logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Bab 6 | Ternyata benar dia

'kapan hari baik akan datang?' batin Zheyya sambil menadah tetesan air hujan di telapak tangannya. Gerimis siang itu cukup membuat Zheyya takut, dan bersembunyi di bawah halte sekolah, sekadar ikut berteduh bukan untuk menunggu angkot atau jemputan.
"Mau naek angkot bareng gak?" Tanya seorang siswi sekelas Zheyya yang tak dia ingat namanya.
"Duluan aja," jawab Zheyya dengan senyum ramah.
"Kalo mao naek cepetan neng! ini angkot terahir, yang laen pada ngetem di terminal!" teriak supir angkot sambil melambai lambai pada Zheyya, tapi gadis itu menggeleng cepat.
"Dasar anak jaman sekarang naek angkot aja pilih pilih, penuh dikit kagak mau naek!" omel supir angkot sambil mendengus kesal. Zheyya menghela nafas, 'sabar' batinnya.
Zheyya melirik jam tangan digital di pergelangannya, waktu menunjukkan pukul 14:55 dan hujan semakin deras. sambil berpikir untuk menerobos hujan atau tetap menunggunya reda, Zheyya merunduk melihat baju dan sepatunya bergantian. 'besok pakai baju olahraga, tapi aku cuma punya satu sepatu' .
Tiba-tiba sebuah motor melesat di hadapannya, genangan air di pinggir jalan tumpah ke trotoar, mengguyur baju dan sepatu yang Zheyya kenakan. Seketika Zheyya membeku, merutuki siapa pun yang mengendarai motor tak tahu diri itu. Saat dia menengadah untuk melihat siapa sang pelaku, matanya malah menangkap motor CBR oren melintas di hadapannya, membonceng seorang gadis yang menempel erat di punggung si pengemudi.
'Itu motor yang semalam!' seru Zheyya dalam batin. "itu ... Kanha?" Zheyya bergumam ragu.
Meski Zheyya merasa risih melihat Kanha memakai seragam tapi tidak ada di sekolah, dia lebih merasa aneh lagi melihatnya membonceng gadis yang berbeda dengan gadis yang dikatakan pacarnya, tapi dia tidak peduli. Dia juga merasa lega bahwa dugaannya benar, bahwa yang dia pikirkan benar. Lelaki yang menolongnya semalam adalah Kanha.
'Lega? kenapa aku merasa lega?' Zheyya berpikir harus berterima kasih pada orang yang menolongnya yaitu Kanha, tapi Zheyya merasa tidak ingin untuk melakukan itu.
Muak, lega, jengkel, dan kesal! gadis itu merasa itu tak adil. seorang gadis berbaring di bangku halte tengah malam? Andai tidak ada Juna apa yang akan terjadi dengannya? Zheyya merasa campur aduk di dadanya, perasaan aneh dan mengganggu yang baru pertama kali dirasakannya.
Zheyya mengentak entakkan kakinya ke genangan air di bawahnya, sampai hujan mereda dan akhirnya berhenti. Tanpa pikir panjang Zheyya beranjak lalu pergi dari sana. Jalan cepat dan tergesa gesa, dia pun berhenti di depan sebuah warung. berdiri di pintunya, karna seluruh badannya basah kecuali kepala dan pundak.
“Permisi buk! saya mau ambil kue yang tadi pagi!" Zheyya sedikit berteriak.
“Permisi!" sekali lagi, suaranya sedikit lebih lantang.
Hening beberapa saat, seorang wanita 40an keluar dengan wajah masam sambil berjalan malas.
"Kuenya abis buk?" tanya Zheyya semringah.
Tanpa menjawab ibu itu menyodorkan nampan kosong dengan beberapa lembar uang kertas dan koin di atasnya. Zheyya mengambil nampan itu, wajahnya berbunga bunga saat menghitung uang itu. saat ibu itu akan berlalu ... "tiga puluh ribu lima ratus?" tanya Zheyya sambil menghitung kembali uang receh itu.
"Ya terus maumu berapa? kalo mau nitip ya harus dipotong! ya kali dagangan harus habis, uang pengen pol!" dengus ibu itu dengan bibir bergincunya yang dikerucutkan.
"Enak di elu ga enak di gua! gua yang jagain dagangan, lu nya nyelonong pergi!" tambah ibu itu kini dengan bola mata yang diputar naek turun.
"Gak tau malu, giliran habis situ tinggal namprak minta setoran!" Pundaknya naik turun tanda tak suka.
"Warung-warung gua!" Akhir kata yang menohok di hati Zheyya.
Gadis itu pun berlalu dengan lunglai, berjalan dengan enggan, kakinya berat dan malas untuk melangkah.
Pikirannya kosong, ia tak bisa berkata apa pun atau bahkan merasakan apa pun. Hatinya terasa baal, hal seperti itu bukan pertama kalinya dia rasakan. Dia tak ingin menangis meski sesekali dadanya terasa nyeri seperti disayat sayat. Dan perlahan mentalnya menjadi kebal? Entah mungkin hanya mati rasa karna terlalu sering terluka oleh kata-kata.
Zheyya hanya menunduk dan terus berjalan, menggenggam uang receh yang digulung gulung olehnya. saat keringat di telapak tangannya membasahi uang itu, ia memasukkan uang itu ke dalam ranselnya lantaran saku baju dan celananya basah.
Blet ... Tak!
Tetiba kakinya menendang sesuatu hingga terlempar. Saat dia melihat apa itu, senyumnya datang lagi. Sebuah mobil mainan berwarna merah. “Azhar!” serunya spontan, lalu memungut mainan itu. Suasana hatinya naik drastis, senyum semringah melengkungkan kedua sudut bibirnya. Dengan semangat Zheyya berjalan pulang.
“Assalamualaikum! Ma? Mama?” Zheyya menerobos masuk setelah membuka sepatu dan melempar tasnya ke sofa yang penuh tambalan. Tapi tak ada seorang pun menyahut.
“Mama?” Sekali lagi Zheyya berteriak memanggil mamanya.
“Mama ga ada, lagi nyetrika di rumah bu Rw,” sahut seorang pria yang sedang tiduran sambil memainkan ponselnya di pintu kamar Zheyya.
“Kaka? Azhar mana?” tanya Zheyya ke lelaki yang ia panggil kakak itu.
“Tidur! Jangan berisik,” jawabnya.
Zheyya melangkahi kakaknya itu dan menghampiri adiknya yang sedang terlelap di kamarnya. Mencium kening bayi itu lembut, lalu meletakkan mainan yang ia pungut di sampingnya.
“Bayi lucu, aka punya mainan buat kamu ....“ bisik Zheyya, lalu berbaring di samping adiknya itu. Gadis itu perlahan terlelap dengan jari telunjuknya yang diselipkan di kepalan tangan bayi mungil itu.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (48)

  • avatar
    maisacinta

    keren sekali

    24d

      0
  • avatar
    JoniMarjo

    amazing

    12/08

      0
  • avatar
    BeatrizSamara

    bomm

    06/08

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด