara!"
Draga menggerutu dan berteriak memanggil-manggil nama Kakak sepupunya itu.
"Aku harus membeli spray anti bakteri lebih banyak."
Draga menutup kembali kamar Yara dan mencuci tangan sebanyak tujuh kali baru setelah itu dia berangkat ke supermarket membeli peralatan dan spray anti bakteri. Di supermarket Draga berkeliling cukup lama, karena banyak sekali hal yang harus dia pertimbangkan saat belanja.
Ketika tengah serius memilih barang tiba-tiba seorang gadis menabrak troli belanjaannya. Gadis itu seperti ketakutan dan tengah bersembunyi dari sesuatu. Gadis itu mengedarkan pandangannya ke kiri dan kanan lorong dan dengan masih memegangi troli belanja Draga.
Saat gadis itu menoleh ke arah belakangnya, dia baru sadar pemilik troli belanjaan itu adalah orang yang pernah menolong dia sebelumnya, senyum canggung pun melengkung dari bibir Dhandeli.
"Hay... apa kabar? apa kau berbelanja dengan istri mu?"
Draga hanya menghela nafasnya dan menatap Dhandeli dengan kesal.
"Apa tidak ada pertanyaan basa-basi yang lebih baik?"
Draga mencoba mendorong troli belanja nya namun ditahan Dhandeli.
"Apa lagi yang kau inginkan?"
Draga menatap Dhandeli tajam.
"Bantu aku..."
Dhandeli mengatupkan kedua tangannya di hadapan Draga, membuatnya tidak bisa menolak.
"Kau berhutang penjelasan padaku."
Perkataan Draga disambut baik oleh Dhandeli. Kemudian Mereka berdua berjalan dengan mendorong troli bersama.
Saat Draga melihat orang yang mengejar Dhandeli, dia membuka jaketnya dan mengenakannya pada Dhandeli, agar wajah dan pakaian Dhandeli tertutup rapi guna mengecoh para pria yang sedang panik menyisir setiap area supermarket itu, dan itu berhasil.
Mereka tiba dimeja kasir, setelah transaksi selesai Draga masih berjalan bersama Dhandeli. Mereka sempat beberapa kali bersembunyi karena hampir saja berpapasan dengan pria-pria yang mengejar Dhandeli namun Draga tampak lihai menyembunyikan diri membuat Dhandeli keluar supermarket itu dengan aman.
Dhandeli di biarkan masuk kedalam mobilnya oleh Draga lalu kemudian Draga menyusul di balik kemudi dan mulai mengendarai mobilnya.
"Jelaskan."
Draga tetap fokus mengemudi walau raut penasaran tidak lepas dari wajahnya.
"Aku, aku sebenarnya juga tidak mengerti mengapa orang-orang itu mengejar ku seperti buruan mereka, biasanya aku bersama seorang bodyguard, tapi hari ini dia izin pergi dan aku tidak mungkin melarangnya." Jelas Dhandeli dengan jujur karena memang Arthem meminta izin padanya hari ini untuk urusan pribadi.
"Apa kau dari keluarga politisi?"
Draga penasaran dengan latar belakang gadis disampingnya itu.
"Mungkin... tapi satu hal yang pasti, aku tidak suka kehidupan yang diberikan ayahku."
Dengan senyum masam Dhandeli menatap Draga.
"Baiklah aku tidak akan bertanya lebih jauh, Dan sekarang kau mau kemana?" Draga berhenti bertanya karena dia menyadari ketidak sopanannya sebagai orang luar.
"Aku sudah membeli rumah mungil di pinggiran kota tak jauh dari sini." Dengan penuh semangat Dhandeli menunjukan alamat rumahnya pada Draga.
"Dimana itu?" Draga kembali memastikan apa dia salah lihat atau tidak dengan bertanya kembali pada Dhan.
"Farm House blok. 01 No. 11" Dhandeli pun menyebutkan alamat rumahnya dengan lantang.
"Apa?"
Draga terkejut karena rumah Dhandeli bersebrangan dengan rumahnya.
"Kenapa?"
Dhandeli terlihat bingung dengan reaksi Draga, namu kemudian Draga terdiam.
"Kalau kau tidak tahu, tidak apa-apa, aku bisa pergi sendiri." Dhandeli kembali berucap tak memaksa.
"Aku akan mengantar mu, jadi diam lah."
Dhandeli pun langsung terdiam tanpa kata, dan hanya menatap keluar jendela mobil.
***
Siang hari menjelang Yara yang tertidur karena demam terkejut, karena saat terbangun dia sudah di atas ranjang. Dia mencoba bangun dan mengumpulkan kesadarannya, namun saat dia tersadar, dia melihat seorang pria yang tertidur dengan posisi duduk di sampingnya dan tangan besar pria itu menyentuh kepalanya seolah sudah cukup lama dia mengelus-elus rambut Yara.
Yara mulai mengingat ingat kejadian sebelum dia jatuh tertidur, dan betapa terkejutnya dia saat mengingat pakaian yang dia kenakan sebelumnya berbeda dengan pakaian dia saat ini.
"Ini kemeja siapa? Ah! tidak mungkin kan...! astaga...! Yara bodoh!"
Yara terlihat frustasi dengan memukul mukul bantal dan membenamkan wajahnya di sana sambil terus meracau.
"Berisik sekali."
Arthem terbangun, dia hanya mengenakan kaos hitam tanpa lengan dengan celana jeans panjang.
"Ya! kenapa kau menyentuh ku!"
Yara tiba-tiba menyerang Arthem dengan bantal berkali kali dan Arthem mencoba menghentikannya.
"Hey! aku tidak melakukan apapun padamu! jadi tenanglah."
Arthem bangkit lalu berlutut di lantai sedangkan Yara masih terduduk di atas ranjang.
"Dimana pakaian ku? lalu ini pakaian siapa?"
"Pakaian mu sedang di laundry dan itu adalah kemeja ku, dan aku sarankan kau jangan turun dari ranjang karena..."
Arthem tidak bisa melanjutkan kalimatnya karena Yara sudah turun dari ranjang dan memperlihatkan keseluruhan kaki jenjangnya.
"Apa, jadi kau... kau melihat semuanya?"
wajah Yara memerah malu dan menatap tubuhnya dari atas sampai bawah, dia hanya mengenakan kemeja putih Arthem dan pakaian dalam selain itu tidak ada lagi.
"Aku tidak berani membuka pakaian dalam mu, itu sebaiknya kau ganti sendiri, aku sudah minta tolong seseorang untuk membelikannya saat kau tertidur."
Dengan canggung Arthem menyerahkan paper bag yang ada di meja kepada Yara.
Yara menerima dengan ragu-ragu. Pintu kamar berbunyi Arthem bangkit dari duduknya dan bergegas menuju pintu. Ternyata bagian laundry yang datang mengantarkan pakaian Yara.
"Ini pakaian mu sudah selesai di laundry, ganti pakaian mu segera jika kau tidak nyaman, aku akan menunggu di luar."
Arthem dengan bijak segera meninggalkan Yara di kamar hotel sendirian.
Beberapa menit berlalu Yara telah selesai mengganti pakaian dengan yang sebelumnya namun tanpa outer, hanya dress panjang hijau tosca yang memperlihatkan punggung mulusnya yang dia kenakan.
Saat Yara selesai dia tidak keluar dari kamar hotel, hanya berdiri di balkon memandangi area persawahan dan pegunungan di depannya. Karena melamun jadi dia tidak mendengar langkah Arthem.
"Cuaca memang terik tapi angin pegunungan itu dingin."
Arthem mendekat sambil mengenakan jas nya pada Yara.
"Dinginnya angin disini tidak sedingin sikap mu."
Arthem terdiam tak bisa berkomentar.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (104)

  • avatar
    Wan Wandix

    jahgejgakudna

    8d

      0
  • avatar
    SakinahImratus

    cukup bagus

    20/08

      0
  • avatar
    FarhanLambao

    kisah ini sangat seru

    18/08

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด