logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

4. Kalian Tertangkap Basah!

"Wulan?" meski sempat mendelik karena terkejut, pria bertubuh tinggi yang mengenakan Hoodie itu langsung mengenaliku.
"Ke mana aja? Lama gak ketemu." Aku langsung bergelayut manja di lengannya, seperti biasa.
Aneh. Rayyan malah menepisnya dengan ekspresi gak nyaman. Meski ia menurunkan tanganku dengan perlahan, sungguh itu cukup menoreh nyeri pada segumal daging di rongga dadaku.
"Maaf Lan, gak enak sama suamimu," tuturnya.
Jantungku seperti ditinju mendengar kalimatnya! Apa Rayyan juga tahu aku sudah menikah? Bukankah seharusnya dia yang akan jadi suamiku. Dan kami akan duduk bersama di pelaminan tahun depan?
"Bisa bicara sebentar? Ada yang ingin kupastikan." Pintaku sambil memelintir jari, kini rasanya agak sedikit canggung untuk mengatakannya.
"Tentu." Angguknya setuju.
"Bukankah Tahun depan kita akan menikah?" tanyaku. Aku masih berharap jawaban lelaki itu kali ini tak menyakitkan.
Rayyan tampak mengerutkan kening. Ia diam sejenak dan menarik napas panjang. Sementara aku, menatap pupil matanya yang hitam dengan penuh harap.
"Maaf Lan, Hubungan kita Bahkan sudah berakhir lebih dari dua tahun dan kau memutuskan untuk menikah dengannya." Rayyan menunjuk Wisnu yang kini menyusulku.
Sungguh jawaban Rayyan yang di luar Prediksi ini membuat kakiku lemas. Tubuhku luruh bagai hilang keseimbangan. Tapi, Wisnu yang tiba dengan cepat menangkapku. 
Jadi, apa semua ini benar? Aku amnesia dan sudah menikahi lelaki yang sama sekali gak kukenal.
"Apa Wulan Sakit lagi?" Kali ini Rayyan mengajukan pertanyaan pada Wisnu.
Wisnu hanya menanggapinya dengan anggukan dan ekspresi yang datar.
Apa yang dikatakan Rayyan? Aku sakit lagi? Sakit yang bagaimana maksudnya? Aku tak pernah sakit dan gak sedang sakit.
Mereka membuatku semakin bingung. Beberapa pasang mata juga menyaksikan kami dengan ekspresi yang sulit ditebak. Wisnu dan Rayyan pasti malu karena ulahku ini.
"Kita pulang sekarang," pintaku pada Wisnu akhirnya.
***
"Aku mau ke rumah. Bukan pulang ke sini!" teriakku pada Wisnu, saat kami tiba di apartemen.
Sepanjang perjalanan tadi aku sudah memohon padanya agar mengantarku ke rumah saja. Aku gak mau seatap dengan orang yang jelas asing bagiku.
"Iya, besok Abang antar ke rumah Bunda. Sekarang beliau sudah istirahat. Kasihan kan?" Ia berusaha membujukku.
Aku tak ingin menanggapi. Kubanting pintu kamar kemudian menguncinya dari dalam. Perasaan sesak membuncah di ujung tenggorokan. Kesal. Harusnya, jika benar ia suamiku, hal sepele begini saja pasti ia turuti. Bukannya menahanku terus-terusan untuk tetap tinggal dengannya. Ah. Entahlah, aku benar atau salah dalam hal ini. Aku hanya ingin bersama Bunda sekarang.
Saat-saat seperti ini, aku hanya menginginkan Bunda. Aku mau mendengar semua penjelasan ini dari mulutnya.
Kukeluarkan ponsel dari tas. Jam digitalnya menunjukkan pukul 21.15.
"Bunda pasti sudah tidur," gumamku.
Kuhempaskan tubuh di atas kasur sebelum memeriksa sebuah pesan yang berada di bagian atas layar.
[Lan. Ada drakor baru yang lagi hits dan seru. Coba nonton deh, katanya di adaptasi dari komik di webtoon]
Itu pesan dari Vina. Teman satu kantor dulu. Ia memang selalu merekomendasikan drama-drama seru padaku.
[Bener nih? OTW nonton]
Kukirim pesan balasan padanya. Berikutnya, kubuka aplikasi video streaming.
Dua jam setelahnya aku kembali memijat layar ponsel, mengirimi Vina pesan lagi.
[Baru dua episode Vin. Penasaran]
[Baca komiknya dulu gih, meski agak beda alurnya tapi, masih seru]
Balasnya.
Sambil mengistal aplikasi yang Vina maksud. Aku mengendap keluar kamar. Perutku keroncongan, menagih jatah jika diajak begadang. Sepertinya mie rebus solusi terbaik saat ini.
Ruang tengah hening. Wisnu tampaknya sudah tidur. Syukurlah. Aku masih malas melihat wajahnya. Mie yang sudah matang kubawa ke sofa dan menikmatinya sambil membaca komik.
Komik yang di maksud Vina hanya kubaca sebagian. Ada satu judul lain yang membuatku tertarik saat membaca bagian Blurb-nya.
Hingga pukul tiga pagi, tepat saat pengisi daya ponselku juga lowbatt.  Aku menghentikan kegiatan membaca dengan tangan gemetar. Hal yang terjadi pada kehidupanku sekarang, sama persis dengan yang dialami tokoh Amelie pada komik berjudul iMarried itu.
Apa mungkin ini? Mereka melakukan hal sama padaku hanya demi sebuah program tayangan? Kepalaku berdenyut, dadaku mulai kembali sesak.
Dan detik berikutnya pintu kamar Wisnu terbuka.
"Lan. Sudah bangun? Atau belum tidur? matamu menghitam begitu. Lucu seperti Panda."  ia terkekeh sungguh gak lucu.
Aku balas memelototinya. Meski geram setengah mati, aku sebisa mungkin menahan diri. Apa kau terinspirasi dari komik itu Wisnu? Dan mulai memanipulasi kehidupanku sedemikian rupa? Agar aku percaya bahwa aku ini istrimu dan setelah itu mengakhiri semuanya.
"Eh,  maaf gak lucu ya." Mungkin karena ekspresiku ia menginterupsi.
Wisnu berjalan dengan gontai kemudian ikut duduk di sampingku. "Kamu sedang ngejar deadline? Sampe begadang gini?"
Aku gak menanggapi pertanyaannya. Tapi malah mengajukan pertanyaan.
"Selama ini aku gak tau, kamu kerja apa Bang?" kuusahakan ekspresiku senormal mungkin. Padahal hatiku sudah panas menahan marah.
"Aku seorang content creator di perusahaan keluarga," sahut Wisnu santai.
Lagi. Ini kedua kalinya jantungku seperti ditinju! Terjawab sudah prasangka ini. Mereka sungguh mempermainkan hidupku rupanya. Bunda serta Rayyan pasti ikut terlibat. Mereka harus menjelaskan semua ini nanti padaku.
Pagi yang masih berkabut, ketika matahari masih khusuk di ufuk timur. Sudah kupintai Wisnu mengantarku ke rumah. Bunda yang bingung dengan kedatanganku, hanya kutanggapi dengan senyuman.
"Inu sekalian sarapan di sini ya," pinta Bunda saat Wisnu pamit pulang.
Mau gak mau pria bermata sipit itu menurut. Aku mendesah pelan. Beberapa kali pertemuan mereka sudah persis menantu dan mertua sungguhan. 
Nikmati saja dulu, setelah ketahuan nanti akting kalian itu akan berakhir. Aku membatin persis seperti tokoh antagonis.
"Ayo Lan, bantu Bunda masak." Bunda menarik tanganku, ia langsung membawa ke dapur.
Ini kesempatan untuk menanyakan banyak hal kepadanya. Akan aku paksa Bunda menjelaskan semuanya. Agar penderitaanku segera di akhiri.
"Bunda baru bangun jadi belum masak nasi. Kamu cuci berasnya dulu ya, biar bunda siapkan sayur dan ayamnya. Kita masak sup ayam saja, lebih praktis." Bunda membuat pembagian tugas yang langsung aku setujui.
"Nda. Ingat gak sama Rayyan." Aku langsung memulai penyelidikan.
"Iya. Bunda ingat kenapa Lan?" sahut beliau sambil mengeluarkan bahan masakan dari kulkas.
"Tadi malam Wulan ketemu sama dia," balasku cepat.
Hening. Gak ada respon dari Bunda. Aku gak memperkirakan hal ini sebelumnya.
"Ndaaa ...," panggilku pelan dengan nada panjang. Berharap ia akan tersentuh dan menjawab tanyaku.
"Iya." beliau menyahut singkat. Seakan tak mendengar  pernyataanku sebelumnya.
"Bunda ingat gak? Kapan kami putus?"
"E-em. Sekitar sebulan sebelum kamu nikah kayaknya," sahut bunda sambil mencuci potongan ayam di wastafel.
"Apa penyebabnya?"
Wanita berusia hampir setengah abad itu hanya mengangkat bahu serta menurunkannya lagi dengan cepat.
"Ambilin panci di situ lan. Isi air separo terus rebus ya. Bunda mau ke WC bentar. Mules."  titahnya sambil menunjuk kitchen kabinet bagian pojok bawah.
Menginterogasi Bunda ternyata gak semudah yang kubayangkan. Beliau sepertinya berpura-pura gak tahu.
Atau bisa saja ia sengaja tutup mulut. Agar semua yang mereka susun berjalan sesuai rencana.
Usai mengembuskan napas berat, aku berjongkok menarik pintu kabinet dan mengambil panci sesuai perintah bunda. Namun, saat hendak kembali menutupnya, satu kancing blusku tersangkut kemudian lepas.
Jika dibiarkan saja hal ini akan sangat memalukan. Kancing yang hilang tepat berada di bagian dada.
Peralatan menjahit setahuku ada di kamar Bunda. Setelah memungut kancing yang lepas, aku segera meninggalkan dapur.
Untungnya kali ini kamar Bunda gak dikunci. Wisnu tampaknya juga tertidur di sofa ruang tengah. Jadi, gak akan ada yang tahu aku memasuki kamar. Ini juga jadi kesempatan untuk memeriksa apa yang bunda sembunyikan tempo hari.
Kuurungkan niat mencari alat jahit, saat sebuah laptop yang masih menyala di atas nakas membuatku terpengarah.
Mulut yang ternganga kututup dengan kedua tangan. Kakiku lemas dan gak mampu menahan bobot tubuhku lagi. Aku ambruk di lantai.
Asumsiku benar selama ini. Mereka sedang mempermainkan hidupku. Aku sudah melihat buktinya. Laptop di kamar Bunda menunjukkan setiap sisi dan sudut ruang apartemen. Kecuali kamar mandi.
Jadi pertanyaan aneh bunda tentang di mana aku mengganti baju kemarin, inilah alasannya. Mereka mengawasiku dengan kamera pengawas yang terhubung dengan Bunda.  Sudah pasti juga ada satu lagi yang dimiliki perusahaan Wisnu. Ini sungguh keterlaluan.
Terdengar pintu dibuka dengan kencang. Bunda dan Wisnu masuk bersamaan dan mereka terkejut melihatku yang bersimpuh di lantai.
Dengan dada bergemuruh serta amarah yang sudah di ubun-ubun kutatap nyalang keduanya.
 "Kalian sudah tertangkap basah!"  lirihku.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (20)

  • avatar
    Juarnhy Kase

    Ceritanyq sangat bagus

    6d

      0
  • avatar
    NinaNina

    bagus sekali ceritanya

    05/07

      0
  • avatar
    Qaisara Arshad

    best😻

    04/07

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด