logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Chapter 6

Selly tampak kecewa dan juga penasaran hingga membuatnya terus memandangi Amira dari balik jendela.
"Ziyan, apa itu benar? Dia itu istrimu? Wah, ternyata kamu sudah membohongiku," ucap Selly yang terlihat kecewa.
"Kamu salah paham. Dia hanya wanita yang sangat disayangi oleh Indah."
Mendengar jawaban Ziyan membuat Selly menjadi lega. Setidaknya, lelaki yang sangat dikaguminya itu masih sendiri.
"Bagaimana ceritanya sampai Indah begitu menyayanginya? Di mana kalian mengenalnya?"
"Itu karena Rina."
"Rina? Wanita berengsek itu?"
"Waktu itu, aku mengajaknya dan Indah ke restoran. Tanpa sengaja, Indah hilang. Untung saja ada Amira yang menemukannya. Gadis itu sudah melaporkan ke ruang informasi, tapi Rina malah menuduhnya sebagai penculik anak. Untung saja ada security yang menjelaskan semuanya. Indah juga tampak tenang dalam gendongannya. Putriku yang enggan dengan wanita mana pun rupanya sangat nyaman dengannya," jelas Ziyan panjang lebar.
Benar saja, Selly melihat Indah yang bermain dan tertawa bersama Amira. Dia merasa iri karena tidak sekali pun gadis kecil itu bersikap demikian terhadapnya. Walaupun dia sudah berusaha mengambil perhatiannya, tetapi selalu gagal. Dan dia sadar, Ziyan tidak mungkin menerima wanita yang tidak disukai oleh putrinya.
"Apa karena itu kamu membiarkan Indah memanggilnya Mama?"
Ziyan mengangguk. Suasana tiba-tiba hening. Perhatian keduanya kini tertuju pada Amira yang tampak tersenyum sambil bermain dengan Indah. Gadis kecil itu terlihat begitu manja padanya. Bahkan, dia tidak segan memeluk dan mencium pipi Amira seakan ingin menunjukkan kalau dia sangat menyayanginya.
"Lalu, apa yang akan kamu lakukan padanya? Apa kamu akan membiarkan Indah terus memanggilnya Mama? Sampai kapan kamu akan menipu dirimu sendiri dan juga putrimu?"
Pertanyaan Selly membuat Ziyan paham. Dia menyadari itu, tetapi dia tidak sanggup jika melihat putrinya menangis lagi karena kehilangan Amira.
"Ziyan, kamu harus bisa mengambil keputusan. Apa kamu ingin selamanya Indah memanggilnya Mama? Bagi Indah, dia seakan mendapatkan sosok ibu dari gadis itu, tapi aku tahu kamu pasti tidak mendapatkan sosok istri darinya. Dia bisa saja menerima dan menyayangi Indah, tapi bagaimana denganmu? Apa kamu bisa menerimanya sebagai istri dan juga sebaliknya? Aku mengatakan ini sebagai sahabatmu dan juga sebagai wanita yang mencintaimu." Selly terlihat sedih karena dia memang masih mengharapkan Ziyan untuk bisa menerimanya.
Ziyan terdiam dan kembali memandangi putrinya yang tampak asyik bermain. Melihatnya diam membuat Selly sedikit kecewa. "Apa kamu mulai menyukainya?"
Pertanyaan Selly membuat Ziyan memandanginya.
"Ziyan, apa kamu mulai menyukainya?" tanya Selly sekali lagi, tetapi Ziyan hanya diam. "Jadi, itu memang benar. Rupanya, kamu mulai menyukainya. Aku tidak salah ucap, kan?"
"Tidak perlu dibahas. Kamu sudah salah sangka. Dia bisa saja meraih perhatian putriku, tapi tidak denganku. Ah, sudah siang, sebaiknya kita pergi. Aku khawatir Indah akan kecewa karena kita masih duduk di sini."
Ziyan kemudian bangkit dan menuju ke halaman. Indah berlari ke arahnya. "Ayo, bergegaslah. Bukankah kita akan makan siang di luar?"
"Tidak jadi, Pa. Kita makan di rumah saja."
Ziyan menatapnya heran. "Apa Indah marah sama Papa?"
Gadis kecil itu tersenyum seraya mengecup pipi ayahnya. "Tidak, Pa. Indah tidak marah. Kita makan di rumah saja. Ayo, kita makan, Pa!"
Mereka lantas menuju ke meja makan. Ziyan mengajak Selly untuk makan siang bersama.
Bi Inah baru selesai menyiapkan makan siang dan meletakkannya di meja makan. Dia tampak tersenyum saat Selly menyapanya.
"Hallo, Bi Inah. Sudah lama aku tidak merasakan masakan Bi Inah. Aku jadi tidak sabar ingin merasakan masakan Bi Inah lagi."
"Ah, Non Selly terlalu memuji. Silakan duduk, Non!"
Selly lantas duduk. Dia tampak bersemangat saat menyendok nasi ke dalam piring. Tak lupa dengan lauk pauk yang sudah tersedia. Dia mencicipi sesendok. Matanya berbinar saat mencicipi makanan itu. "Hmm, enak, Bi!" Selly tampak tersenyum.
"Itu bukan masakan Bibi, tapi masakan Amira." Sontak, Selly terkejut, hingga terbatuk-batuk.
"Kamu kenapa, Sel?" tanya Ziyan sambil memberikannya segelas air.
Selly begitu terkejut hingga membuatnya tersedak. "Tidak apa-apa, kok," elak Selly setelah meneguk segelas air. Dia melirik Amira yang berjalan menuju dapur.
"Kamu mau ke mana?" tanya Ziyan pada Amira.
"Aku akan menemani Bi Inah makan di dapur, Pak."
"Tidak usah! Kamu makan di sini saja. Kalau tidak melihatmu, Indah pasti menangis."
"Tapi Pak ...."
"Duduklah! Jangan membantah apa yang Ziyan katakan padamu." Selly ikut menambahkan. Wajahnya terlihat cemberut, tetapi mulutnya tidak berhenti mengunyah.
Amira lantas duduk. Walau ragu, tetapi dia berusaha tenang. Bagaimanapun, dia masih menghargai Selly yang merupakan tamu dari majikannya.
"Ayo, makan!" seru Selly yang menatap Amira.
Amira lantas menyendok nasi dan beberapa lauk pauk. Dia lantas menyantapnya.
"Jadi, semua ini kamu yang memasaknya?" tanya Selly seakan kurang yakin dengan kemampuan Amira.
"Iya, tapi Bi Inah juga membantuku. Kalau rasanya kurang enak, aku minta maaf."
Selly menatap Amira yang masih menyantap makanannya. Dia tersenyum kecut. "Ah, rasanya aku akan gagal. Tak hanya cantik, rupanya gadis ini juga pandai memasak. Semua tipe yang diharapkan Ziyan ada padanya. Masakannya juga sangat lezat. Pantas saja Ziyan begitu menikmati makan siangnya. Apa yang harus aku lakukan sekarang?" batin Selly yang kini mulai kurang percaya diri.
Ziyan hanya terdiam sambil sesekali melirik ke arah dua wanita yang juga terdiam, hingga keheningan mereka terusik saat Indah tiba-tiba tersedak hingga membuatnya terbatuk-batuk.
Spontan, Amira mengelus punggungnya sembari meminumkan segelas air. "Indah tidak apa-apa, kan?" tanya Amira yang terlihat panik.
"Tidak apa-apa kok, Ma." Amira lantas memeluknya seraya mengelus punggungnya lembut.
"Mama suapi, ya?" Indah mengangguk. Amira lantas menyuapinya.
Selly yang melihat perhatian Amira pada Indah perlahan tersenyum. Dia kembali melanjutkan makannya. Begitu pun dengan Ziyan. Lelaki itu sudah terbiasa melihat putrinya disuapi oleh Amira.
Selesai makan, Ziyan mengajak Selly duduk di ruang kerjanya. Selly duduk di kursi sofa sambil menyandarkan punggungnya. "Ziyan, apa dia selalu perhatian pada Indah?"
"Apa maksud pertanyaanmu itu?"
"Aku hanya merasa kalau perhatiannya itu benar-benar tulus. Ah, kenapa aku malah menyanjungnya?" Selly terlihat kesal sendiri. "Ziyan, jangan lepaskan dia," lanjut Selly yang membuat Ziyan memandanginya.
"Apa maksudmu?"
"Gadis itu, jangan pernah lepaskan dia. Melihatnya begitu perhatian pada Indah membuatku sadar kalau dia memang pantas untuk Indah memanggilnya Mama. Dia wanita yang cocok buatmu. Wajahnya juga cantik. Ah, akhirnya aku bisa patah hati juga, tapi tidak apa asalkan kamu bersamanya. Aku rela dan aku yakin Rani juga pasti akan bahagia di sana."
Semua ucapan Selly membuat Ziyan memandanginya dengan heran. Dia juga melihat air mata wanita itu yang perlahan jatuh membasahi pipinya.
"Selly?"
"Apa? Ah, kamu sudah membuatku menangis. Harapanku untuk menjadi istrimu akhirnya gagal. Ah, tapi tak apa. Masih banyak lelaki di luar sana yang mengharapkanku menjadi istri mereka."
Selly berusaha untuk tetap tersenyum walau dia tidak bisa menahan kesedihan di hatinya. Sambil menghapus air matanya, dia berusaha tegar. Ziyan lantas mendekati dan memeluknya.
"Kalau begitu, apa boleh aku mengajaknya keluar?"
Ziyan menatap Selly seolah sedang mencari sesuatu dari ucapan gadis itu.
"Kenapa? Apa kamu pikir aku akan menjahilinya? Ziyan, aku bukan anak-anak lagi. Aku hanya ingin mengajak mereka jalan-jalan. Boleh, kan?"
"Baiklah, tapi jangan buat macam-macam padanya."
"Iya, iya! Paling aku akan menjambak rambutnya hingga botak," canda Selly yang membuat Ziyan memandanginya.
"Bercanda, kok! Aku hanya ingin mengajak mereka menemaniku belanja. Aku akan menjaga mereka. Janji!" Selly mengangkat dua jarinya di depan Ziyan seraya tersenyum.
"Baiklah."
Ziyan akhirnya luluh. Selly lantas menemui Amira di kamar Indah. Melihatnya datang, Amira bermaksud pergi, tetapi Selly menahannya.
"Aku ingin bicara sebentar denganmu. Apa kamu keberatan?"
Amira menggeleng. Mereka lantas duduk. Selly melihat Indah yang sedang bermain sendirian.
"Aku Selly, sahabat dari ibunya Indah dan juga Ziyan," ucap Selly membuka kata.
Selly menatap Amira dan dia tersenyum. "Aku senang kalau Indah menyukaimu. Padahal, dia sangat sukar didekati. Bahkan, aku sudah mencoba segala cara untuk mendekatinya, tetapi selalu gagal," jelas Selly seraya tersenyum kecut.
"Dia anak yang baik. Mungkin aku bisa dekat dengannya karena dia merindukan sosok ibunya. Aku minta maaf, karena sudah membiarkannya memanggilku Mama. Aku sudah sepakat dengan Pak Ziyan akan hal itu. Jadi, tolong jangan salah paham denganku."
Selly kembali tersenyum. Dia bisa melihat kejujuran di balik tatapan Amira.
"Awalnya aku memang salah paham, tapi aku tidak akan mempermasalahkannya lagi. Malah, aku senang jika kamu bisa dekat dengan Ziyan."
Amira menatapnya. Selly hanya tersenyum. "Bagaimana menurutmu tentang Ziyan? Bukankah dia sangat tampan?" tanya Selly yang membuat Amira kembali menatapnya. Dia lantas bangkit dan berjalan meninggalkannya
"Hei, aku sedang bicara denganmu! Kenapa kamu pergi begitu saja tanpa menjawab pertanyaanku?" Selly berjalan mengikutinya. Amira lantas menghentikan langkahnya.
"Maaf, aku di sini bukan untuk menjawab pertanyaanmu. Tugasku di sini hanya untuk menyayangi dan menjaga Indah, tidak lebih. Jika kamu berpikir kalau aku menyukainya, kamu salah besar."
Selly terkejut dengan jawaban Amira. Terbesit senyuman di bibirnya. "Jadi, kamu tidak menyukai Ziyan? Kalau kamu tidak menyukainya, kenapa kamu mau dipanggil Mama oleh putrinya?"
Pertanyaan Selly membuat Amira menatapnya dengan tatapan yang tajam. Selly terkejut saat melihat sorot matanya.
"Itu karena aku menyayanginya. Aku menyayanginya karena Indah sudah aku anggap seperti putriku sendiri. Apa kamu puas?" Amira lantas meninggalkan Selly yang perlahan menyunggingkan senyuman.
"Baiklah, aku suka dengan caramu itu. Kita lihat saja nanti, apakah pesona Ziyan sanggup meluluhkan hatimu?" batin Selly yang kemudian mengikuti Amira dari belakang.
"Bergegaslah, aku ingin mengajakmu dan Indah pergi ke mal."
Amira memandanginya. Begitu pun dengan Indah. "Indah tidak mau pergi ke mal! Indah tidak suka ke mal!" Indah rupanya lebih memilih bermain dengan mainannya dan mengacuhkan ajakan Selly.
"Amira, bantu aku untuk membujuknya. Aku hanya ingin kalian menemaniku karena aku sudah lama tidak pergi ke mal. Aku janji, habis belanja kita langsung pulang." Selly berbisik pada Amira dan berharap mereka mau menemaninya.
"Baiklah, aku akan mencoba membujuknya." Seketika Selly tersenyum.
"Kalau begitu, aku tunggu kalian di luar, ya?" Selly kemudian keluar dan menunggu mereka di ruang tengah.
Tak lama kemudian, Amira keluar bersama Indah yang sudah terlihat rapi. Wajah polosnya membuat Selly ingin memeluknya, tetapi kembali gadis kecil itu menolak.
"Ayo, kita pergi!" seru Selly setelah mereka berpamitan pada Ziyan.
Di halaman, terlihat sebuah mobil mewah berwarna hitam yang baru saja datang.
"Ayo, masuk!"
Amira lalu masuk dan duduk di belakang bersama Tania. Sementara Selly, duduk di samping sopirnya. "Kita ke mal, ya, Pak."
"Baik, Bu."
Lelaki paruh baya itu kemudian berputar arah dan melajukan mobilnya menuju ke mal. Tak lama kemudian, mereka tiba di depan pintu mal. Setelah memarkirkan mobilnya, mereka bertiga keluar dan memasuki kawasan mal yang cukup besar.
"Kita akan beli kosmetik dulu. Setelah itu, kita akan membeli baju."
Amira mengangguk dan terus mengikuti Selly, hingga mereka tiba di toko kosmetik yang cukup besar.
Sambil menggendong Indah, Amira memperhatikan berbagai macam produk kecantikan.
"Apa kamu tahu tentang produk-produk ini?" tanya Selly pada Amira.
"Aku pernah bekerja di salah satu toko yang menjual produk-produk ini. Jadi, aku sedikit paham," jawab Amira.
"Kalau begitu, kamu bisa 'kan membantuku mencari produk yang sesuai dengan kulitku?"
Amira mengangguk. Tanpa ragu dia berjalan menuju salah satu produk kecantikan dan memilih sesuai dengan warna kulit dan jenis kulit Selly.
"Aku rasa merk ini cocok untukmu." Amira menunjuk pada salah satu produk yang cukup terkenal.
Selly tersenyum karena pilihan Amira ternyata tidak salah. "Baiklah, aku akan membelinya. Karena kamu sudah membantuku, maka kamu boleh memilih kosmetik yang kamu suka," ucap Selly tulus.
"Tidak perlu! Aku tidak membutuhkannya," tolak Amira.
"Ambillah, aku yakin suatu saat nanti kamu pasti membutuhkannya."
Karena didesak, Amira terpaksa menurutinya. Dia hanya mengambil kosmetik yang dibutuhkan saja.
Setelah membeli kosmetik, mereka menuju sebuah butik yang cukup terkenal. Mereka kemudian masuk.
"Bantu aku memilih baju yang cocok untukku. Baju yang bisa aku pakai saat pesta atau pertemuan untuk bisnis."
Selly meminta Amira untuk memilihkan baju untuknya. Amira hanya mengangguk dan mulai memilih baju yang dirasa pas dan cocok untuk Selly.
"Semua baju di sini cocok untukmu. Kulitmu putih dan tubuhmu juga sangat ramping. Aku rasa, baju-baju ini mungkin cocok untukmu." Amira membawa beberapa potong baju. Selly cukup terkejut melihat selera fashion Amira yang ternyata cukup modis dan kekinian.
"Baju-baju ini tolong dibungkus. Aku akan mengambil semuanya," ucap Selly pada pelayan butik.
"Hei, dicoba dulu. Bagaimana kalau baju-baju itu tidak pas di tubuhmu? Kamu tentu tidak bisa menukarnya," ucap Amira yang tampak cemas karena Selly tidak mencoba baju-baju yang dipilihnya itu.
"Jangan khawatir. Semuanya pasti pas di tubuhku. Aku suka dengan semua baju yang kamu pilihkan itu. Sekarang, kamu pilih saja baju untukmu."
"Tidak usah, aku masih punya baju, kok."
"Cepat, aku tunggu! Jika kamu tidak mau memilih, aku sendiri yang akan memilihkannya untukmu!" perintah Selly sambil duduk di kursi dan tidak peduli dengan penolakan Amira.
"Tapi ...."
"Cepatlah! Aku tidak suka menunggu. O, iya! Sekalian kamu pilihkan juga buat keponakanku. Cari yang cantik dan imut untuknya."
Amira terpaksa menurut. Dia lantas memilih baju untuknya dan juga untuk Indah.
"Jangan beli satu, tapi beli di atas tiga. Kalau beli satu, kamu sendiri yang akan membayarnya. Kamu pasti tahu 'kan harga satu baju di sini berapa?"
Amira hanya mengangguk dan mengikuti perintah Selly. Walau sebenarnya, dia tidak ingin karena menurutnya itu hanya buang-buang uang. Namun, dia terpaksa menuruti keinginan wanita cantik itu.
Selly duduk sambil memperhatikan Amira yang sementara memilih. Tiba-tiba pandangannya tertuju pada seorang wanita yang baru saja masuk. Wanita itu terkejut saat melihat Selly yang sedari tadi memandanginya.
"Selly?"
To Be Continued...

หนังสือแสดงความคิดเห็น (154)

  • avatar
    AmeliaIca

    Bgus skli

    2d

      0
  • avatar
    ranissafiyaa

    🥹🥹🫶🏻🫶🏻🫶🏻💗💗💗✨

    29/07

      0
  • avatar
    WahyuningsihNita

    Bagus bgt sedikit nguras emosi alur ceritanya😘

    04/05

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด