logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 7 Selalu Menjadi Sasaran

07
Ray sedang mencoba menenangkan Ayahnya yang sedang marah karena efek mabuk.
Davin mengamuk tanpa Ray tahu alasannya apa, Ray bahkan tidak lepas dari pukulan Davin. Dia terus menghajar Ray tanpa ampun.
Davin memberantak seisi rumah, untung Dennis sedang tidak ada di rumah karena sedang mengerjakan tugas kelompok.
Ray hanya diam saat Davin terus memukulinya. Tidak ada perlawan dari Ray, Dia menerima setiap pukulan yang Davin berikan ke tubuhnya.
Memang tidak pertama kali Ray mendapatkan hal seperti ini dari Davin. Dia sering sekali melakukannya saat merasa tertekan.
"Pergilah atau kau ingin aku membunuhmu?" ucap Davin sambil mendorong tubuh Ray
"Kenapa kau tidak pergi dariku? Bukankah aku jahat kepadamu. Perempuan itu meninggalkan mu disini saat Dia pergi dengan pria lain dan tidak kembali lagi." ucap Davin.
"Kau selalu mengingatkan ku dengan perempuan kurang ajar itu. Kenapa kau hadir dalam hidupku. Kenapa?" bentak Davin kepada Ray yang hanya diam.
Ray hanya diam sambil merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Dia tidak menjawab perkataan Davin karena pikir Ray itu hanya akan membuat Ray semakin terluka hatinya.
Setelah Davin cukup tenang dan tertidur, Ray mulai merapikan kekacauan yang Davin buat di dalam rumah.
Walau dengan tubuh yang terasa sakit Ray tetap membersihkannya sebelum Dennis pulang.
Sejenak Ray terduduk dilantai saat mengingat apa yang Davin katakan kepadanya.
Luka pada tubuhnya tidak begitu terasa sakit daripada luka dalam hatinya.
Selalu saja Davin bicara seakan akan Ray hanyalah beban untuknya dan semua yang terjadi kepadanya adalah salah Ray.
Padahal Ray tidak pernah merasa cemburu saat Davin hanya menyayangi Dennis.
Dia menangis dalam diam, semua terasa berat. Banyak pertanyaan yang terus saja ada dalam pikirannya.
Pertanyaan yang belum terjawab selama 10 tahun ini. Itu membuatnya semakin terluka saat mendengar ucapan Davin.
Ray masih duduk dan menangis dalam diam sebelum melanjutkan merapikan rumah.
Setelah merapikan rumahnya yang berantakan karena ulah Davin, Ray kemudian pergi ke tempat kerjanya.
"Ray." panggil Rangga yang melihat Ray sedang tidak baik baik saja.
"Kak-" ucap Ray sambil menahan sakitnya.
"Ada apa? Kau terluka?" ucap Rangga.
Belum juga menjawab pertanyaan Rangga, Ray terduduk karena tidak kuat menahan sakit.
"Kita ke rumah sakit." ucap Rangga.
"Tidak. Biarkan aku istirahat sebentar saja." jawab Ray.
"Sebenarnya ada apa? Apa Ayahmu yang membuatmu seperti ini lagi?" tanya Rangga.
Ray tidak menjawab pertanyaan Rangga, dia mencoba untuk memejamkan mata sambil merasakan sakitnya.
Rasanya sangat sakit. Belum juga luka kemarin sembuh Dia mendapatkan luka baru lagi dari sang Ayah.
Dennis berlari saat mendengar kabar kalau Ray terluka. Dia bahkan meninggalkan tugasnya begitu saja saat Darrel menghubunginya.
"Kakak--" panggil Dennis saat melihat Ray yang terbaring di tempat tidur rumah sakit.
Rangga membawa Ray ke rumah sakit saat Ray terus merintih kesakitan dan pingsan beberapa saat mengeluhkan perutnya yang sangat sakit.
"Tenanglah, Kakakmu baru saja tertidur." ucap Darrel.
"Kenapa bisa seperti ini?"
"Kak Rangga masih menemui dokter untuk menanyakan kondisi Ray. Tenanglah." ucap Darrel.
"Bagaimana aku bisa tenang kalau seperti ini kak. Dia selalu terluka karena ku. Aku yakin ini karenaku." ucap Dennis.
"Makakmu hanya ingin menjagamu."
"Tapi Dia mengorbankan diri untuk itu." ucap Dennis.
"Aku benar benar jahat kepadanya. Sejak dulu Dia yang ada untukku tapi apa yang aku berikan untuknya?Tidak ada." ucap Dennis, Dia sudah menangis melihat kondisi Ray yang terbaring lemah di rumah sakit.
"Aku hanya beban untuknya. Saat Ayah tidak ada Dialah yang selalu ada untukku, tapi kalau sudah seperti ini siapa yang di salahkan? Aku kak. Ini semua salahku." ucap Dennis.
"Dia bahkan tidak pernah mengeluh saat Ayah membencinya. Aku adik yang tidak berguna." Dennis merasa tidak berguna karenanya Ray selalu terluka.
"Dennis." panggil Ray lirih.
"Ray, kamu sudah sadar." ucap Darrel.
Ray mencoba untuk bangun dan menatap Dennis yang ada di sampingnya.
Ray duduk bersandar, walau perutnya masih terasa sangat sakit tapi Dia menahannya.
"Apa yang kau katakan tadi? Apa aku tidak salah dengar." ucap Ray sambil menaham sakit.
"Sudahlah Ray, sebaiknya kamu istirahat. Dennis sebaiknya kita biarkan Kakakmu istirahat." ucap Darrel.
"Tidak. Aku ingin dengar lagi apa yang sudah Dia katakan tadi. Aku disini untuknya, aku tidak pernah menyalahkan Dia sedikit pun."
"Dennis, apa aku kakak untukmu? Atau kau mengganggapku orang lain untukmu? Aku hanya ingin kau tidak merasakan apa yang aku rasakan. Kau tahu setiap kau marah kepadaku aku hanya takut kau meninggalkan ku seperti apa yang dikatakan Ayah kepadaku.Tidak--"
"Aku tidak pernah mengganggap mu sebagai bebanku. Tidak pernah sama sekali aku berpikir seperti apa yang kau bicarakan. Kau itu adik ku, tanggung jawabku. Dan akan seperti sampai kapanpun." Ray mencoba menjelaskan kepada Dennis, agar dia tidak berpikir seperti yang dikatakan tadi.
"Apa maksud kakak tentang aku akan meninggalkanmu?" tanya Dennis.
"Apa kakak seperti ini karena Ayah? Katakan kak? Apa ini ulah Ayah lagi? Kau bahkan menerima pukulan saat aku yang melakukan kesalahan dan sekarang apa Dia yang melukaimu lagi sampai seperti ini?" tanya Dennis marah.
"Dennis, Kakak--"
"Ah ya benar ini karena Ayah. Aku memang tidak pernah berguna. Aku hanya menyusahkanmu saja." ucap Dennis.
"Tidak. Ini hanya luka yang aku dapat waktu itu. Dan--"
"Ya, waktu kakak merelakan diri kakak untuk di hajar karena kesalahan yang aku buat. Bukankah aku terlihat sangat jahat kepadamu kak." ucap Dennis, Ray bahkan belum menyelesaikan ucapannya.
"Tidak. Jangan berfikir seperti itu aku mohon." ucap Ray.
"Kau segalanya untuk kakak, kau penting untuk hidup kakak."
"Entahlah kak. Aku hanya membuat luka untukmu." ucap Dennis.
Dennis pergi meninggalkan Ray dan Darrel berjalan keluar kamar rawat Ray.
Pikir Dennis, selalu saja Ray berkorban untuknya tapi apa yang bisa Dennis lakukan.
Dennis merasa tidak ada yang Dennis lakukan untuk Ray.
"Ray, kau masih lemah." Darrel mencoba menahan Ray yang mencoba bangun dari tempatnya.
"Tidak, aku harus mengejarnya." ucap Ray.
Ray mencoba mengejar Dennis yang pergi dengan perasaan marah.
Dengan rasa sakit di tubuhnya Ray tetap ingin mengejar Dennis walau Darrel mencegahnya.
Rangga yang baru tahu kalau Ray keluar dari rumah sakit segera menyusul Ray dan Darrel untuk mencari Dennis.
"Apa kau sudah gila. Harusnya kau di rumah sakit Ray." ucap Rangga.
Tanpa menjawab Ray mencoba menghubungi beberapa teman Dennis tapi Dia tidak ada di manapun.
Ray bahkan mencarinya di rumah tapi tetap tidak ada.
Sambil menahan rasa sakit, Ray mencari Dennis di tempat yang sering di datangi tapi tetap tidak ada.
Rangga terus menemani Ray, Darrel mencari Dennis sendiri ke tempat teman Dennis yang dia tahu.
Sudah hampir 3 jam Ray mencari Dennis tapi tidak ada di manapun.
Ray duduk di sebuah taman dengan Rangga yang masih menemaninya.
"Sebaiknya kita pulang." ucap Rangga.
"Tidak. Kakak pulanglah. Aku masih ingin mencarinya." ucap Ray.
"Dan meninggalkan mu dengan kondisi seperti ini. Kau ingin mati?" ucap Rangga yang kesal dengan Ray yang keras kepala.
"Aku tidak akan pulang sebelum menemukannya." ucap Ray.
Tak lama ponsel Ray berdering, tapi itu dari nomor baru.
Ray segera menjawabnya.
Telpon:
"Apa ini Ray?
"Ya, ini siapa?" tanya Ray.
"Apa kau sedang mencari Dennis. Dia sedang bersamaku, datanglah kemari." ucapnya.
"Tapi ini siapa?" tanya Ray lagi.
Setelah tahu siapa orang yang menghubunginya, Ray segera menemui orang itu yang katanya sedang bersama Dennis.
Tak membutuhkan waktu lama untuk Ray sampai di tempat yang dimaksudkan..
Dennis sedang bersama Brian, tadi Brian tidak sengaja bertemu dengan Dennis saat akan pulang.
Brian pikir Dennis ingin pulang jadi Brian ingin mengantarkannya tapi ternyata Dia menangis dan Brian mengajaknya ke sebuah tempat agar Dennis merasa tenang. Tapi sejak bertemu, Dennis tidak banyak bicara. Dia hanya diam sambil menangis.
"Dennis." panggil Ray sambil berjalan ke arah Dennis yang sedang duduk.
Dennis masih diam, Dia bahkan tidak melihat Ray yang berjalan sambil menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya.
"Dennis." panggil Ray lagi.
"Pergilah kak. Aku ingin sendiri." ucap Dennis.
"Tidak. Aku ingin kamu pulang bersamaku." ucap Ray.
"Aku ingin sendiri. Aku mohon.." ucap Dennis lagi. Dia ingin menenangkan dirinya.
"Dennis, bisa kamu mendegarkanku." ucap Ray.
"Apalagi yang harus aku dengarkan. Aku hanya beban untuk kakak, kenapa kau terus saja berkorban untukku." ucap Dennis tanpa melihat Ray.
"Karena kamu adikku. Kamu keluargaku. Saat Ayah tidak menyukaiku, aku memiliki dirimu. Kamu selalu membuatku berpikir untuk terus hidup hanya karena kamu. Sakit rasanya melihatmu menangis apalagi sakit. Lebih baik aku yang merasakan sakit daripada aku melihatmu sakit. Maafkan aku." jelas Ray.
"Tapi apa aku tidak merasa sakit saat kakak yang selalu saja menerima hukuman dari kesalahan yang tidak kakak lakukan." ucap Dennis.
"Setiap malam kakak menangis, tapi kakak tidak pernah sedikit pun mengeluhkan apa yang kakak rasakan. Rasanya sakit sekali kak. Aku terlalu takut saat ingin menghapus air mata yang mengalir dari matamu itu. Aku tidak ingin kakak merasa bersalah karena aku."
"Kakak bahkan berjuang untukku saat Ayah selalu saja menyakitimu. Aku adik yang tidak berguna." ucap Dennis.
"Tidak. Jangan bicara seperti itu, kakak mohon. Kamu segalanya untuk kakak." ucap Ray.
"Aku tahu, tapi tetap saja aku yang selalu membuat kakak terluka." ucap Dennis.
"Kita bahas ini di rumah. Sebaiknya kita pulang hmmmm--" Ray mencoba bujuk Dennis agar mau pulang bersamanya. Dia sudah tidak bisa lagi menahan rasa sakitnya.
"Tidak. Aku tidak ingin pulang. Aku ingin sendiri." ucap Dennis.
"Tolong untuk kali ini kita bahas ini dirumah. Kita pulang sekarang." ucap Ray lagi.
Ray sudah tidak tahan lagi dengan rasa sakit yang terus menusuk di perutnya.
Dia hanya ingin Dennis pulang bersamanya sekarang.
"Tidak.. kakak pulanglah. Aku masih ingin disini." ucap Dennis. Dia benar benar keras kepala.
"Aku mohon. Kita pulang. Maafkan kakak." Ray masih mencoba membujuk Dennis.
"Ahh.." rintih Ray, Dia bahkan terduduk sambil memegangi perutnya.
"Ray." panggil Rangga saat Ray merintih kesakitan. Sejak tadi Rangga hanya melihat tak jauh dari mereka berdua.
"Aku mohon. Kita pulang sekarang." ucap Ray lagi.
"Kau ingin pulang atau melihat kakak mu mati disini?" ucap Rangga yang sudah merasa sangat kesal kepada Dennis. Dia begitu keras kepala saat kondisi Ray sedang tidak baik baik saja.
"Sadarlah Dennis, Dia seperti ini untukmu dan karena dia menyayangimu. Hargai itu." ucap Rangga".
"Kau ingin tetap disini atau kau ingin melihat kakak mu menahan rasa sakitnya dan mati disini." lanjut Rangga.
"Kak sudahlah." ucap Ray. Dia mencoba menghentikan Rangga yang sedang marah kepada Dennis.
"Kalian sama egoisnya. Kalian itu memang sama. Kau juga Ray, harusnya kau tetap di rumah sakit bukan di sini." ucap Rangga.
"Kita pulang atau kau mau aku menyeret mu pergi di sini." ucap Rangga kepada Dennis.
Kalau sudah begini tidak ada yang berani membantah Rangga.
Dennis sendiri merasa bersalah kepada Ray membuatnya keluar rumah sakit demi mencarinya.
🐻
by: nyemoetdz

หนังสือแสดงความคิดเห็น (42)

  • avatar
    aisyahUmmah nurul

    Cerita nya bagus dan menarik, jangan lupa nextt ya thorr

    02/04/2022

      1
  • avatar
    Ummi Aisy Rezky

    😍😍😍😍

    29/06

      0
  • avatar
    Carissa Vania Artamevira

    seruuu bgt ray care bgt

    17/06

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด