logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 7 BAGIAN ENAM

Genta dengan senyum yang mengembang langsung memarkirkan motornya di parkiran gedung kuliah Ayra. Beberapa kali dia memperhatikan gadis itu masuk ke gedung ini dengan menenteng beberapa buku, maka ia yakin kalau di sinilah Ayra berkuliah. Gedung yang cukup tinggi, karena memang gedung-gedung di kampusnya setinggi ini. Genta menengok di jam tangannya, jam menunjukkan pukul setengah empat sore.
“Sayang pasti belum pulang,” gumamnya.
Kenapa dia bisa mengetahui jadwal kuliahnya Ayra? Silakan terka dan simpulkan sendiri bagaimana kerennya seorang Genta. Ia tersenyum saat fakta itu memutar lagi di memorinya. Lucu sekaligus menegangkan, dia berhasil mengancam salah satu teman kelas Ayra yang sedikit lemah menurutnya dan meminta jadwal kelas gadis itu. Jahat memang, tapi ia anggap kalau ini adalah bagian dari usahanya untuk mendapatkan Ayra.
“Enggak sabar ketemu Sayang.”
Genta berjalan santai memasuki gedung menjulang ini. Beberapa mahasiswa yang kenal dengannya menyapanya, ada yang kenal karena satu kelompok saat PKK Universitas maupun Fakultas, ada juga temannya yang satu organisasi, selain itu ada juga yang tidak ia kenal, tetapi mereka menyapanya. Untuk bagian yang terakhir itu banyak dilakukan oleh perempuan. Genta menyadari bahwa dirinya terlalu keren dan pantas untuk terkenal memang.
Tinggi seratus delapan puluh sentimeter, hidung mancung, bulu mata dan alis tebal, juga memiliki mata yang teduh dan dalam sudah cukup untuk menjadi alasan para perempuan menyukainya, ‘kan? Terlebih di gedung PKM kemarin ia sempat membuat perhatian tersorot padanya saat menyanyikan sebuah lagu untuk Ayra. Harusnya Ayra sadar kalau gadis itu sedang didekati oleh lelaki seluar biasa dirinya.
“Gila, gue keren banget memang!” seru Genta saat tidak sengaja ia melewati cermin yang memang jadi fasilitas tiap lantai di kampusnya. Berkaca sebentar untuk memastikan penampilannya tidak membuat Ayra ingin menonjoknya.
Setelah selesai memastikan dirinya sudah rapi, Genta berjalan lagi dengan memperhatikan orang-orang di sekitarnya. Berharap sosok Ayra akan segera tertangkap oleh kornea matanya.
“Eh, aduh!” ringis Genta, akibat dari kelakuannya yang berjalan sambil plangak-plongok, akhirnya dia menabrak seseorang. “Maaf, Kak, maaf …,” sambungnya seraya memperhatikan perempuan yang barusan ditabraknya. Sepertinya kenal.
“Kenapa?” tanya perempuan itu, sedikit sinis menurut Genta.
“Kak Lana, ya?” tanya Genta. “Temannya Kak Ayra?” tanyanya lagi. Sengaja memanggil Ayra dengan panggilan kakak supaya gadis itu tidak harus diberondongi pertanyaan dengan temannya. Ia tahu bahwa Lana adalah temannya Ayra karena beberapa kali sempat melihat postingan dan story instagram mereka berdua. Iya, Genta sudah memfollow semuanya.
Lana mengangguk, “Iya, kenapa? Ada urusan apa sama Ayra?” tanyanya.
Genta tersenyum, “Kak Ayranya ada di mana, Kak? Dia enggak barengan sama lo?” tanyanya.
Lana menggeleng, “Dia pulang duluan,” infonya. “Anak itu mana mau diantar-antar, dia sukanya jalan kaki sampai gempor,” omelnya.
“Biasanya Kak Ayra lewat mana, Kak?”
“Lo pikir gue tahu?” tanya Lana sinis. “Pokoknya dia jalan kaki … dah, ah, duluan!” Ia pergi meninggalkan Genta yang baru saja membuka mulutnya.
Genta mencebik kesal, ia gagal menemui pujaan hatinya hari ini. Atas info yang baru saja didapatkannya dari Lana, maka dia lebih memilih untuk menyusul Ayra dengan berjalan kaki. Terserahlah langkah kaki akan membawanya ke mana, yang jelas dia akan selalu berusaha. Lebay memang, ya, namanya juga sudah cinta.
“KAMU, KALIAN ENGGAK PERLU MENCARI SAYA!”
Langkah kaki Genta berhenti saat mendengarkan teriakan itu. Saat ini posisinya ada di jalan yang cukup sepi, walau masih ada seorang atau dua orang mahasiswa yang lewat. Ia mencoba menajamkan telinganya demi mendengarkan suara itu lagi. Dia sepertinya mengenalnya, walau terdengar pelan dan sayup-sayup. Genta bersyukur karena Tuhan memberikannya telinga dengan pendengaran yang tajam.
“Adreena!”
“Lepas, Jack!”
“PULANG!”
Genta tersentak saat mendengarkan bentakan itu. Tidak salah lagi, suara itu ada di dekat sini. Kemungkinan terbesarnya ada di jalan sempit di samping jalan utama yang sedang dia lewati. Dan kemungkinan yang paling mungkin pemilik suara itu adalah … Ayra dan seseorang yang jelas sedang mengancam keselamatannya.
***
Ayra tersedak air matanya sendiri, “Jack …, saya mohon … biarkan saya bebas …,” lirihnya.
Jack tertawa keras, “Sayang …, kamu harus tahu kalau hargamu itu mahal jika dijual, mana mungkin kamu dilepaskan dan dibiarkan bebas, ‘kan?” pujuknya.
Ayra memilih menyentak tangannya hingga bisa terlepas dari cengkeraman Jack. Saat sudah terlepas dia buru-buru berlari menjauhi laki-laki itu. Walau dengan langkah yang terseok ia tetap mencoba, tak ingin dirinya tertangkap lagi.
“AHH!” pekik Ayra saat kakinya berhasil dicegal oleh Jack hingga dia terjatuh. Beberapa kerikil di jalan itu berhasil membuat beberapa sendinya sakit. Sikunya sudah berdarah dan ia yakin banyak bagian dari tubuhnya yang juga berdarah. Dan untuk hatinya … luka, tapi tak berdarah.
“ANAK SIAL!” umpat Jack yang sudah menahan kaki Ayra. “APA SUSAHNYA NURUT SAMA ORANG TUA, HAH?” semburnya.
Ayra meludahi Jack, “KAMU BUKAN ORANG TUA SAYA!” serunya.
Jack mendekati wajah Ayra dan menekan wajah gadis itu dengan tangannya. “Kamu cuma tinggal ikut saya dan pulang, kamu akan bahagia, saya dan ibumu juga akan bahagia. Ayolah …, kamu bisa membahagiakan orang tua kamu!” serunya.
Ayra menggeleng, walau terlihat semakin lemah. “Eng … gak …,” lirihnya. “Sa … ya … eng … gak … mau!”
Jack menyentak tangan Ayra lagi. “BERDIRI!” titahnya. “BERDIRI, HEH!” sambungnya saat gadis itu tak juga mengikuti kemauannya.
“Lepas … kan saya …, Jack!”
“BERDIRI, ADREENA!”
Ayra hanya menggeleng, “Saya cap- ….”
“BER- ….”
BUGH!
Sebongkah kayu memukul tengkuk Jack hingga membuatnya terhuyung ke depan dan kepalanya pening seketika. Ia menoleh demi mencari sumber yang baru saja membuat pundak dan lehernya sakit. Anak laki-laki yang memakai seragam hitam putih sedang membantu Ayra berdiri. Anak laki-laki itulah yang tadi memukulnya.
Dia menajamkan matanya untuk memperhatikan betapa romantisnya anak ingusan itu merangkul dan membersihkan bagian tubuh Ayra yang kotor. Jack meludah ke samping, antara jijik dan kesal sebab ada-ada saja orang yang menjadi pengganggu dalam rencananya.
PROK PROK PROK!
Jack bertepuk tangan dengan dramatis, “Jadi, anak gadisku sudah memiliki seorang kekasih yang siap sedia menyelamatkannya …,” ucapnya. “Mari kenalan dengan calon mertuamu, anak muda,” sapanya seraya berjalan mendekati mereka berdua.
Ayra yang sudah berdiri Genta sembunyikan di balik punggungnya. “Gue udah kenal sama lo, nama lo Jack dan lo baru aja menyiksa anak gadis lo,” balasnya sinis. “Dan gue pikir seorang Bapak enggak bakal tega buat nyiksa anak gadisnya, itu kalau lo benar-benar bapaknya Ayra.”
“WOW!” Jack pura-pura terperangah. “Calon menantuku ternyata mempunyai mental yang keras juga, ya …,” desisnya. “SERAHKAN ADREEN SEKARANG!” titahnya dengan cepat merengsek ke depan.
Genta yang sudah membaca pergerakkan Jack, langsung mundur ke belakang dengan rapi dan tanpa menjatuhkan Ayra. Sekarang dia bersyukur karena dulu Bapak memaksanya untuk mengikuti beladiri Tae Kwondo sampai sabuk hitam. Sekarang ilmu itu berguna.
“Pintar!” seru Jack dengan berusaha melayangkan tinju jarak dekatnya kepada Genta.
Genta yang lagi-lagi sudah membaca langsung menggeser ke samping seraya menarik Ayra. “Jangan pernah lepaskan pinggang gue, Sayang,” bisiknya pada Ayra. Jelas gadis itu tampak ketakutan sekali.
BUGH!
Namun telak, karena bisikkannya pada Ayra membuat Genta kecolongan membaca tinju susulan yang Jack layangkan. Tinju itu berhasil menyentuh dada kirinya. Walau sederhana dan tanpa teknik, tinju yang diberikan Jack cukup sakit karena memakai kekuatan penuh.
BUGH!
Saat Genta berpikir untuk memberikan serangan, ternyata Jack berhasil mencuri satu tinju lagi di bagian perutnya. Kejadian tersebut langsung membuat Ayra menjerit, walau teredam. Ia merasakan bahwa Genta terhuyung ke belakang dan rangkulannya nyaris lepas kalau tidak Ayra mengeratkan pegangannya.
Genta langsung melayangkan tendangannya ke selangkangan Jack dan itu telak, langsung membuat laki-laki bertubuh kekar itu berteriak marah dan secara brutal memberikan serangannya pada Genta tanpa henti. Beberapa kali ia berhasil mengelak, tetapi beberapa kali juga pukulan Jack berhasil meremukkan bagian tubuhnya.
Ia membawa Genta maju dan melepaskan Ayra. Jack menarik kerah kemeja putih laki-laki yang baru saja melawannya itu. Kemudian, meludahi wajah Genta dengan air liurnya. Setelah itu, dia berikan pukulan berkali-kali pada laki-laki itu. Tidak peduli dengan teriakan Ayra dan tidak peduli juga pada darah yang sudah merembes dari hidung Genta.
“MATI KAU!” teriak Jack marah.
Sementara Genta sudah kewalahan, dia tidak memiliki persiapan apa-apa untuk melawan. Lagipula terakhir kali ia latihan Tae Kwondo adalah saat semester satu kelas dua belas. Sekarang ia menyadari kalau semua ilmu itu harus dilatih. Dan menyesal bukanlah hal yang tepat untuk dilakukan sekarang ini.
Genta masih sempat meludahkan wajah Jack, memberi pembalasan atas apa yang tadi sempat laki-laki menyeramkan itu lakukan. “Mati kata lo? Lo pikir lo itu Tuhan?” cecarnya.
“JACK, JANGAN!” pekik Ayra saat Jack mengeluarkan pisau dari sakunya dan berniat menusuk Ayra.
***

หนังสือแสดงความคิดเห็น (16)

  • avatar
    MaulanaArfan

    bagus skli

    19d

      0
  • avatar
    gielgalih

    good

    14/06

      0
  • avatar
    ShajoCatur

    ketegasan yg harus ditunjukkan oleh ayra,biar gak dianggap murahan pada genta yg lg bucin

    10/06

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด