logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Frekuensi yang Hilang (Bab 5)

"Ki, tolonglah saya kali ini! Sudah banyak paranormal yang datang kemari. Tapi juga tidak berhasil mendapatkan apa masalahnya. Hanya buat program itu terhenti sementara waktu.  
Lalu muncul kembali di lain hari."
"Iya, soalnya sampai sekarang acara itu masih ada. Berarti fix ini ya bukan acara resminya 
radio Gardan?"
"Bukan, mas! Saya sudah usahakan semuanya. Bahkan sengaja program terakhir harus 
 berhenti di jam setengah dua belas malam. Supaya meminimalisir terjadinya program itu 
 muncul lagi."
Mulai nampak frustasi Pak Gunadi. Dia sampai pegang kepalanya dengan kedua tangannya. Uangnya bisa habis hanya untuk memanggil dukun dan paranormal yang pada akhirnya tidak memberikan solusi untuk stasiun radio ini.
"Tapi maaf sebelumnya, Ki. Anu, berapa biayanya untuk menangani masalah ini?"
"Pak, saya tidak mau memberatkan siapapun. Hal yang paling penting adalah menemukan 
akar masalahnya dulu. Soal uang nanti saja kita bicarakan."
"Ya saya mau persiapan dulu, Ki. Kalau sekiranya terlalu besar mungkin bisa dikurangi 
sedikit."
Sekali lagi Dayun tegaskan kalau dia kemari bukan untuk dapatkan uang. Tapi membantu Pak Gunadi menyelesaikan masalahnya. Sebab selama ini pun juga seperti itu. Bahkan pernah dirinya hanya diberi buah-buahan setelah berhasil membantu orang yang selalu diteror santet. 
"Iki masalah e rumit koyone ya mas!"
"Udah kamu diem aja, Rul! Kalau mau masih ikut sama aku nurut aja. Jangan bikin ulah lagi. 
Oke?"
"Okeh mas brooo!"
Keduanya pun pulang sambil menyusun rencana besok. Dayun mau mencari orang yang pernah menemani Rita siaran waktu dulu. Tentunya setelah tempat cucian motornya tutup. Seperti biasa Irul menemaninya. Sebenarnya laki-laki satu itu lihai kalau urusan cari alamat. 
"Iya, kenapa kamu nggak ngelamar kerjaan jadi kurir aja Rul? Kan kamu lebih hapal soal 
alamat begini."
"Kerjaannya nggak enak, Mas Dayun! Udah panas, bawa barang banyak, belum dimarahi 
kalau pas masalah orangnya nggak mau terima COD-an."
Sebuah tepokan mendarat di wajah Dayun sendiri. Dia kesal dengan Irul yang ada saja alasannya kalau disuruh cari kerjaan. Memang dasarnya orang satu ini pemalas. Padahal kalau mau memanfaatkan keahlian bisa saja Irul sudah dapat kerjaan tetap. 
"Terus apa yang mau kamu kerjakan kalau kayak begini terus? Mesake bojomu kae lho 
malah seng kerjo terus!"
"Kan saya adalah asistennya Ki Dayun Jinggo."
Irul dengan bangganya menyebut itu sambil menepok dadanya. Tapi segera disenggol oleh Dayun. Hingga tubuh kurusnya itu nyaris saja oleng.
"Dulu sebelum ada kamu juga aku sering menangani sendirian."
"Malah aku pengen belajar karo Mas Dayun kok. Piye carane iso dadi sakti, mas?"
"Carane ketik Reg spasi Melu, kirim ke PO BOX oboks airnya di obok-obok. Ada ikannya 
kecil-kecil pada mabok."
"Malah Mas Dayun nyanyi lagune cah cilik."
Dayun bukan lagi frustasi. Tapi sudah stres tingkat kecamatan menuju ke tingkat provinsi menghadapi Irul. Seperti lem dan perangko yang tak mau lepas. Obrolan mereka terhenti saat sudah sampai ke alamat yang dituju. 
"Ingat pesanku tadi ya, Rul!"
"Stay kalem. Mas Dayun juga gitu ya!"
"Wes ora usah ngajari aku!"
Pintu pun diketuk tiga kali oleh Dayun. Muncul perempuan tua yang menyambut mereka berdua. Dayun langsung mengutarakan niatnya untuk bertemu dengan orang yang bernama Dani. Bukannya dipanggil orangnya, malah justru perempuan tua tadi nampak sedih.
"Saya Ibunya Dani, mas. Anak itu sudah setahun yang lalu meninggal."
Kedua laki-laki yang menjadi tamu di rumah ini langsung bengong mendengarnya. Barulah Ibunya Dani ini bercerita tentang kondisi anaknya dulu. Setelah berhasil resign dari radio Gardan. Anaknya tiba-tiba jadi pendiam. Bahkan keluar kamar pun hanya untuk mandi dan makan saja. Selebihnya dia habiskan waktu didalam kamar. 
"Dia selalu cerita kalau ada yang mengincarnya. Tapi saya bingung, karena anak itu tidak pernah punya masalah sebelumnya."
Dari polisi, psikiater hingga dukun. semuanya didatangkan untuk mencari tahu apa penyebab Dani merasa diincar oleh sesuatu. Polisi tak menemukan apapun. Sementara Psikiater malah mendiagnosis dia trauma berat akibat pekerjaannya. 
"Padahal waktu awal kerja dia bahagia saja. Memang ini pekerjaan yang anak saya inginkan sejak masih sekolah di. Soalnya Pakdhenya juga dulu pernah kerja di stasiun radio."
"Kalau menurut dukun gimana Bu?"
Dayun melirik saja kearah Irul. Tumben laki-laki satu ini waras saat bertanya. Ibunya Dani bingung mau menjawab apa. Karena setiap dukun berbeda tanggapannya saat menangani anaknya semasa masih hidup. Tetapi ada satu jawaban yang masih diingat oleh perempuan tua ini.
"Dani dijadikan tumbal sama teman kerjanya sendiri."
"Tumbal? Apa itu yang ada di dekatnya tahu dicampur tauge sama saus kacang?"
"Itu Gimbal namanya, Rul! Kamu laper?"
"Nggak kok, Mas Dayun! Aku cuma teringat sama Tahu Gimbal aja."
Tetapi Dani tidak menyebutkan temannya mana yang menjadikan dia sebagai tumbal. Dukun yang berhasil mengungkap itupun tak lama juga meninggal baru diikuti oleh anak ibu ini. Usai bercerita semuanya, perempuan tua itu mulai meneteskan air mata.
"Maaf, kami tidak bermaksud mengungkit masalah itu Bu. Kami berdua kemari karena harus mengungkapkan kasus di radio Gardan."
"Itu tempat anak saya bekerja dulu, mas!"
"Iya, Pak Gunadi selaku pemiliknya yang minta kami mengungkap kasus ini."
Nampak sekali ekspresi ibu satu ini terkejut usai mendengar kata-kata Dayun tadi. Rupanya dia sempat menuduh kalau Pak Gunadi lah pelakunya. Stasiun radio itu dikira Ibunya Dani memakai pesugihan hingga meminta tumbal. Namun anggapan itu segera ditepis oleh Dayun. 
"Nyatanya Pak Gunadi bukan orang yang seperti itu, Bu. Untuk apa beliau meminta tolong pada kami kalau pakai pesugihan semacam itu juga?"
"Betul itu kata, Mas Dayun. Kita datang kemari karena diminta memecahkan kasus aneh di 
radio Gardan itu, bu."
"Oh, begitu ya! Tapi benar apa kata masnya tadi. Anak saya nggak mungkin dijadikan tumbal 
sama Pak Gunadi sendiri."
“Saya rasa bukan, bu. Ini pasti ada yang lain dan Pak Gunadi jadi kambing hitamnya saja.”
Karena hanya sebatas itu saja informasinya, keduanya pun pulang. Tapi tidak langsung mengarah ke tempat Dayun tinggal. Irul jadi penasaran dibuatnya. Sebab motor temannya itu berbelok ke arah lain. 
"Kita mau kemana sih mas? Lho, kok malah kesini!"
"Wes awakmu meneng wae sek!"
Sengaja motor Dayun mengarah ke stasiun radio Gardan. Nampak masih ada orang disana. Dia parkirkan di tempat angkringan dekat situ. Sambil memesan segelas kopi hitam dan kopi susu untuk Irul.
"Mas aku boleh ambil gorengan kan?"
"Satu aja!"
"Dih, pelit banget sih mas! Nanti bakalan...."
"Kuburannya jadi sempit? Ora ngaruh meneh ceramahmu, Rul!"
Irul sungguhan mengambil gorengan satu saja. Si pemilik angkringan pun tersenyum melihat tingkah mereka berdua. Mata Dayun terus saja melirik ke arah stasiun radio sambil menyeruput sedikit kopinya. Sang pemilik angkringan jadi penasaran.
"Maaf kayaknya dari tadi lihat ke radio Gardan terus. Ada apa ya?"
"Bapaknya kepo deh! Kita ini sedang menjalankan satu misi penting dan berbahaya."
"Ya saya kan nanya biasa, mas. Siapa tahu butuh informasi penting begitu."
"Wah, bapaknya informan merangkap pemilik angkringan ya?"
"Semua informasi bisa didapatkan di angkringan ini, mas."
Baru saja sedot napas hendak bicara. Mulut Irul langsung dibekap oleh Dayun. Laki-laki satu itu memang gampang sekali percaya sama orang. Padahal seharusnya ini tidak boleh bocor kemana-mana.
"Kalau dilihat sekilas sepertinya anda paranormal ya?"
Irul langsung berusaha melepaskan diri. Dia jadi semangat saat dirasa tebakan si pemilik angkringan pada Dayun itu benar. 
"Bleh! Iya, bener itu pak. Sebut saja namanya Ki Dayun...hmmph!"
"Owalah, mulut apa ember bocor sih ini?"
Rupanya pemilik angkringan ini sudah biasa kedatangan dukun maupun paranormal yang dulu pernah disewa oleh Pak Gunadi. Wajar kalau dia menebak begitu berdasarkan kebiasaan. Tapi Dayun tak mau disebut begitu. Dia hanyalah tukang cuci motor biasa. Sekilas mata Dayun melihat Pak Gunadi keluar usai mengunci stasiun radio miliknya. 
"Pak Gunadi memang selalu yang mengunci tempat itu ya!"
"Dulunya nggak sih, mas! Setelah peristiwa rame-rame itu terjadi. Dia semua yang mengecek sebelum kantornya ditutup."
***

หนังสือแสดงความคิดเห็น (159)

  • avatar
    KupilApai

    mantap

    15d

      0
  • avatar
    rhdiono

    bagus si tapi coba pindah in video 😄

    16d

      0
  • avatar
    Mexla

    cerita yang bagus Dan seronok sekali

    29d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด