logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 5 Menenangkan Diri

"Tck, Tck, Tck, kau masih mencintainya tapi kenapa kau memutuskan hubungan dengannya?"
Dhandeli sangat penasaran dengan jalan cerita dari kisah cinta Arthem dan wanitanya.
"Itu karena tanggung jawab dan keluarga kami."
Arthem menjawab secara tersirat karena dia tidak ingin membahas lebih jauh.
"Oh begitu,"
Dhandeli pun seperti memahami penjelasan singkat Arthem.
"Lalu apa dia mencintai mu?" Dhandeli begitu antusias membahas mengenai kisah cinta sang bodyguard sekaligus asisten nya itu.
"Dilihat dari sikapnya kemarin, aku yakin perasaannya belum berubah." Karena Arthem tak menjawab jadi Dhan dengan instingnya menjawab pertanyaannya sendiri.
"Apa kau yakin?" Arthem pun sedikit tertarik dengan pendapat yang dilontarkan sang Nona.
"Tentu, itu sangat terlihat jelas dari cara dia menatapmu dan bahasa tubuhnya, kenapa kau bertanya seperti itu?"
Arthem bingung di bagian mana yang membuat Dhandeli yakin bahwa Yara masih mencintainya.
"Dia wanita yang sangat cantik, aku saja sangat terpesona saat dia membuka kemejanya itu, bahunya sungguh luar biasa apa lagi bagian dadanya, aku sungguh sangat iri, dan crop top itu sungguh sangat seksi, apa dia selebriti ?"
Dhandeli dengan polosnya mendeskripsikan bentuk tubuh Yara di depan Arthem yang wajahnya sudah memerah tak karuan dan hanya bisa diam seribu bahasa sejak tadi.
"Arthem? kau dengar aku?"
Dhandeli baru menyadari raut wajah Arthem, dan dia pun tertawa terbahak-bahak sambil menunjukkan jarinya ke wajah Arthem yang sudah semakin salah tingkah, karena dia tahu arti dari sikap dan reaksi Arthem saat ini.
"Astaga, kau memang pria normal, aku jadi penasaran apa saja yang sudah kalian lakukan selama ini."
Dhandeli masih tertawa melihat Arthem. Karena malu Arthem pun pergi meninggalkan Dhandeli di ruang tamu sendiri dengan imajinasi liarnya.
Arthem berada di ruang laundry, dia mencuci kemeja Yara dengan tangannya sendiri sambil tersenyum membayangkan betapa cantik dan elegannya Yara saat mengenakan kemeja putih polos itu.
"Apapun yang kau kenakan, kau selalu cantik."
Gumam Arthem sambil melanjutkan mengucek kemeja Yara.
***
Setelah malam panjang yang menguras hati dan pikiran, tibalah hari bersantai. Hari Jumat adalah hari dimana Draga tak bisa diganggu sampai jam 11 siang, Draga akan bangun terlambat, menikmati tidur nyenyak sepanjang pagi hingga menjelang tengah hari.
Yara yang sedang bingung hendak bagaimana menghabiskan hari akhirnya pergi Sendiri mencari udara segar, karena jika dia mengganggu Draga maka dia tidak akan diperbolehkan menginap di rumahnya lagi.
Tempat yang akan dia singgahi adalah sungai di area persawahan yang ditempuh dalam waktu dua jam perjalanan. Yara berangkat jam 5 pagi sehingga saat tiba disana dia masih bisa merasakan disambut oleh kabut dan embun pagi yang sangat menyejukkan.
Setibanya di area persawahan Yara menyusuri setiap petak sawah dengan berjalan kaki dan tanpa mengenakan alas kaki apapun. Yara di sambut hangat oleh para petani yang sedang menanam padi di setiap petakan sawah yang dilaluinya. Setelah berjalan kurang lebih 15 menit, Yara tiba di tepi sungai dengan air yang sangat jernih dan dingin. Beruntung Yara mengenakan long dress hijau toska dan sweater rajut tebal berwarna putih tulang yang sangat membuatnya terlihat cantik.
Yara duduk di atas Batu sungai yang cukup besar memejamkan matanya, menghirup udara pagi yang segar sambil mendengarkan suara riakan air sungai yang mengalir.
"Apa kau tidak takut kaki mu terluka?"
Seketika mata Yara terbuka mendengar suara yang familiar dari arah belakang, suara seorang pria dengan aroma yang sangat dia kenal.
"Arthem."
Yara menyebutkan nama Arthem tanpa menoleh kebelakang.
"Yara."
Arthem mendekati Yara yang masih terduduk kaku di batu sungai. Saat mereka berdua sudah berhadapan Arthem berlutut, mengeluarkan isi dari sebuah kotak yang dia bawa dan memasangkannya di kaki Yara. Ternyata yang Arthem bawa adalah sepatu karet berwarna putih khusus untuk melindungi kaki sampai betis.
"Pas sekali."
Arthem tersenyum lega melihat sepatu yang ia bawa sangat pas dikenakan oleh Yara.
"Sekarang kau akan aman berjalan-jalan di sini."
Arthem menatap Yara penuh kehangatan dengan senyum manis melengkung di bibirnya.
"Kau..." Yara berusaha menghindari tatapan Arthem dengan debaran kencang dalam dadanya.
"Aku slalu tau kebiasaan mu Yara, aku menduga setelah pertemuan kita kemarin malam kau akan pergi menenangkan diri, dan kau ternyata tidak berubah sedikit pun, hanya saja... berubah jauh lebih cantik."
Arthem duduk di batu sungai yang berhadapan dengan Yara dan memandanginya terang-terangan.
"Jangan membual." Yara mengalihkan pandangannya.
"Aku tidak membual." Arthem terus menatapnya intens.
"Berhenti merayu." Yara memberi tatapan tajam.
"Aku juga tidak merayu mu..." Arthem masih duduk santai sambil memperhatikan gerak gerik Yara.
"Kalau begitu silahkan pergi."
Arthem membeku, dan tak berkata apapun untuk sesaat mendengar kalimat pengusiran dari mulut Yara.
"Kau tidak merindukan ku?"
Arthem menampilkan raut wajah sedih.
"Tidak, lagi pula aku telah dibuang, untuk apa aku merindukan orang yang sudah membuang ku ."
Yara pun sudah tak tahan menahan gejolak emosinya dan bangkit dari duduknya, namun saat turun dari batu besar yang dia duduki sebelumnya kakinya terselip kerikil sehingga Yara jatuh terjerembab ke sungai, beruntung tempat Yara jatuh tinggi airnya hanya 30cm jadi dia tidak terbawa arus.
Melihat Yara terjatuh, Arthem melompat dan menghampiri Yara, mencoba membantunya berdiri dengan memegang lengannya. Namun Yara menepis tangan Arthem dan mendorong nya menjauh sambil menangis terisak.
"Aku tidak butuh bantuan mu! pergi saja kau!jangan pedulikan aku! Dasar pria brengsek! tidak punya perasaan!"
Yara berteriak sambil menangis dan duduk bersimpuh didalam air, dia masih belum mau beranjak dari tempat dia terjatuh.
"Yara, kau akan sakit jika berlama-lama di dalam air, aku akan membawamu berganti pakaian, lutut mu juga terluka."
Arthem sangat khawatir sehingga dia terlihat cukup panik saat Yara menangis.
"Sudah ku bilang, tinggalkan aku sendiri! Kau pergi saja dengan wanita baru mu itu! atau kenapa kau tidak bekerja saja sana tak usah pura-pura peduli padaku."
Kemudian Yara mencoba bangkit berdiri, namun memar pada lututnya membuatnya kesakitan dan diperparah dengan suhu dingin yang membuat tubuhnya menggigil dan mati rasa.
Arthem sudah tidak tahan dengan sikap Yara, dengan sigap dia mengangkat tubuh Yara yang basah kuyup kedalam dekapannya.
"Sebaiknya kau diam, jika kau meronta dan terus berteriak, orang-orang akan mengira aku pria cabul yang hendak meniduri mu, tapi aku sangat tidak keberatan dengan tuduhan itu."
Arthem mengancam Yara agar dia diam, dan itu berhasil. Yara diam dalam gendongan Arthem dengan wajah yang terbenam didada pria yang sudah menjadi mantan kekasihnya itu.
Arthem membawa Yara ke dalam mobilnya dan membiarkan anak buahnya yang membawa mobil Yara. Tidak ada protes sedikitpun dari mulut Yara, di sepanjang jalan dia hanya terdiam dengan sesekali masih terisak-isak dalam pelukan Arthem.
Arthem pun menjalankan mobilnya menuju penginapan terdekat tanpa ada kata-kata yang keluar dari bibirnya atau tanpa menanyakan persetujuan dari Yara.
Tiba di penginapan Arthem memarkirkan mobilnya mengambil paper bag dari kursi belakang, membuka pintu penumpang dan kembali menggendong Yara ke arah meja resepsionis.
Arthem membooking satu kamar sweet room, setelah mendapat kunci kamar dari bagian reservasi Arthem bergegas menuju kamar tersebut, agar Yara segera bisa mengganti pakaiannya dan tidak kedinginan lagi.
"ini ganti pakaian mu dulu."
Arthem menyerahkan paper bag yang tadi ia ambil dari kursi belakang.
"Ini pakaian siapa?"
Yara mengeluarkan pakaian dari dalam papper bag itu, dan bertanya dengan nada mengintimidasi penuh curiga.
"Pakaian mu."
Arthem menjawab santai tanpa memperdulikan tatapan maut wanitanya.
"Kau tidak punya pakaian ku, ini pakaian wanita itu kan?"
Yara mulai emosi kembali dan melempar pakaian tadi ke arah Arthem.
"Sebaiknya kau ganti pakaian mu dulu jika tidak nanti kau demam, setelah itu baru kita bicara."
Arthem mencoba membujuk Yara tanpa menggubris sikap tantrumnya.
"Tidak! aku tidak mau!" Yara tak bergeming walau bibirnya sudah membiru dan tubuhnya menggigil.
"Jangan keras kepala Yara, ganti pakaian mu sekarang." Arthem mulai kehabisan kesabarannya.
"Aku tidak sudi mengenakan pakaian bekas wanita lain." Yara kembali berteriak histeris.
"Yara!"
Arthem membentak Yara dengan suara menggelegar membuat Yara terkejut.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (104)

  • avatar
    Wan Wandix

    jahgejgakudna

    8d

      0
  • avatar
    SakinahImratus

    cukup bagus

    20/08

      0
  • avatar
    FarhanLambao

    kisah ini sangat seru

    18/08

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด