logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 3 Makan Malam

Ruang makan kini dipenuhi bunyi sendok yang saling bersahutan. Osvaldo, Katrin, Gavin, dan Aileen kini tengah asik melahap makanan masing-masing.
"Ini pertama kali kalian bertemu, Papi harap kamu bisa bekerja sama bareng Aileen," Gavin tidak mengindahkan ucapan Valdo, ia terus melahap makanannya dalam diam.
"Jangan bersikap kasar, jangan buat kesalahan yang kamu lakukan pada Andrella terulang lagi." pergerakan Gavin terhenti, begitu juga dengan Katrin. Detik selanjutnya, suara bising kursi yang disentak kasar kebelakang langsung memekik telinga, Aileen kebingungan dengan situasi yang tiba-tiba menjadi mencekam.
"Jangan ungkit-ungkit Mama! Sadar diri, Papi yang jadi bajingan disini." tukas Gavin, pria itu berlalu dengan amarah.
Aileen duduk dengan kaku ditempatnya, ia sama sekali tidak mengerti dengan apa yang sedang terjadi saat ini.
"Mas, jangan terlalu keras, kasihan Gavin," tegur Katrin pada suaminya.
"Aileen, suruh mbok beresin meja," titah Katrin sengaja agar Aileen bisa beranjak dari situ, Aileen langsung menuju dapur, ia juga tidak ingin ikut campur dengan urusan rumah tangga ini.
Setelah memberi tahu mbok Irma agar segera ke ruang makan, Aileen keluar menuju taman yang ada tepat disamping rumah, ia duduk dipinggiran kolam renang dengan kaki didalam air.
"Papa, Mama, Ay kangen kalian." ucap Aileen menatap nanar langit malam yang dipenuhi bintang.
"Sekarang Ay udah semester lima, gak terasa udah dua tahun lebih Ay kuliah. Mau tau gak, Pa, Ma? Ay jengkel banget sama pak Erlan, dia dosen paling usil di kampus!" Aileen mengadu, dia berbicara seolah kedua orangtua-nya ada didepannya saat ini.
"Tapi gak papa, Ay bakal buktiin kalo Ay bisa wisuda tahun depan, pasti." tegas Aileen menepuk kedua pundaknya menguatkan diri.
"Happy Anniversary ke 19 tahun, Papa sama Mama jangan khawatir, Paman sama Bibi baik banget, mereka mau ngerawat Ay disini, Ay janji akan lakuin yang terbaik buat kalian semua." tanpa sadar air mata mengalir dikedua pipinya, dengan segera ia menghapus jejak itu, dia sudah berjanji untuk tidak mudah menangis. Aileen bangkit dari duduknya, ia berjalan tertatih menjauhi kolam renang.
Deg!
Langkahnya terhenti saat matanya mendapati seseorang duduk dengan santai dikursi taman yang letaknya tidak terlalu jauh dari kolam renang.
"G-Gavin?" gagap Aileen, ia mendekati kursi itu guna memastikan bahwa yang ia lihat benar-benar manusia, pasalnya, Gavin kini juga menatapnya, namun dengan tatapan datar dan wajah yang seperti tadi waktu di bandara, pucat.
"Siapa yang ngizinin lo duduk?" suara berat Gavin terdengar saat Aileen mendaratkan bokongnya disamping pria itu, suara itu sangat berbeda dengan yang Aileen dengar waktu di bandara dan dimeja makan tadi.
"Kamu abis nangis?" tanya Aileen, ia mendekati wajah Gavin, menelisik mata pria didepannya itu. "Ehem," Aileen berdehem dan dengan cepat menarik badannya, ia menetralkan napasnya yang memburu, dia salah tingkah sendiri.
"Cengeng banget," gumam Aileen saat berhasil tahu Gavin baru saja selesai menitihkan air mata.
"Mending lo diem." Aileen mencibirkan bibirnya dan mengatup mulut rapat-rapat.
"Aku gak tau apa masalah yang kamu hadapi, masing-masing kita punya masalah dalam ngejalanin hidup, tapi jangan sampe berlebihan sama orangtua, mereka udah sangat berjasa semenjak kita lahir, masa balesannya gak setimpal," ujar Aileen. "Kamu bisa teriak dimanapun buat lampiasin emosi, tapi jangan sekali-kali ngebentak orangtua kayak tadi," lanjutnya.
"Vin kamu denger gak, sih-" Aileen terdiam saat menoleh kesamping, Gavin menyumbat telinga dengan headset, bahkan kini pria itu tengah tertidur dengan posisi duduk.
"DASAR KEBO GANTENG!" seru Aileen dan segera berlalu meninggalkan Gavin sendiri.
"Aileen, kamu dari mana saja? Pantesan Bibi cariin di kamar gak ada," langkah jengkel Aileen terhenti saat baru mau menaiki anak tangga.
"Eh, Bibi. Tadi Ay lagi di taman, ada apa?" tanya Aieen.
"Itu ponsel kamu nyala terus karena panggilan masuk dari-" Katrin menggantung ucapannya dan seperti mengingat-ngingat sesuatu, Aileen setia menunggu, "Kalo gak salah, nama kontaknya Mr. Killer-"
"HAH?!" Katrin tersentak ditempatnya saat Aileen tiba-tiba berteriak.
"Shut, Paman kamu baru aja tidur," Aileen mendekap mulutnya dengan kedua tangannya dan berjalan seperti maling menuju ruang tengah tempat ponselnya berada, Katrin menggeleng-gelengkan kepalanya heran.
"Bibi, Aileen bakalan mati, beneran deh," gumamnya dengan tatapan mengarah kelayar ponsel, 8 panggilan suara tak terjawab dan 3 pesan belum dibaca. "Aileen sayang Bibi, muach!" setelah mencium pipi Katrin, Aileen segera menaiki tangga dengan cepat menuju kamarnya.
Sampai di kamar, Aileen cepat-cepat membuka pesan masuk itu, namum belum sempat ia membuka room chat, panggilan masuk langsung menyambutnya.
"Ha-halo, em, boleh tau ini siapa?" tanya Aileen tanpa basa-basi.
"Kamu tidak memberi salam? Kamu tau-"
"Maaf, sepertinya bapak salah sambung, deh," sela Aileen dan bersiap memutuskan sambungan sepihak.
"Aileen, saya didepan rumah kamu."
"Hah? Pak Erlan ngapain kesini? Ini udah hampir tengah malam loh, pak," pekik Aileen membuka sedikit gorden kamarnya namun tak ada siapapun diluar sana.
"Kamu pura-pura gak tau siapa yang nelpon. Mau mati muda, Aileen?" suara tenang Erlan membuat Aileen bergidik.
"Pak, Ay ngantuk, mau bobo, dadah," ucap Aileen membuat-buat kantuknya.
"Yasudah, selamat tidur." Erlan memutuskan sambungan sepihak.
"Gak ada romantis-romantisnya jadi dosen!" cibir Aileen melempar asal ponselnya dan segera tidur. Malam ini dia ingin bermimpi indah.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (50)

  • avatar
    9235Strawberry

    best

    4h

      0
  • avatar
    Ferry Kurni Awan

    oke baik

    23d

      0
  • avatar
    AinulSiti

    i like it

    16/08

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด